Rabu, 31 Oktober 2012

Hajat Sasih di Kampung Naga

Oleh : AM. Bambang Prawiro, MEI



Islam adalah agama universal, ia tidak tersekat oleh ruang-ruang sempit kebudayaan Arab atau Persia. Syariat-syariatnya akan senantiasa selaras dengan kondisi sosial kebudayaan manusia kapan saja dan di mana saja. Maka, ketika Islam dihadapkan pada sistem budaya yang jauh berbeda dengan induk semangnya, ia memberikan tempat bagi budaya tersebut untuk mengisi ruang-ruang yang selaras dengan esensi dari ajarannya. Pemberian ruang gerak bagi budaya lain juga tercermin dari Kaidah Fiqhiyyah yang telah dirumuskan oleh cendekiawan muslim yang terkenal dengan asas “Al-Adah Muhakammah” yaitu Adat kebiasaan menjadi bagian dari hukum Islam. (As-Suyuti : 1989)
Hal inilah yang mendasari penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia disambut secara baik oleh berbagai sistem kebudayaan yang ada. Bukti-bukti yang menguatkan hal ini adalah manakala Islam masuk ke Indonesia dengan konsep ajaran yang ramah terhadap budaya local, Islam telah memesona masyarakat Indonesia hingga mereka berbondong-bondong menerimanya. Tanpa meninggalkan esensi dari ajarannya, Islam telah melebur ke dalam budaya Indonesia hingga munculah Islam dengan citarasa Indonesia (Islam Lokal). Lebih jauh lagi Islam telah masuk dan berdialog dengan suku-suku bangsa yang ada di Indonesia dari Sabang di bagian barat hingga Merauke di ujung timur, hamper tida ada satu suku-pun di Indonesia yang tidak mengenal, menerima dan membaurkan Islam dengan budaya lokal mereka. (Soerjanto Poespowardojo : 1986)
Di antara suku bangsa di Indonesia yang telah lama bersentuhan dengan Islam adalah suku Sunda di Jawa bagian barat. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau jawa yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah. Di provinsi ini hampir terdapat barbagai suku bangsa yang ada di Indonesia. Suku Sunda menempati prosentase 65% sebagai penduduk asli dari berbagai suku yang ada di provinsi ini.Berbagai pandangan mengatakan bahwa suku Sunda menganut beragam kepercayaan (agama) diantaranya : Agama Sunda Wiwitan, dan agama Mei Kartawinata, yang sangat memegang teguh ajaran leluhurnya. Seperti halnya mengagungkan Dewi Sri. Salah satu tradisi yang mencerminkan terhadap adanya kepercayaan dan penghormatan terhadap tokoh Dewi Sri, dapat dilihat dalam sikap dan perlakuan masyarakat agraris Jawa dan Sunda terhadap padi.
Dari beberapa literature yang ada menunjukan bahwa Islam telah masuk ke Tatar Sunda pada abad ke-14 dengan berdirinya pesantren Syeh Quro  di Karawang. Selanjutnya, Islamisasi dilakukan oleh, Kesultanan  Banten dan Cirebon.  Kerajaan/Kesultanan Cirebon didirikan pada tahun 1482 oleh Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. (Nina Lubis : 2003)
Pertemuan antara Islam dan budaya Sunda melahirkan satu corak keislaman lokal yang sangat unik. Keunikannya terletak pada harmoni antara Islam dan budaya lokal yang teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka, khususnya pada perayaan-perayaan keagamaan. Terjadi proses saling menerima, mengisi dan melengkapi antara Islam dengan budaya Sunda hingga muncul istilah Sunda Islam yaitu Islam dengan citarasa kesundaan.   
Di antara komunitas sub-kultur Sunda yang memiliki keunikan Islam lokal adalah masyarakat yang tinggal di Kampung Naga Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebuah gambaran harmoni Islam dan budaya lokal yang sangat unik, dimana hingga kini masih dapat kita saksikan mereka telah memeluk agama Islam namun tida meninggalkan jati diri mereka sebagai Urang Sunda. Berbagai perayaan dan upacara keagamaan oleh masyarakat Kampung Naga dijadikan ritual sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus ibadah kepada Tuhan. Bentuk perayaan tersebut sejatinya telah dilaksanakan secara turun-temurun sejak leluhur mereka dahulu, bahkan sebelum mereka mengenal agama Islam. Hingga ketika Islam masuk ke Kampung Naga mereka menjadikan Islam sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Darigama dan Adat Sunda. (Wawancara Kuncen Kampung Naga Bapak Ade Suherlin : 2012)
Beberapa perayaan keagamaan yang syarat dengan harmoni Islam dan budaya Sunda yang ada di Kampung Naga diantaranya adalah :
1.      Menyepi setiap hari Selasa, Rabu dan Kamis
2.      Perayaan Kelahiran Anak
3.      Perayaan Khitanan
4.      Perayaan Pernikahan
5.      Perayaan Kematian
6.      Perayaan Hajat Sasih setiap dua bulan sekali
Perayaan Hajat Sasih merupakan perayaan terbesar di Kampung Naga yang hingga saat ini masih dilaksanakan secara rutin setiap dua bulan sekali.

Kampung Naga : Awal Perkenalan

Oleh : Abu Aisyah


Mendengar nama Kampung Naga, terpikir dalam benak saya adalah satu kampung yang dihuni oleh seekor Naga atau minimal memiliki dongeng tentang Naga, seekor ular raksasa dengan empat kaki berkuku tajam dan semburan api dari mulutnya. Namun dari beberapa literatur yang saya baca dan hasil bertanya dengan beberapa teman yang berasal dari wilayah Jawa Barat khususnya wilayah Bandung, Sumedang, Tasik, dan Garut diketahui ternyata Kampung Naga adalah sebuah kampung adat yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan hingga kini masih tetap eksis memegang teguh adat istiadatnya.
Dari berita-berita yang saya dapatkan dalam bentuk potongan-potongan yang tidak utuh menjadikan rasa penasaran saya muncul untuk mengetahui lebih jauh tentang Kampung Naga. Rasa penasaran ini semakin terpatri dalam hati ketika saya mulai terjun ke dunia penelitian kurang lebih lima tahun lalu. Kebetulan obyek penelitian saya berkenaan dengan akulturasi Islam dan budaya lokal. Penelitian pertama saya mengenai Akulturasi Islam dan Budaya Jawa, kemudian Seren Taun Guru Bumi : Harmoni Islam dan Budaya Sunda, Kampung Urug : Dialog Islam dan Sunda Wiwitan, Bedug sebagai Media Informasi dan Komunikasi Masyarakat Pasundan, dan beberapa penelitian yang berkenaan dengan hubungan Islam dengan budaya lokal khususnya Jawa dan Sunda.
Dari beberapa penelitian tersebut, saya memiliki azzam untuk dapat meneliti seluruh komunitas adat yang ada di Tatar Sunda pada khususnya dan wilayah lainnya di seluruh Indonesia pada umumnya. Tentu saja pertimbangan geografis menjadi alas an kenapa memilih wilayah Pasundan. Hal ini pulalah yang semakin menguatkan keinginan saya untuk datang ke Kampung Naga guna mengetahui keunikan adat istiadatnya.
Pucuk Dicinta Ulampun Tiba, sebuah pepatah yang sangat sesuai dengan keadaan saya saat itu. Kebetulan saya mengajukan proposal penelitian untuk mengikuti Short Course Metodologi Etnografi yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia dan Alhamdulillah, Proposal tersebut diterima dan saya bisa mengikuti short course tersebut kemudian akhirnya bisa mengunjungi Kampung Naga.
Kunjungan saya untuk pertama kalinya ke Kampung Naga adalah dalam rangka survey lapangan sebagai persiapan tugas akhir short course. Berangkat dari Tasikmalaya dengan teman-teman peserta short course menjadikan kunjungan perdana ini membawa kesan sangat mendalam. Pertama kali menginjakkan kaki di area parkir Kampung Naga saya disambut oleh para pemandu wisata dengan pakaian dan ikat kepala khas Kampung Naga, mereka sangat ramah dan memiliki dialek khas yang menambah minat saya terhadap Kampung Naga. Baru berjalan beberapa langkah, sebuah Tugu Kujang Pusaka berdiri kokoh menyambut setiap tamu yang datang. Sempat terbersit dalam benak saya kenapa harus Tugu Kujang Pusaka? Pertanyaan itu saya simpan dan menjadi PR untuk ditanyakan kepada para pemangku adat di Kampung Naga.
Kesan pertama mengunjungi Kampung Naga begitu menggoda, oleh karena itu tanpa ragu-ragu saya memutuskan untuk mengambil tema penelitian tentang Perayaan Hari Raya Idhul Adha di Kampung Naga. Tema ini saya pilih karena dekatnya waktu penelitian dengan hari raya tersebut serta pertimbangan bahwa hari raya Idhul Adha adalah hari raya yang berasal dari khazanah budaya Islam. Pertanyaan yang akan menjadi fokus penelitian adalah bagaimana perayaan hari raya Idhul Adha di Kampung Naga? Apakah sama dengan perayaan di wilayah lainnya? Apakah terjadi akulturasi dalam perayaan ini? Namun setelah melakukan wawancara dengan para pemangku adat di Kampung Naga serta diskusi dengan teman-teman short course akhirnya saya menambahkan tema penelitian tersebut dengan perayaan ritual Hajat Sasih lengkapnya adalah Studi Etnografi Perayaan Hari Raya Idhul Adha dan Hajat Sasih di Kampung Naga.
Namun lagi-lagi setelah wawancara dan meminta pendapat dari Kuncen Kampung Naga serta masukan dari pembimbing penelitian Prof. DR. Heddy Shri Ahimsa, MA, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan penelitian hanya pada Ritual Hajat Sasih di Kampung Naga. Beberapa pertimbangan kenapa saya mengambil tema ini adalah karena Ritual Hajat Sasih merupakan ritual kuno yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Naga secara turun-temurun sejak awal berdirinya kampung ini.
Jika mengutip pendapat Bapak Ade Suherlin sebagai Kuncen Kampung Naga maka sesungguhnya ritual Hajat Sasih telah dilaksanakan jauh sebelum kedatangan Islam. Maka ketika Islam masuk ke Kampung Naga dan masyarakat Kampung Naga menerima Islam, ritual ini masih tetap dipertahankan. (Wawancara dengan Kuncen Kampug Naga Bapak Ade Suherlin)  Dari pertemuan antara Islam dan budaya lokal inilah kemudian terjadi dialog, akulturasi dalam bentuk saling memberi dan menerima sehingga terjadi satu harmoni di antara keduanya.
Harmoni yang terjadi antara Islam dan budaya lokal didasarkan pada sifat dari keduanya yang terbuka dalam menerima budaya asing. Islam sebagai agama universal memiliki sifat senantiasa adoptif dengan kondisi sosial kebudayaan manusia kapan saja dan di mana saja. Sehingga ketika Islam dihadapkan pada sistem budaya yang jauh berbeda dengan induk semangnya, ia memberikan tempat bagi budaya tersebut untuk mengisi ruang-ruang yang selaras dengan esensi dari ajarannya. Pemberian ruang gerak bagi budaya lain juga tercermin dalam Kaidah Fiqhiyyah yang telah dirumuskan oleh para ahli hukum Islam yang dikenal dengan asas “Al-Adah Muhakammah” yaitu Adat kebiasaan bisa dijadikan bagian dari hukum Islam. (As-Suyuti : 1989). Budaya lokal di Kampung Naga yang dalam hal ini adalah budaya Sunda juga memiliki sifat yang sama, ia dengan mudah menerima unsur kebudayaan lain selama selaras dengan nilai-nilai dasar yang dimiliknya.
Dari wawancara yang saya lakukan dengan Punduh Adat Kampung Naga diperoleh informasi bahwa Ritual Hajat Sasih dilaksanakan sebanyak enam kali dalam satu tahun. Di antaranya adalah setelah pelaksanaan shalat Idhul Fitri dan Idhul Adha, penetapan kedua hari raya tersebut di Kampung Naga didasarkan kepada keputusan yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia. Penetapan ini didasarkan pada nilai filosofi yang mereka anut yaitu Darigama, nilai filosofi ini adalah berupa ketaatan terhadap hukum-hukum yang dibuat oleh pemerintah. (Wawancara dengan Punduh Kampung Naga Bapak Maun). 

Bukan Sibuk Tapi Terjadwal


Oleh : Abdurrahman



Sudah hampir sebulan blog ini tidak diisi-isi, tentu saja bukan karena malas atau sudah mulai bosan dengan dunia blog. Alasan sibuk enggak terlalu juga sih, yang pasti lebih banyak hal lain yang tidak memungkinkan untuk memposting tulisan. Mau tahu? Ini alasan saya kenapa lama tidak posting tulisan :
1.       Jaringan internet di rumah sudah hampir sebulan ini tidak aktif
2.       Acasra Short Course Etnografi yang berlangsung kurang lebih dua bulan memaksa saya untuk keluar kota
3.       Note Book saya error sudah dua kali, sementara komputer di rumah baru saja diinstal itupun belum nemu software untuk sound-nya
4.       Kegiatan kampus yang cukup padat... (ini bukan alasan utama)
5.       Kalau on line paling di warnet jadi ribet banget kalau harus posting tulisan
Sepertinya lima alasan itu sudah cukup untuk membuktikan kalau saya bukan sok sibuk tapi terjadwal,...cie.... tapi yang pasti ke depan saya inginnya blog ini bisa menjadi tempat curha t saya. Ada banyak hal yang ingin saya sampaiakan, dari hal-hal paling menyenangkan dengan prestasi saya selama ini hingga saat-saat sedih ketika harus berpisah dengan seseorang...uhukuk...uhuk.... saya orangnya emang agak-agak melankolis githu jadi kadang cepet sedih... nah loh khan jadi curhat kaya gini....
Oke deh buat teman-teman semua saya harapkan tetap semangat untuk ngeblog and menulis, tulislah semua hal yang bisa bermanfaat untuk diri sendiri ataupun orang lain. Sampai tulisan ini dibuat note book saya masih error dan belum bias pulih... terakhir mohon doa restunya ya... rencana 05-08 November ini saya mau berangkat ke Malaysia ada kegiatan Konferensi Internasional tentang Dunia Islam Melayu.... semanta semoga semua teman-teman sehat wal afiat.... Keep Istiqamah.