Rabu, 04 Mei 2011

Ayat-ayat tentang Hubungan Antar Agama

Oleh : Abu Aisyah

قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ {1} لآَأَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ {2} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {3} وَلآَأَنَا عَابِدُُ مَّاعَبَدتُّمْ {4} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {5} لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ {6}
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." QS Al-Kafirun : 1 – 5
Katakanlah
قُلْ
Wahai orang-orang kafir
يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ
Aku tidak menyembah
لآَأَعْبُد
Apa-apa yang kamu sembah
مَاتَعْبُدُونَ
Penyembah
عَابِدُونَ

Asbab An-Nuzul (Sebab turunnya ayat)
Ayat ini termasuk surat Makiyyah yaitu surat yang turun pada periode Makkah dan turun di Makkah. Sebagaimana surat-surat Makiyyah lainnya surat ini berbicara tentang prinsip dan keyakinan seorang Muslim. Sebab turunnya surat ini berkaitan dengan tawaran dari orang-orang musyrik yang menginginkan agar antara orang-oraang Islam dan mereka saling memberikan penghormatan berupa pergantian menyembah tuhan masing-masing. Sehari menyembah Alloh ta'ala dan sehari lagi menyembah patung-patung yang menjadi tuhan-tuhan mereka. Ketika tawaran itu sampai pada nabi maka turunlah ayat ini.  
Tafsir
Surat ini adalah sebuah prinsip tegas yang harus dimiliki oleh setiap muslim bahwa tidak boleh ada penggabungan dari berbagai tuhan-tuhan yang disembah oleh manusia dengan Tuhan Alloh yang Maha Esa. Sikap tegas ini sebagai bukti keimanan seorang muslim.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di menafsirkan ayat ini "Katakanlah" bermakna ucapkanlah kepada orang-orang kafir secara terang-terangan dan jelas. Ucapan yang harus disebutkan yaitu " Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah" artinya aku berlepas dari dari semua yang mereka sembah selain Alloh ta'ala baik secara dhahir (nyata) atau secara bathin.
Ayat selanjutnya dari surat ini adalah konsekuensi dari ayat-ayat sebelumnya, bahwa kalian juga orang kafir tidak akan menyembah Tuhan yang aku sembah. Hal ini sebagai bentuk perbedaan yang mendasar antara seorang kafir dan mukmin, yaitu bahwa tidak boleh ada penyembahan pada dua Tuhan yang berbeda. Penyembahan kepada Allah ta'ala haruslah dibarengi dengan peniadaan adanya tuhan-tuhan yang lainnya. Sehingga tidak mungkin ada dalam diri seorang hamba iman kepada Allah ta'ala dengan iman kepada sesembahan-sesembahan lainnya.
Dalam surat Al-Kafirun ini setiap muslim diwajibkan untuk bersikap tegas dengan orang-orang kafir, hal ini berlaku pada hal-hal prinsip yaitu masalah-masalah aqidah dan masalah keagamaan lainnya. Adapun jika berkaitan dengan masalah keduniaan dan muamalah maka tidaklah mengapa jika berbuat baik kepada mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh firmanNya :
عَسَى اللهُ أَن يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُم مِّنْهمُ مَّوَدَّةً وَاللهُ قَدِيرٌ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ {7} لاَيَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ {8} إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. QS Al-Mumtahanah : 7 – 9
Ayat ini berkaitan erat dengan bagaimana setiap muslim bermuamalah dengan orang-orang non muslim yang mereka tidak mengganggu kita. Dalam Islam diperbolehkan untuk  berbuat adil dan berbuat baik kepada mereka (orang-orang musyrikin) selama mereka tidak berbuat jahat kepada kaum muslimin. Tentunya berbuat baik di sini adalah berkaitan dengan masalah keduniaan, adapun masalah ibdah dan aqidah maka dikembalikan kepada prinsip awal yaitu larangan kita saling membantu dalam hal-hal prinsip.  
Selain itu dalam ayat ini juga sangat jelas dan mudah dimengerti tanpa harus dijelaskan secara panjang lebar. Sehingga dengan demikian timbulnya beberapa polemik pemikiran tentang hubungan antara muslim dengan non-muslim dapat diputuskan dengan merujuk kepada ayat ini. Adalah tidak pantas seorang muslim menolak suatu ayat Alquran dengan sesuatu yang berasal dari pikiran dan perasaannya. Seperti ketika timbulnya polemik masalah membuka hubungan dagang dengan Israel yang sempat mengguncang hati kita sebagai muslim. Sayangnya ide ini didengungkan oleh seorang yang berlebel kiai. Tetapi, kiai tidak mutlak benar. Ketika terjadi selisih paham dalam hal ini seharusnyalah kita semua secara sadar dan ikhlas kembali merujuk kepada Alquran dan Sunnah.
Kisah diturunkannya ayat di atas adalah bahwa Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu 'anhuma didatangi oleh ibunya yang masih musyrik. Dia datang dengan membawa beberapa hadiah untuk Asma. Asma ragu mengizinkannya masuk, lalu ia menyuruh Aisyah untuk bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Rasulullah membolehkannya.
Dilematis memang sikap yang harus diambil oleh kaum muslimin dalam hal hubungan dengan non-muslim. Jika kaum muslimin memberikan kebebasan dan toleransi yang tinggi pada non-muslim, hal itu selalu dimanfaatkan oleh mereka untuk menindas kaum muslimin dengan segala cara. Bahasa kasarnya ngelunjak. Tetapi, ketika kaum muslimin yang ditindas oleh suatu tirani kafir, kemudian mereka membela diri, serta merta dunia internasional menuding kaum muslimin dengan tuduhan teroris, tidak menjunjung HAM, tidak mengenal toleransi, fundamentalis, dan lain sebagainya.
Yang patut disayangkan juga adalah bahwa mayoritas kaum muslimin masih berada dalam kebodohan akan hakikat dan kesucian ajaran agamanya ini. Di Indonesia, negara kita ini misalnya, jumlah kaum muslimin memang paling besar di dunia. Namun secara kualitas pengetahuan mereka terhadap agama yang mereka anut, kita terpaksa harus geleng-geleng kepala, mayoritas mereka tidak mengerti Islam dengan baik. Akibatnya banyak tindakan mereka yang sebenarnya bukan ajaran Islam, namun dinisbatkan kepada Islam, hanya karena pelakunya orang Islam.
Ayat-ayat di atas juga mengandung makna timbal balik dari kedua pihak muslim dan non-muslim. Artinya, jika seorang non-muslim tidak ingin disakiti, dimusuhi, diperangi atau di...di. yang lainnya, hendaklah mereka menahan diri dari menyakiti kaum muslimin, memerangi mereka atau melecehkan mereka, begitu juga sebaliknya. Jika mereka ingin diperlakukan dengan baik, seharusnyalah mereka juga berperilaku baik terhadap kaum muslimin. Permusuhan dan kebencian dalam hati mungkin tak bisa dihilangkan, karena yang hak dan yang batil tak akan pernah bersatu. Namun dalam tindakan nyata dan perbuatan kebaikan dan keadilan harus ditegakkan antar mereka.
Dalam pengertian inilah makanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan transaksi jual beli dengan seorang Yahudi. Di lain pihak beliau bahkan bersikap keras terhadap Yahudi yang terang-terangan melanggar janji dan memusuhi Islam, seperti yang beliau lakukan terhadap Bani Quraizhah.
Nah, jika sudah jelas siapa yang memusuhi dan yang tidak memusuhi, yang memerangi dan yang tidak memerangi, maka tidaklah boleh bagi siapa pun dari kaum muslimin menjadikan orang yang memerangi dan memusuhi kaum muslimin sebagai kawannya. Karena, perbuatan itu adalah suatu kezaliman terhadap kaum muslimin dan Islam. Bagaimana tidak, adalah suatu kebodohan berkawan dengan orang yang memusuhi dan memerangi kita. Adalah suatu bentuk kerelaan akan permusuhan dan tindakan mereka terhadap kaum muslimin, jika kita jadikan mereka kawan dengan segala yang telah mereka perbuat pada kaum muslimin.
Jadi, jika terjadi perselisihan antara kita dalam masalah siapa yang boleh kita jadikan kawan dan yang tidak boleh dari kalangan non-muslim, hendaklah kita kembali kepada Alquran dan Sunnah. Janganlah memandang kebenaran itu berdasarkan orangnya, karena itu merupakan suatu kebodohan, setidaknya pintu kebodohan. Wallahu a'lam






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...