Senin, 31 Oktober 2011

Keutamaan Sepuluh Hari Bulan Dzulhijjah




الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين … أما بعد؛
            Sesungguhnya merupakan karu-nia Allah I, dijadikan-Nya  bagi hamba-hamba-Nya yang shalih  musim-musim untuk memperbanyak amal shaleh. Diantara musim-musim tersebut adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzul Hijjah yang keutamaannya dinyatakan oleh dalil-dalil dalam kitab dan Sunnah:
1. Firman Allah U:
وَالْفَجْرِ . وَلَيَالٍ عَشْرٍ [ الفجر 1-2]

Demi fajar, dan malam yang sepuluh (Al Fajr 1-2)

            Ibnu Katsir berkata: “ Yang dimaksud adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzul Hijjah“

2. Allah U berfirman:

“…dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan”(Al Hajj 28).

            Ibnu Abbas berkata: “ (Yang dimaksud adalah) hari-hari sepuluh (bulan Dzul Hijjah) “.

3. Dari Ibnu Abbas radiallahuanhu dia berkata: Rasulullah bersabda:     
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلُ مِنْ هَذِهِ العَشْرِ " قَالُوا : وَلاَ الْجِهَادُ ؟، قَالَ: " وَلاَ الْجِهَادُ إِلاَّ رَجُلٌ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ"[رواه البخاري]
Tidak ada amal perbuatan yang lebih utama dari (amal yang dilakukan pada) sepuluh hari bulan Dzul Hijjah, mereka

berkata : Tidak juga jihad (lebih utama dari itu) ?, beliau bersabda:  Tidak juga jihad, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwanya dan hartanya dan kembali tanpa membawa sesuatupun (Riwayat Bukhori)

4. Dari Ibnu Umar radiallahuanhu dia berkata: Rasulullah bersabda:
Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah Ta’ala dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah pada hari-hari tersebut Tahlil, Takbir dan Tahmid “ (Riwayat Tabrani dalam Mu’jam Al Kabir)

5. Adalah Sa’id bin Jubair –rahimahul-lah- dan dia yang meriwayatkan hadits Ibnu Abbas yang lalu, jika datang sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah sangat bersungguh-sungguh hingga hampir saja dia tidak kuasa (melaksa-nakannya) “ (Riwayat Darimi dengan sanad yang hasan)

6. Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Fathul Baari: “ Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari Dzul Hijjah diisti-mewakan adalah karena pada hari tersebut merupakan waktu berkumpul-nya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan haji dan tidak ada selainnya waktu seperti itu “.
7. Para ulama menyatakan: “ Sepuluh hari Dzul Hijjah adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan malam-malam terakhir bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama ”.

Pekerjaan yang dianjurkan pada hari-hari tersebut :
a.   Shalat :
            Disunnahkan bersegera menger-jakan shalat fardhu dan memperbanyak shalat sunnah, karena semua itu merupakan ibadah yang paling utama. Dari Tsauban radiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda :
Hendaklah kalian memper-banyak sujud kepada Allah, karena setiap kali kamu bersujud, maka Allah mengangkat derajat kamu, dan menghapus kesalahan kamu
            Hal tersebut berlaku umum di setiap waktu.
b. Shoum (Puasa) :
            Karena dia termasuk perbuatan amal shaleh. Dari Hunaidah bin Kholid dari istrinya dari sebagian istri-istri Rasulullah e, dia berkata:
Adalah Rasulullah e  berpuasa pada tanggal sembilan Dzul Hijjah, sepuluh Muharram dan tiga hari setiap bulan (Riwayat Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).
Imam Nawawi berkata tentang puasa sepuluh hari bulan Dzul Hijjah : “ Sangat di sunnahkan “.
c.Takbir, Tahlil dan Tahmid.
          Sebagaimana terdapat riwayat dalam hadits Ibnu Umar terdahulu :       Perbanyaklah Tahlil, Takbir dan Tahmid pada waktu itu
            Imam Bukhori berkata: “ Adalah Ibnu Umar dan Abu Hurairah radiallahuanhuma keluar ke pasar  pada hari sepuluh bulan Dzul Hijjah, mereka berdua bertakbir dan orang-orangpun ikut bertakbir karenanya“, dia juga berkata: “ Adalah Umar bin Khottob bertakbir di kemahnya di Mina dan di dengar mereka yang ada dalam masjid, lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang di pasar hingga Mina bergetar oleh takbir “. Dan Ibnu Umar bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut, setelah shalat dan di atas pembaringannya, di atas kudanya, di majlisnya dan saat berjalan pada semua hari-hari tersebut. Disunnahkan mengeraskan takbir karena perbuatan Umar tersebut dan anaknya dan Abu Hurairah radiallahuanhuma.
            Maka hendaknya kita kaum muslimin menghidupkan sunnah yang telah ditinggalkan pada masa ini, bahkan hampir saja terlupakan hingga oleh mereka orang-orang shalih, berbeda dengan apa yang dilakukan oleh salafussalih terdahulu.
d. Puasa hari Arafah.
            Puasa Arafah sangat dianjurkan bagi mereka yang tidak pergi haji, sebagaimana riwayat dari Rasulullah e bahwa dia berkata tentang puasa Arafah:
Saya berharap kepada Allah agar dihapuskan (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya  (Riwayat Muslim)

e. Keutamaan hari raya kurban (tgl 10 Dzul Hijjah).
            Banyak orang yang melalaikan hari yang besar ini, padahal para ulama berpendapat bahwa dia lebih utama dari hari-hari dalam setahun secara mutlak, bahkan termasuk pada hari Arafah.  Ibnu Qoyyim –rahimahullah- berkata: “ Sebaik-baik hari disisi Allah adalah hari Nahr (hari raya qurban), dia adalah hari haji Akbar “, sebagaimana terdapat dalam sunan Abu Daud, Rasulullah e  bersabda:
Sesungguh-nya hari-hari yang paling mulia disisi Allah adalah hari Nahr, kemudian hari qar 
hari Qar adalah hari menetap di Mina, yaitu tanggal 11 Dzul Hijjah. Ada juga yang mengatakan bahwa hari Arafah lebih mulia dari hari Nahr, karena puasa pada hari itu menghapus dosa dua tahun, dan tidak ada hari yang lebih banyak Allah bebaskan orang dari neraka kecuali hari Arafah, dan karena pada hari tersebut Allah mendekat kepada hamba-Nya, kemudian Dia membanggakan kepada malaikat-Nya terhadap orang-orang yang sedang wukuf.
            Yang benar adalah pendapat pertama, karena hadits yang menunjukkan hal tersebut tidak ada yang menentangnya sama sekali. Namun, apakah dia lebih utama atau hari Arafah,  hendaklah setiap muslim baik yang melaksanakan haji atau tidak berupaya sungguh-sungguh untuk mendapatkan keutamaan hari tersebut dan menggunakan kesempatan sebaik-baiknya.


Mi'raj dan Jumlah Langit Dalam Al-Qur'an





Kata 'araja dan turunan katanya dengan pengertian naik ke langit, di dalam Al-Quran disebut sebanyak tujuh kali sesuai dengan jumlah langit, yaitu tujuh. Perlu diketahui, bahwa kata tersebut digunakan oleh Al-Quran untuk mengungkapkan perjalanan jauh menembus luar angkasa, dan gravitasi bumi. Menurut sains modern perjalanan di sana hanya bisa dilakukan dengan cara melayang-layang (mun'arijat atau mun'athifat). Sesekali Al-Quran menggunakan kata yash'adu untuk burung yang terbang di udara (planet bumi) atau di sekitarnya, yaitu seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut :
  1. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) (ta'ruju) kepada Tuhan ..... (AI-Ma'arij: 4).
  2. .... Kemudian (urusan) itu naik (ya'ruju) kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (Al-Sajdah: 5).
  3. Dia mengetahui apa yang masuk ke bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik (ya'ruju) kepada-Nya. Dan Dialah Yang Maha Penyayang Lagi Maha Pengampun. (Saba': 2).
  4. .Dia Mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik (ya'ruju) kepada-Nya. Dan Dia bersama Kamu di mana saja kamu berada ..... (Al-Hadid: 4).
  5. .Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit maka mereka terus-menerus naik (ya'rujun) kepada-Nya. (AI-Flijr: 14).
  6. Tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Maha Pemurah, loteng-loteng perak bagi rumah tinggal mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang bssa mereka naiki (ma'ariji). (AI-Zukhruf: 33).
  7. .(Yang datang) dari Allah, Pemilik tempat-tempat naik (ma'arij). (Al-Ma'arij: 3).

Daratan dan Lautan Dalam Al-Qur'an





Dalam Al-Quran, kata al-barr dengan arti "darat" disebut 12 kali, sedangkan kata al-bahr (laut) - baik mufrad, mutsanna, dan jamaknya - disebut 40 kali. Perbandingan tersebut sama dengan perbandingan antara daratan dan lautan di planet bumi ini, Kata-kata tersebut disebut pada ayat- ayat berikut :
  1. ..... Dan haram atasmu (menangkap) binatang buruan darat (al-barr), selama kamu dalam ihram ... (Al-Maidah: 96).
  2. ..... Dan Dia Mengetahui apa-apa yang di darat (al-barr) maupun di lautan  ..... (Al-An'am: 59).
  3. Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di daratan (al-barr) dan di lautan ..... " (AI­An'am: 63).
  4. Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat (al-barr) maupun di laut...... (AI-An'am: 97).
  5. Dia-lah Tuhan Yang menjadikan kamu dapat berjalan di duratan (al-barr) dan (berlayar) di lautan ..... (Yunus: 22).
  6. ..... Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan (al­barr), kamu berpaling ..... (AI-Isra: 67).
  7. 7. Maka apakah kamu merasa aman (dari hukum Tuhan) yang menjungkirbalihkan sebagian daratan (al-barr) berikut kamu ..... (Al-Isra: 68).
  8. 8. Dan sesungquhnya telah Kami muliakan anak-cucu Adam, Kami angkut mereka di daratan (al-barr) maupun di lautan ..... (Al-Isra: 70).
  9. 9. Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan (al-barr) maupun di lautan ..... (Al-Naml: 33).
  10. ..... Mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ke­taatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan (al-barr), tiba-tiba mereka (kembali) menyekutukan (Nya) (AI-Ankabut: 25).
  11. Telah nampak kerusakan di darat (al-barr) maupun di laut, sebagai akibat ulah tangan-tangan manusia ..... (Ar-Ruum: 41).
  12. ..... Mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai daratan (al-barr), sebagian mereka masih tetap menempuh jalan yang lurus ..... (Luqman: 32).
Sedangkan kata al-bahr (laut) terdapat dalam ayat-ayat berikut :
  1. Dan ingatlah ketika Kami belah laut (al-bahr) untukmu . . . (Al-Baqarah: 50).
  2. ..... Dan bahtera yang berlayar di laut (al-bahr) ..... (Al­Baqarah: 164).
  3. Dihalalkan bagimu binatang buruan laut (al-bahr) ..... (Al­Maidah: 96).
  4. ..... Dan Dea mengetahui apa-apa yang ada di daratan maupun di lautan (al-bahr) ..... (Al-An'am: 59).
  5. 5. Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari benc'ana di darat maupun di laut (al-bahr) ....." (Al­Maidah: 63).
  6. Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadihannya sebagai petunjuk dalam kegelapan di darat maupun di laut (al-bahr) .... (Al-An'am: 97).
  7. Dan Kami seberangkun Bani Israil ke seberang laut (al­bahr) itu ..... (AI-A'raf: 138).
  8. Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang ter­letak di dekat laut (al-bahr) ..... (Al-A'raf: 163).
  9. Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan dan (berlayar) di lautan (al-bahr) ..... (Yunus: 11).
  10. Dan Kaml memungkinkan Bani Israil melintasi laut (al-bahr) ..... (Yunus: 90).
  11. ...... Dan Dia telah menuruluhkan hahtera bagimu supaya bahtera berlayar di lautan (al-bahr) dengan kehendak-Nya (Ibrahim: 32).
  12. Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (al-bahr) (untuk-mu) ..... (Al-Nahl: 14).
  13. Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan (al-bahr) untukmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia­Nya ..... (Al-Isra: 66).
  14. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan (al-bahr), niscaya hilanglah siapa yang kamu seru, kecuali Dia ..... (Al-Isra: 67).
  15. Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan (al-bahr) ..... (AI-Isra: 70).
  16. ..... Mereka lupa akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut (al-bahr) (Al-Kahfi: 61).
  17. ..... Dan ikan itu mengambil jalannya ke laut (al-bahr) dengan cara yang aneh sekali (AI-Kahfi: 63).
  18. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut (al-bahr) ..... (AI-Kahfi: 79).
  19. Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan (al-bahr) menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku ..... (Al-Kahfi: 109 ).
  20. ..... Sungguh habislah lautan (al-bahr) itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku ..... (Al-Kahfi: 109).
  21. ..... Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut (al-bahr) itu ..... (Thaha: 77).
  22. ..... Uan bahtera yang berlayar di lautan (al-bahr) dengan perintah-Nya ..... (Al-Haj: 65).
  23. Atau seperti gelap gulita di lautan (al-bahr) yang malam ..... (AI-Nur: 40).
  24. Lalu Kami wahyukan kepada Musa: 'F'ukullah lautan (al­bahr) itu dengan tongkatmu". ..... (Al-Syu'ara: 63).
  25. Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan maupun di lautan (al-bahr) ..... (Al-Naml: 63).
  26. Telah tampak kerusakan di darat maupun di laut (al-bahr), akibat olah tangan-tangan manusia ..... (Ar-Ruum: 41).
  27. ..... Dan laut (al-bahr) (menjadi tinia), ditambahkan kepada­nya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habimya (dituliskan) kalimat-kalimat ..... (Luqman: 27).
  28. 28. Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut (al-bahru) dengan nikmat Allah ..... (Luqman: 31).
  29. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut (al-bahr) seperti gunung-gunung (Al­Syura: 32).
  30. Dan biarkan laut (al-bahr) itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan (AI-Dukhan: 24).
  31. Allah-lah yang menundukkan lautan (al-bahr) untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan izin­Nya ..... (AI-Jatsiah: 12).
  32. Dan laut (al-bahr) yang di dalam tanahnya ada api (Al-Thur: 6).
  33. Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan (al-bahr)  laksana gunung-gunung. (Al-Rahman: 24).
  34. 34. Dan Dialah yang membiarkan dua laut (al-bahrani) mengalir (berdampingan), yang satu tawar lagi segar, dan yang lainnya asin lagi pahit ..... (Al-Furqan: 53).
  35. ..... Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan (al-bahraini), atau aku akan berjalan selama bertahun-tahun. (Al-Kahfi: 60).
  36. ..... Dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengukuhkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut (al-bahraini) ..... (Al-Naml: 61).
  37. Dia membiarkan lautan (al-bahr) mengalir, yang kemudian keduanya bertemu (Al-Rahman: 19).
  38. Dan apabila lautan (al-bahr) dijadikan meluap. (Al-Takwir: 6).
  39. Dan apabila lautan (al-bahr) dijadikan meluap. (Al-Infithar: 3).
  40. .....Dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi (abhurin) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat ..... (Luqman: 27).

Misteri Ayat Muqatha'ah


Pandangan Kaum Salaf tentang
Huruf-huruf
Muqaththa'ah

 
Para peneliti terdahulu tnencatat bahwa surat-surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqaththa'ah berjumlah 29 surat, sementara jumlah huruf hijaiyah Arab ditambah dengan huruf "hamzah" juga berjumlah 29 huruf, dengan sudut pandang bahwa Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab.
Merekajuga menenukan bahwa huntf-huruf tersebut, dengan tidak mengikutkan huruf-huruf ulangan, berjumlah 14 huruf. Jumlah tersebut (14) adalah setengah dari jumlah huruf hijaiyah Arab, tentu tidak termasuk huruf . Jumlah ini telah saya buktikan dan saya hitung menurut rangkaian turunnya dengan tidak memasukkan huruf-huruf ulangan, yaitu huruf
Saya yakin bahwa pada huruf-huruf tersebut terdapat setengah dari huruf-huruf mahmusah (yang dibaca lemah); di dalamnya juga termasuk huruf-huruf pembuka surat:
Dalam huruf-huruf ini, maksudnya huruf-huruf muqaththa'ah pada pembuka-pembuka surat (fawatih al-suwar), terdapat setengah dari huruf-huruf majhurah (setiap huruf Arab yang selain huruf mahmusah), yang berjumlah delapan belas, yaitu 9 huruf:
Di dalamnya juga terdapat setengah dari huruf halq :
Huruf halq berjumlah 6 :
Di dalamnya juga terdapat sebagian dari huruf yang bukan halq yang berjumlah 22 huruf. Huruf-huruf yang bukan halq ialah:
Sebagian lainnya adalah huruf-huruf:
yang lembut (layyiuah). Di dalamnya juga terdapat sebagian dari huruf-huruf syadulah yang berjumlah 8, yang bisa dikumpulkan dalam ungkapan: "ajadat kaquthubin". Sebagian huruf-huruf tersebut ialah , sebagai ganti dari  
Begitu juga di dalamnya terdapat sebagian dari huruf-huruf yang tidak syadidah yang junilahnya 22 huruf, yaitu selunth huruf hijaivah Arab selain huruf-huruf syadidah. Di dalamnya juga terdapat setengah dari huruf-huruf muthbiqah yang berjumlah 4 huruf, yaitu  .
Sebagian huruf­huruf muthbiqah pada huruf-huruf pembuka surat tersebut adalah dua huruf, yaitu
Selanjutnya, di dalamnya terdapat huruf-huruf yang tidak muthbiqah yang berjuntlah 24 huruf, yaitu:
Sebagian huruf-huruf pembuka (fawatih) yang tidak termasuk huruf-huruf muthbiqah ialah huruf
 
dengan kekecualian huruf . Termasuk yang saya temukan adalah bahwa di dalamnya terdapat sebagian dari huruf-huruf layyin (lemah) yang jumlahnya 2 huruf yaitu Sebagian huruf layyin dari jawatih adalah huruf  
Para ulama terdahulu juga telah melakukan penghitungan seperti di atas, dan sebagian di antara huruf-huruf tersebut diletakkan atas dasar pengetahuan mereka. Sebenarnya ada persoalan-persoalan lain yang tampak jelas bagi saya dari celah­celah penghitungan yang saya lakukan mengenai jumlah jumlah huruf yang insya Allah akan saya jelaskan dengan baik.
Al-Suyuthi mengisyaratkan: "Dengan begitu, pembukaan surat­surat dengan huruf-huruf muqaththo'ah dan kekhasan masing­masing dengan huruf yang membukanya menyebabkan tidak mungkin "alif lam mim" dapat diletakkan di tempat "alif lam ra", juga tidak mungkin "ha mim" bisa diletakkan di tempat "tha sin mim".
Begitulah, masing-masing surat dimulai dengan salah satu huruf dari padanya sehingga kebanyakan kata-kata dan huruf­hurufnya menjadi penyerupa baginya.... Misal, surat Qaf dimulai dengan huruf  karena pada surat tersebut terjadi pengulangan kata-kata yang melafalkan huruf seperti ketika menyebutkan kata "AI-Quran", ".Al-Khalq", pengulangan kata derivat "Al-Qaul" dan perujukannya yang sering dilakukan, mengenai "AI-Qurbu" (kedekatan)-Nya dari Ibnu Adam, "talaqqiy al-malakain", kata "qa'id", "raqib". "saiq", "ilqa" (dimasukkan) ke neraka jahanam, "taqaddum" (keterdahuluan) dengan janji, "muttaqin", "qalb", "qurun", "tanqib" di suatu negeri, "ta­syaqquq" (keterbelahan) bumi, "huquq" (hak-hak) mengenai ancaman (wa'id), dan scbagainya ... Dalam surat Yunus yang dimulai dengan "alif lam ra" terdapat 200 kata atau lebih yang pada kata tersebut terdapat huruf "alif, lam dan ra."
Penjelasan Al-Suyuthi di atas jelas membuktikan tentang ada­nya perhatian kaum Salaf terhadap fenomena i’jaz AI-Quran. Bukan saja mengenai bayan (penjelasan), nudhum (sttuktur) dan ma ani (arti-arti kata), melainkan juga mengenai jumlah huruf dan kara-katanya. Pendapat-pendapat mereka mengenainya ditegaskan pula oleh para peneliti masa kini. Mengenai fenomena i’jaz 'adadi, secara spesifik, telah diteliti oleh Doktor Rasyad Khalifah,' Abdul Razak Naufal, dan Doktor Ali Hilmi Musa. Tentunya juga termasuk yang ada pada pembaca.

Keutamaan Bacaan Al-Qur'an




Ingatlah bahwa bagian ini luas sekali cakupannya, ia tidak mungkin dibatasi karena isinya memang banyak. Bagaimanapun, saya kemukakan sebagian besar saja atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang diringkas. Sebagian besar masalah yang saya sebutkan di dalamnya telah diketahui oleh orang-orang terkemuka ataupun mungkin orang-orang awam juga.

Justru, saya tidak menyebut dalil-dalil dalam sebagian besarnya. Antara lain karena besarnya perhatian atas mambaca Al-Quran di bulan Ramadhan terutama dalam sepuluh terakhir dan terutama pula di malam-malam yang ganjil. Antara lain sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, hari Arafah, hari Jumaat, sesudah sembahyang Subuh dan ketika malam. Hendaklah dia selalu membaca surat Yassin, Al-Waqiah da termasuk Tabarak Al-Mulk.

Masalah ke-94:

Sunah membaca dalam sembahyang Subuh pada hari Jumaat sesudah Al-Fatihah pada rakaat pertama surat Alif Lam Mim Tanziil selengkapnya. Dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Ihsaan selengkapnya. Janganlah melakukan apa yang dilakukan banyak imam masjid yang hanya membaca beberapa ayat dari masing-masing surat dengan memanjangkan bacaan. Tetapi membaca keduanya dengan sempurna dan membacanya secara perlahan-lahan dengan tartil.

Sunah membaca dalam sembahyang Jumaat pada rakaat pertama surat Al-Jumuah selengkapnya dan pada rakaat kedua surat Al-Munafiquun selengkapnya juga. Jika dia menghendaki, bisa membaca surat Al-Alaa pada rakaat pertama dan membaca Surat Al-Ghaasyiyah pada rakaat kedua.

Keduanya adalah riwayat yang sahih dari rasulullah saw Hendaklah dia tidak membatasi dengan membaca pada sebagian surat dan hendaklah melakukan apa yang kami kemukakan.

Sunah dalam sembahyang Hari Raya membaca Surat Qaaf pada rakaat pertama dan membaca surat Iqtabatis Saaatu selengkapnya pada rakaat kedua. Jika mahu, dia bisa membaca surat Al-Alaa dan Al-Ghaasyiyah. Kedua riwayat itu sahih dari Rasulullah saw dan janganlah dia membatasi pada sebagiannya.

Masalah ke-95:

Dibaca dalam dua rakaat sembahyang sunah Fajar sesudah Al-Fatihah yang pertama Qul Yaa Ayyuhal kaafiruun dan pada rakaat kedua Qul HuwAllah swtu Ahad. Jika mau, dia bisa membaca pada rakaat pertama:

(Teks Bahasa Arab)

Terjemahan: “Katakanlah (wahai orang-orang mukmin), Kami beriman kepada Allah swt dan apa yang diberitakan kepada kami…”
(QS Al-Baqarah 2:136)

Dan pada rakaat kedua:

(Teks Bahasa Arab)

Terjemahan: “Katakanlah, Whai ahli kitab, marilah kepad suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,…”
(QS Ali-Imran 3:64)

Keduanya sahih dari perbuatan Rasulullah saw Dalam sembahyang sunah Maghrib rakaat pertama, membaca Qul yaa ayyuhal kaafiruun dan rakaat kedua Qul huwAllah swtu Ahad. Dan keduanya juga dibaca dalam dua rakaat Thawaf dan dua rakaat Istikharah.

Dan dalam sembahyang witir tiga rakaat, rakaat pertama membaca Sabbihisma rabbikal alaa dan rakaat kedua Qul Yaa Ayyuhal kaafiruun serta rakaat ketiga Qul Huwallahtu Ahad dan Al-Muawwidzatain.

Masalah ke-96:

Sunah membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumaat berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri ra dan lainnya. Imam Asy-Syafii berkata dalam kitab Al-Umm, disunahkan juga membacanya pada malam Jumaat.

Dalil ini ialah riwayat Abu Muhammad Ad-Daarimi dengan isnadnya dari Abu Said Al-Khudri ra, dia berkata: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumaat. Dia diterangi cahaya antara rumahnya dan Al-Baitul Atiiq (Kaabah).”

Ad-Daarimi menyebut suatu hadits yang menganjurkan membac Surat Huud pada hari Jumaat. Diriwayatkan dari Makhul seorang tabiin yang mulia, bahwa sunah membaca Surat Ali-Imran pada hari Jumaat.

Masalah ke-97:

Disunahkan memperbanyak membaca Ayat Kursi disemua tempat dan membacanya setiap malam ketika hendak tidur dan membaca Al-Muawwidzatain setiap badal sembahyang.

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir ra, katanya:

(Teks Bahasa Arab)

Terjemahan: “Rasulullah saw menyuruhku membaca Al-Muawwidzatain setiap selesai sembahyang.”
(Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai Tirmidzi berkata: hadits hasan sahih.

Masalah ke-98:

Disunahkan ketika akan tidur membaca ayat Kursi, Qul huwAllah swtu Ahad, Al-Muawwidzatain dan akhir surat Al-Baqarah. Ini amalan yang perlu diperhatikan. Diriwayatkan berkenaan dengannya menerusi hadits-hadits sahih dari Abu Masud Al-Badri ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah dalam suatu alam maka kedua yat itu mencakupinya (melindungi)nya.”

Sejumlah pakar mengatakan, maksudnya mencukupinya dari sembahyang malam. Para ulam lainnya berkata: yaitu melindunginya dari gangguan pada malam tersebut.

Diriwayatkan dari Aisyah ra:

Terjemahan: “Bahwa Nabi saw setiap malam membaca Qul huwallahtu Ahad dan Al-Muawwidzatain.”

Kami telah mengemukakannya dalam bab meniup dengan membaca Al-Quran. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Dawud dengan isnadnya dari Ali ka, katanya: “Saya belum pernah melihat seorang berakal yang masuk Islam tidur sebelum membaca ayat Kursi.” Dan diriwayatkan dari Ali ra, katanya: “Saya belum pernah melihat orang yang berakal tidur sebelum membaca tiga ayat terakhir dari surat Al-Baqarah.” Isnadnya sahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir ra, katanya: Rasulullah saw berkata kepadaku:

Terjemahan: “Janganlah engkau biarkan malam berlalu, kecuali engkau membaca di dalamnya Qul huwallaahu Ahad dan Al-Muawwidzatain. Maka tidaklah tiba suatu malam kepadaku kecuali aku membacanya.”

Diriwayatkan dari Ibrahim An-NakhaI, katanya: “Mereka menganjurkan agar membaca surat-surat ini setiap malam tiga kali, yaitu Qul Huwallaahu Ahad dan Al-Muawwidzatain.” Isnadnya sahih berdasarkan syarat Muslim.

Diriwayatkan dari Ibrahim pula, mereka mengajari orang-orang apabila hendak tidur membaca Al-Muawwidzatain.

Diriwayatkan dari Aisyah ra:

“Nabi saw tidak tidur hingga membaca surat Az-Zumar dan Bani Israil.”
(Riwayat Tirmdizi dan dia berkata: Hadits Hasan)

Masalah ke-99:

Jika bangun setiap malam sunah membaca akhir Surat Ali-Imran dari firman Allah swt: Inna fii khalqis samaawaati wal ardhi sehingga akhir ayat.

Mengikuti riwayat yang terdapat di dalam Shahihain:

Terjemahan: “Sesungguhnya Rasulullah saw membaca akhir Surat Ali Imran apabila bangun dari tidur.”

Masalah ke-100:

Tentang apa yang dibacakan untuk orang sakit. Sunah membaca Al-Fatihah di samping orang sakit berdasarkan sabda Nabi saw dalam hadits sahih berkenaan dengan perkara tersebut: “Dari mana engkau tahu bahwa Al-Fatihah adalah ruqtah (sejenis obat dan mantera)?”

Sunah membaca Qul Huwallaahu Ahad, Qul Auudzu bi rabbil falaq dan Qul Auudzu bi rabbin Naas uantuk orang sakit dengan meniup pada kedua telapak tangan.

Hal tersebut diriwayatkan dalam Shahihain dari perbuatan Rasulullah saw yang telah dijelaskan dalam bab meniup di akhir bagian yang sebelum ini.

Diriwayatkan dari Thalhah bin Mutharif, katanya: “Jika Al-Quran dibaca di dekat orang sakit, dia merasa lebih ringan. “Pada suatu hari aku memasuki kemah seseorang yang sedang sakit”. Aku berkata: “Aku melihatmu hari ini dalam keadaan baik.” Dia berkata: “Telah dibacakan Al-Quran di dekatku.”

Diriwayatkan oleh Al-Khatib Abu Bakar Al-Baghdadi rahimahullah dengan isnadnya, bahwa Ar-Ramadi ra ketika menderita sakit, katanya: bacakan hadits kepadaku. Ini baru hadits, apalagi Al-Quran.

Masalah ke-101:

Tentang apa yang dibacakan di dekat mayat. Para ulama sahabat kami dan yang berkata, sunah membaca surat yasiin di dekatnya berdasarkan hadits Maqil bin Yasar ra bahwa Nabi saw bersabda:

“Bacakanlah surat Yasiin untuk mayatmu.”
(Riwayat Abu dawud dan NasaI, dalam Amalul Yaum wal Lailah dan Ibnu Majah dengan isnad dhaif)

Diriwayatkan oleh Mujalid dari Asy-Syabi, katanya:

“Kaum Anshor apabila hadir di dekat mayat, mereka membaca surat Al-Baqarah.”

Dan orang bernama Mujalid ini adalah shaif. Wallahualam.

Riwayat Penulisan Mushaf Al-Qur’an




Sebenarnya Kitab Al-Quran sudah mulai ditulis pada masa nabi saw sebagaimana yang tercatat dalam Mushaf-mushaf yang kita dapati dewasa ini. Bagaimanapun pada masa itu ia belum dihimpun dalam bentuk sebuah Mushaf, kecuali dihafaz dalam hati sejumlah manusia saja. Sejumlah sahabat ada yang hafaz seleruhnya dan ada pula yang hanya hafaz sebagiannya.

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq ra menjadi khalifah dan banyak penghafaz Al-Quran terbunuh, dia nimbang mereka akan meninggal dunia semua dan terjadi perselisihan berkenaan dengan Al-Quran sesudah mereka. Maka Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat ra untuk mengumpulkannya dalam sebuah Mushaf dan mereka bersetuju dengannya.

Kemudian Abu Bakar ra. menyuruh menulisnya dalam sebuah Mushaf dan menyimpannya dirumah Hafsah Ummul Mukminin ra.

Ketika Islam sudah tersebar pada masa pemerintahan Usman ra dia takut terjadi perselisihan yang menyebabkan tertinggalkan sesuatu ayat dari Al-Quran atau terjadi penambahan di dalamnya. Kemudian Usman menulis/menyalin kumpulan Al-Quran yang ada pada Hafsah dan disetujui oleh para sahabat dalam Mushaf-Mushaf dan mengirimkannya ke berbagai negeri serta menyuruh melenyapkan tulisan yang bertentangan dengan itu. Tidakan ini disetujui oleh Ali bin Abu Thalib dan para sahabat lainnya. Mudah-Mudahan Allah swt meridhoi mereka.

Nabi saw tidak menjadikannya dalam satu Mushaf karena bleiau membingkan terjadinya pertambahan dan penghapusan sebagian tulisan. Kebimbangan itu tersu berlangsung hingga wafatnya Nabi saw. Ketika Abu Bakar dan para sahabatnya lainnya merasa aman dari kebimbangan itu menghendaki pengumpulannya, maka para sahabat ra pun melakukannya.

Para ulama berlainan pendapat berkenaan dengan jumlah Mushaf yang dikirimkan Usman. Imam Abu Amrin Ad-Daani berkata, sebagian besar ulama mengatakan bahwa Usman menulis empat naskhah. Dia kirimkan sebuah maskhah ke Bashrah, sebuah ke Kufah dan sebuah ke Syam, sedangkan yang sebuah lagi disimpannya.

Abu Hatim As-Sijistani berkata: Usman menulis tujuh Mushaf. Dia kirimkan sebuah Mushaf ke Mekah, sebuah Mushaf ke Syam, sebuha Mushaf ke Yaman, Sebuah Mushaf ke Bahrain, sebuah Mushaf ke Bashrah, sebuah Mushaf ke Kufah dan sebuah Mushaf disimpannya di Madinah. Inilah ringkasan yang berkaitan dengan awal pengumpulan Mushaf.

Berkenaan dengan cara menyebut kata Al-Mushaf ada yang membaca Mushaf, ada yang membaca Mishaf dan ada yang membaca Mashaf. Pendapat yang masyhur adalah dibaca Mushaf dan Mishaf. Bacaan Mashaf disebutkan oleh Abu Jaafar An-Nahaas dan lainnya.

Masalah ke-101:

Para ulama sependapat atas anjuran menulis Muahaf-mushaf dan mengindahkan tulisannya, lalu menjelaskannya serta memastikan bentuk tulisannya. Para ulama berkata, diutamakan memberi titik dan syakal (harakat) pada Mushaf, untuk menjaga dari kesalahan dan perubahan di dalamnya. Sementara ketidaksukaan Asy-Syabi dan An-NakhaI pada titik-titik tersebut, maka keduanya tidak menyukainya pada masa itu karena takut terjadi perubahan di dalamnya. Masa itu sudah berlalu, maka tidaka ada larangan. Hal itu tidak dilarang karena merupakan sesuatu yang baru karena ia termasuk hal-hal yang baik sehingga tidak dilarang seperti mengarang ilmu, membina sekolah dan sekolah agama rakyat serta lainnya. Wallahualam.

Masalah ke-102:

Tidak bisa menulis Al-Quran dengan sesuatu yang najis dan dihukumkan makruh menulisnya di atas dinding menurut madzhab kami. Ini adalah madzhab Atha yang kami kemukakan. Telah kami kemukakan bahwa apabila di tulis di atas sepotong kayu, maka makruh membakarnya.

Masalah ke-103:

Kaum Muslimin sependapat atas wajibnya menjaga Muahaf dan memuliakannya. Para sahabat kami dan lainnya berkata, andaikata seorang Muslim mencampakkannya dalam kotoran-mudah-mudahan Allah swt melindunginya-maka pembalingnya menjadi kafir. Mereka berkata, haram menjadikannya sebagai bantal. Bahakan menjadikan kitab ilmu sebagai bantal adalah haram. Sunah berdiri menyambut Mushaf apabila diserahkan kepadanya karena berdiri untuk menyambut orang-orang terkemuka seperti para ulama dan orang-orang sholeh adalah mustahab. Maka sudah tentulah Mushaf lebih utama. Saya telah menyebutkan dalil-dalil tentang anjuran berdiri ini pada bagian lainnya.

Telah kami terima riwayat dalam Musnad Ad-Daarimi dengan isnad sahih dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Ikrimah bin Abu Jahal ra. meletakkan Mushaf di atas wajahnya dan berkata: “Kitab Tuhanku, Kitab Tuhanku.”

Masalah ke-103:

Diharamkan pergi membawa Mushaf ke negeri musuh jika ditakutkan Mushaf akan jatuh ke tangan mereka berdasarkan hadits manyhur dalam Shahihain:

(Teks Bahasa Arab)

Terjemahan: “Sesungghunya Rasulullah saw melarang pergi membawa Al-Quran ke negeri musuh.”

Diharamkan menjual Mushaf kepada orang Dzimmi. Jika dia menjualnya, maka ada dua pendapat Asy-Syafii berkenaan dengan perkara tersebut. Pendapat yang lebih sahih adalah tidak sah jual belinya, sedang pendapat kedua jual belinya sah. Dalam keadaan itu diperintahkan menghilangkan pemilikan daripadanya. Orang gila dan anak kecil yang belum  bisa membedakan (belum mumayyiz) dilarang menyentuh Mushaf supaya tidak melanggar kehormatannya. Larangan ini wajib dilakukan oleh walinya dan orang yang melihatnya.

Masalah ke-104:

Diharamkan atas seorang berhadas menyentuh Mushaf dan membawanya, sama saja membawanya dengan cara memegangnya atau dengan lainnya, sama saja dia menyentuh tulisannya, tepinya atau kulitnya. Diharamkan menyentuh wadah dan sampul serta kotak tempat Mushaf itu berada. Inilah madzhab yang terpilih. Ada orang yang berpendapat, ketiga cara ini tidak haram dan pendapat ini lemah.

Sekiranya Al-Quran ditulis pada sebuah papan, maka hukumnya sama dengan Mushaf itu sendiri, sama saja tulisannya sedikit atau banyak. Bahkan seandainya hanya sebaiah atau ayat yang ditulis untuk belajar, haram menyentuh papan itu.

Masalah ke-104:

Jika orang yang berhadas atau junub atau perempuan haid membuka lembaran-lembaran Mushaf dengan sepotong kayu atau seumpanya, maka ada dua pendapat dari para sahabat kami tentang keharusannya. Pendapat yang lebih jelas adalah bisa. Pendapat ini didukung bersama oleh para ulama Iraq sahabat kami karena dia tidak menyentuh dan tidak membawanya.

Pendapat kedua adalah haram karena dia dianggap membawa kertas dan kertas itu seperti seluruhnya. Jika dia mnggulung lengan bajunya di atas tangannya dan membalik kertas itu, maka hukumnya haram tanpa ada perselisihan. Salah seorang sahabat kami menceritakan adanya dua pendapat berkenaan dengan perkara tersebut. Pendapat yang benar adalah memastikan haramnya, sebab pembalikan kertas itu dilakukan oleh tangan, bukan lengan bajunya.

Masalah ke-105:

Jika orang yang berjunub berhadas menulis Mushaf, sedangkan dia membawa kertasnya atau menyentuhnya ketika menulis, maka hukumnya haram. Jika dia tidak membawanya dan tidak menyentuhnya, maka ada tiga pendapat berkenaan dengannya. Pendapat yang lebih sahih adalah bisa, pendapat kedua mengaramkannya. Pendapat ketiga, diharuskan bagi yang berhadas kecil dan haram bagi orang yang berjunub.

Masalah ke-106:

Jika orang yang  berhadas atau junub atau perempuan haid menyentuh atau membawa sebuah kitab fiqh atau kitab ilmu lain yang berisi ayat-ayat Al-Quran atau bersulam ayat Al-Quran atau yang uang dirham atau uang dinar berukiranayat Al-Quran atau membawa barang-barang yang di antaranya terdapat Mushaf atau menyentuh dinding atau makanan kuil atau roti yang berukiran Al-Quran, maka madzhab yang sahih adalah bisa melakukan semua ini karena ia bukan Mushaf. Terdapat satu pendapat yang mengatakan haram. Qadhi besar Abu Hasan Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Haawi berkata, bisa menyentuh baju yang bersulam Al-Quran dan tidak bisa memakainya tanpa ada perselisihan karena tujuan memakainya adalah tabarruk (mengambil berkat) dengan Al-Quran.

Pendapat yang disebutkan atau dikatakannya ini adalah lemah dan tidak seorang pun yang berpendapat seperti itu menurut pengetahuan saya. Bahkan Asy-Syeikh Abu Muhammad Al-Juwaini dan lainnya menegaskan keharusan memakainya. Inilah pendapat yang benar. Wallahualam.

Manakala Kitab tafsir Al-Quran, apabila Al-Quran yang terdapat di dalamnya lebih banyak dari lainnya, haram menyentuh dan membawanya. Kalau lainnya lebih banyak sebagaimana pada umumnya, maka ada tiga pendapat. Pedapat yang lebih shahih tidak haram. Pendapat kedua, haram. Pendapat ketiga, kalau Al-Quran di tulis dengan huruf yang kelas karena tebal atau dengan huruf merah atau lainnya, maka haram. Jika tulisannya tidak jelas, maka tidak haram.

Saya katakan: Dan haram menyentuhnya apabila sama antara keduanya.

Sahabat kami penulis kitab At-Titimmah berkata, apabila kami katakan, tidak haram, maka hukumnya makruh.

Sementara menulis hadits Rasulullah saw jika tidak terdapat ayat-ayat Al-Quran di dalamnya, tidaklah haram menyentuhnya. Pendapat yang lebih utama adalah tidak disentuh, kecuali dalam keadaan suci. Kalau terdapat ayat-ayat dari Al-Quran, tidaklah haram menurut madzhab kami, tetapi makruh. Dalam hal ini ada satu pendapat bahwa hal itu haram, yaitu yang terdapat dalam kitab-kitab Fiqh.

Sedangkan ayat yang dinasakh tilawahnya seperti rejam dan selain itu, maka tidak haram menyentuh ataupun membawanya. Para sahabat kami berkata, demikian jugalah Taurat dan Injil.

Masalah ke-107:

Jika pada suatu tempat dari badan yang bersuci terdapat najis yang tidak dimaafkan, haram atasnya menyentuh Mushaf dengan tempat yang bernajis itu tanpa ada perselisihan dan tidak haram dengan lainnya menurut madzhab yang sahih dan yang masyhur yang dikatakan oleh sebagian besar sahabat kami dan para ulama lainnya. Abdul Qasim Ash-Shaimari salah seorang sahabat kami berkata, haram. Al-Qadhi Abui Thayyib berkata, pendapat ini tertolak menurut ijmak. Kemudian menurut pendapat yang masyhur, sebagian sahabat kami mengatakan makruh. Pendapat yang terpilih adalah tidak makruh.

Masalah ke-108:

Barangsiapa tidak menemukan air, kemudian bertayamum sebagaimana dia dibenarkan melakukan tayamum, maka dia bisa menyentuh Mushaf, sama saja tayamum itu untuk sembahyang atau untuk keperluan lain yang mengharuskan tayamum. Sementara siapa yang tidak menemukan air ataupun tanah, maka dia bisa sembahyang saja dan tidak bisa menyentuh Mushaf karena dia berhadas. Kami bisakan baginya sembahyang karena darurat.

Sekiranya ada bersamanya Mushaf dan tidak menemukan orang yang bisa diamanahkannya sedang dia tidak dapat berwudhu, duharuskan baginya membawanya karena darurat. Al-Qadhi Abu Thayyib berkata, tidak wajib baginya pertayamum.

Kalau dia membimbangkan Mushaf terbakar atau tenggelam atau jatuh dalam najis atau jatuh ke tangan orang kafir, maka dia bisa mengambilnya karena darurat, meskipun dia berhadas.

Masalah ke-109:

Apakah wali dan guru wajib memaksa anak kecil yang sudah bisa membedakan (sudah mumayyiz) bersuci untuk membawa Mushaf. Terdapat dua pendapat yang masyhur berkenaan dengan perkara tersebut. Pendapat yang lebih kuat (sahih) adalah tidak wajib karena memberatkan.

Masalah ke-110:

Bisa menjual Mushaf dan membelinya dan tidak makruh pembeliannya. Adapun tentang makruhnya atas penjualannya ada dua pendapat dari tiga sahabat kami. Pendapat yang lebih kuat(sahih) sebagaimana disebutkan oleh Asy-Syafii adalah makruh. Mereka yang berpendapat tidak makruh menjual dan menjual dan membelinya ialah Hasan Al-Bashri, Ikrimah dan Al-Hakam bin Uyainah.

Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Sebagian ulam tidak menyukai penjualan dan pembeliannya. Ibnu Mundzir menceritakannya dari Alqamah, Ibnu Sirin, An-NakhI, Syuraih, Masruq dan Abdullah bin Zaid. Diriwayatkan dari Umar bin Abu Musa Al-Asyari adanya larangan keras menjualnya.

Sebagian ulama mengharuskan pembeliannya dan tidak menyukai penjualannya. Ibnu Mundzir menceritakan dari Ibnu Abbas, Said bin Jubair, Ahmad bin Hanval dan Ishaq bin Rahawaih. Wallahualam

Wassalam