Senin, 31 Desember 2012

Sejarah Piagam Madinah

Piagam Madinah atau dalam bahasa aslinya Ash-Shahifah Al-Madinah adalah sebuah perjanjian yang telah dirumuskan oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam untuk mengatur hubungan antara warga masyarakat di Madinah yaitu dari kalangan Muslim, Nasrani dan Yahudi. Riwayat tentang piagam ini dicatat oleh Ibnu Ishaq dalam kitabnya, ia menyebutkan mengenai Piagam Madinah: “Utusan Tuhan (Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam) telah menuliskan suatu ‘piagam’ di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor, yang memuat juga akan perjanjian dengan kaum Yahudi, mengakui dan melindungi akan agama mereka dan harta benda mereka.”
Mengenai kronologi pembuatan Piagam Madinah disebutkan oleh Dr. Muhammad Jamaludin Sarur dalam bukunya “Qiamud Daulah Al Arabiyah Al Islamiyah”, ia menyebutkan: “Sesudah pasti tempat kediaman Nabi di Madinah, maka beliau lalu berfikir membuat suatu peraturan (nizham) untuk kehidupan umum. Piagam ini diharapkan akan menjadi sendi bagi pembentukan persatuan bagi segenap warganya (penduduk).
Dilihat dari sejarah, terbentuknya Piagam Madinah bermula pada pertemuan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dengan enam orang dari suku Khajraj, Yatsrib di Aqabah, Mina yang datang ke Mekah untuk menunaikan haji. Selanjutnya, keenam tamu dari Yatsrib itu masuk Islam; bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kepada Nabi mereka menceritakan keadaan Yatsrib, bahwa kehidupan di sana selalu diresahkan dengan permusuhan antargolongan dan antar suku, khususnya suku Khajraj dan suku Aus, dan mereka mengharapkan semoga Allah mempersatukan golongan-golongan dan suku-suku yang selalu bertikai itu melalui perantaraan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam. Kemudian mereka berjanji untuk mengajak penduduk Yatsrib lainnya masuk Islam.
Kemudian pada musim haji tahun kedua belas kenabian datang dua belas orang laki-laki penduduk Yatsrib menemui Nabi di Aqabah. Mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan muhammad adalah utusan Allah. Selain itu mereka juga berjanji kepada Nabi bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, berbuat zina, tidak akan berbohong dan tidak akan mengkhianati Nabi. Bai’at ini selanjutnya disebut dengan Bai’at Aqabah Pertama.
Pada tahun selanjutnya tujuh puluh orang Yatsrib yang telah masuk Islam berkunjung ke Mekkah. Mereka mengundang Nabi untuk berhijrah ke Yatsrib dan mereka menyatakan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam adalah nabi mereka dan pemimpin mereka. Pertemuan ini juga dilaksanakan di Aqabah. Di tempat itu mereka mengucapkan baiat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, dan akan membela Nabi sebagaimana mereka membela anak dan isteri mereka. Dalam pada itu, Nabi juga akan memerangi musuh-musuh yang mereka perangi dan bersahabat dengan sahabat-sahabat mereka. Nabi dan mereka adalah satu. Baiat ini dikenal dengan Bai’at Aqabah Kedua. Oleh kebanyakan pemikir politik Islam, dua bai’at itu, Bai’at Aqabah Pertama dan Bai’at Aqabah Kedua, disebut sebagai batu-batu pertama dari bangunan negara Islam. Berdasarkan dua baiat itu maka Nabi menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk hijrah ke Yatsrib pada akhir tahun itu juga, dan beberapa bulan kemudian nabi hijrah menyusul mereka.
Ada tiga hal yang mendasar yang menjadi pokok pemikiran Nabi sehingga muncul Piagam Madinah, Pertama: Ketika Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam datang ke Madinah, beliau mengetahui bahwa pihak Quraisy tidak akan membiarkan hidup dengan tenang di sana dan akan melakukan apa pun  menghancurkannya beserta pengikutnya. Oleh karena itu beliau meningkatkan kewaspadaan untuk memperkuat sistem pertahanan Yatsrib, Madinah, sehingga siapapun yang memeluk agama Islam akan merasa aman dan selamat di kota tersebut. Pertimbangan ini memperoleh prioritas tinggi dan merupakan dasar kebijaksanaan pertahanan pada tahun-tahun berikutnya. Kesiapan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam ini didasarkan pada kenyataan yang terbukti benar.
Nabi Muhammad dan para sahabat belum bisa tenang di Madinah ketika kaum Quraisy memulai suatu gangguan dan perampokan dan mengancam sama sekali untuk menghancurkan mereka. Mereka juga berkomplot dengan orang Yahudi dan orang Munafik dan menuntut pengusiran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dari kota mereka. Abu Jahal bahkan menulis surat kepada Abdullah bin Ubay pemimpin kaum munafik di Madinah, untuk membunuh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dan mengusirnya dari kota tersebut, atau mereka datang dan menghancurkan Abdullah bin Ubay sekalian dengan Nabi Muhammad. Karena itu, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam melakukan tindakan pengamanan dan pertahanan Madinah melawan musuh dari luar dan dalam. Nabi Muhammad membuat rencana pertahanan yang efektif bagi Madinah, baik untuk menghadapi serangan dari luar maupun menghadapi subversi dari dalam.
Kedua: Sebagai pendatang, kaum Muhajirin datang ke Madinah dan meninggalkan harta bendanya di Mekah. Mereka tidak memiliki sumber pendapatan dan hidup amat miskin serta kelaparan. Oleh karena itu, Nabi mendirikan suatu pakta persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshor, dan menurut kesepakatan tersebut mereka menjadi saudara dalam kepercayaan. Kesepakatan ini akhirnya mengubah ikatan timbal balik menjadi suatu ikatan darah dan persaudaraan yang sebenarnya. Dengan demikian timbullah persaudaraan yang murni antara kaum Anshar dan Muhajirin yang mengikat semua orang Muslim menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan kuat.
Ketiga: Kota Madinah mempunyai penduduk Yahudi yang besar jumlahnya, yang tinggal di dalam kota di berbagai benteng suku yang terpencar dan terlindung. Dari sudut pandang militer perlu dicapai suatu bentuk perjanjian dengan mereka untuk mempertahankan kota bersama-sama. Menyadari hal ini, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam merundingkan suatu persetujuan dengan Yahudi, dan ini dianggap sebagai satu dokumen politik terbesar dalam sejarah. Perjanjian tersebut juga dapat dianggap sebagai sumbangannya yang terbaik dan termulia pada konsep kebebasana manusia. Perjanjian tersebut benar-benar satu piagam kebebasan bagi Yahudi dan warga Madinah lainnya. Piagam Madinah mencakup perjanjian tiga pihak yaitu Muhajirin, Anshar dan orang-orang Yahudi pada pihak lainnya. Piagam ini menjamin hak sosial maupun hak beragama orang Yahudi dan Muslimin dan menetapkan tugas mereka.  Piagam ini sesungguhnya mengukuhkan status keagamaan, sosial dan politik orang Yahudi dalam masyarakat.
Teks Piagam Madinah dapat kita rujuk dalam buku-buku sirah dan tarikh karya para ulama terdahulu. Piagam ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibn Hisyam (w. 213 H) dan Ibn Ishaq (w. 151 H), dua penulis muslim yang mempunyai nama besar dalam bidangnya. Menurut penelitian Ahmad Ibrahim al-Syarif, tidak ada periwayat lain sebelumnya selain kedua penulis di atas yang meriwayatkan dan menuliskannya secara sistematis dan lengkap. Meskipun demikian, tidak diragukan lagi kebenaran dan keotentikan piagam tersebut, mengingat gaya bahasa dan penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini setaraf dan sejajar dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan historis zaman itu. Keotentikan Piagam Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwa dokumen piagam tersebut, yang secara umum diakui keotentikannya, tidak mungkin dipalsukan dan ditulis pada masa Umayyah dan Abbasiyah yang dalam kandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam kesatuan ummah.
Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan penelitian terhadap beberapa karya tulis yang memuat Piagam Madinah, bahwa ada sebanyak 294 penulis dari berbagai bahasa. Yang terbanyak adalah dalam bahasa Arab, kemudian bahasa-bahasa Eropa. Hal ini menunjukkan betapa antusiasnya mereka dalam mengkaji dan melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi. Dalam teks aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak terdapat pasal-pasal. Pemberian pasal-pasal sebanyak 47 itu baru kemudian dilakukan oleh A.J. Winsick dalam karyanya Mohammed en de joden te Madina, tahun 1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra semit. Melalui karyanya itu, Winsick mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat yang menekuni studi Islam. Sedangkan pemberian bab-bab dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad yang membaginya menjadi 10 bab.
Disebut piagam karena isinya mengakui hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berpendapat, dan kehendak umum warga madinah supaya keadilan terwujud dalam kehidupan mereka, mengatur kewajiban-kewajiban kemasyarakatan dan kesatuan semua warga dan prinsip-prinsip untuk mengatur kepentingan umum dan dasar-dasar sosial politik yang bekerja untuk membentuk suatu masyarakat dan pemerintahan sebagai wadah persatuan penduduk madinah yang majemuk tersebut. Baik disebut sebagai “perjanjian” ataupun “piagam “ dan kontittusi bentuk dan muatan shahifat dapat mencakup semua pengertian ketiga istilah tersebut. Artinya kandungan shahifat itu dapat mencakup semua pengertian ketiga istilah tersebut, sebab ia adalah dokumen perjanjian persahabatan antara Muhajirin, Anshor dan Yahudi dan sekutunya bersama Nabi yang menjamin hak-hak mereka, menetapkan kewajiban-kewajiban mereka dan memuat prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental yang bersifat mengikat untuk mengatur pemerintahan dim bawah pimpinan Nabi.
Piagam Madinah disebut sebagai konstitusi karena merupakan aturan dasar dalam sebuah kehidupan bermasyarakat. Konstitusi menurut Budiarjo adalah suatu piagam menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasa organisasi kenegaraan suatu bangsa, di dalamnya terdapat berbagai aturan pokok yang berkaitan dengan kedaulatan, pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga Negara, cita-cita dan ideology Negara, masalah ekonomi dan sebagainya. Namun mengenai unsur ketetapannya tidak ada keseapakatan di kalangan para ahli. Unsur-unsur yang lebih luas dikemukakan oleh Budiardjo yaitu ketentuan tentang organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislative, eksekutif, yudikatif, tentang hak asasi manusia, tentang prosedur mengubah undang-undang dasar, tentang cita-cita rakyat dan asas ideology Negara.
Dari keterangan tersebut maka suatu konstitusi adalah himpunan peraturan-peraturan pokok mengenai penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu masyarakat yang berkaitan dengan organisasi Negara, kedaulatan Negara dan pembagian kekuasaan antara bidang-legislatif eksekutif dan yudikatif, hak-hak  dan kewajiban rakyat dan pemerintah dan di bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya, cita-cita dan ideology Negara. Berdasarkan hal tersebut, maka harus diakui bahwa Piagam Madinah tidak dapat memenuhinya secara sempurna, karena di dalamnya tidak dapat ditemui penjelasan tentang pembagian kekuasaan antara badan legislative, eksekutif dan yudikatif. Tetapi ia menetapkan adanya pemegang hukum tertinggi. Tetapi ia dapat disebut sebagian konstitusi , karena cita-cita lain dapat ia penuhi yaitu ia dalam bentuk tertulis, mengenai dasar organisasi pemerintahan masyarakat madinah sebagai suatu umat, adanya kedaulatan Negara yang dipegang oleh Nabi dan adanya ketetapan prindsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental, yaitu mengakui kebisaan-kebisaaan masyarakat madinah. Mengakui hak-hak mereka dan menetapkan kewajiban-kewajiban madinah. Ia bercita-cita mewujudkan persatuan dan kesatuan semua golongan menjadi satu umat yang bermoral, menjunjung tinggi hukum dan keadilan atas dasar iman dan taqwa. Jadi shahifat atau  Piagam Madinah tersebut berkedudukan sebagai kontitusi yang mengatur seluruh kehidupan masyarakat madinah yang majemuk sehingga dapat dikatakan sebagian sebuah Negara dengan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam  sebagai pemimpinnya.
         Penggolongan Piagam Madinah sebagai konstitusi baru lahir setelah ilmu yang mempelajari tentang hukum mulai lebih berkembang sejak masa Renaissance di Eropa sampai masa kini. Berikut ini adalah beberapa definisi konstitusi dari berbagai sumber.
1.      Constitution: law determining the fundamental political principles of a government ‘Konstitusi: hukum yang menetapkan prinsip-prinsip politik fundamental dari sebuah pemerintahan’. (http://www.thefreedictionary.com/constitution)
2.      Kostitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998)
3.      “Konstitusi” (“Dustur”): undang-undang yang menentukan bentuk negara, mengatur sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang badan-badan pemerintahan. “Undang-undang” (“i]Qanun[/i]”): ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan mempunyai kekuatan yang mengikat dalam mengatur hubungan sosial masyarakat.
Dengan mengacu pada definisi “konstitusi” yang telah dituliskan dan dibandingkan dengan isi dari Piagam Madinah, dapat disimpulkan bahwa Piagam Madinah adalah sebuah konstitusi yang mendasari penyelenggaraan sebuah negara-kota yang bernama Madinah. Komponen bentuk negara terlihat pasal 2 (didasarkan pada pembagian pasal oleh A.Guillaume dalam bukunya The Life of Muhammad) yang menjelaskan Madinah adalah negara di suatu wilayah unik dan spesifik. Dalam pasal-pasal berikutnya maupun berdasarkan pada dokumen-dokumen tertulis tentang praktek Piagam Madinah, dapat dianalisis bahwa Madinah adalah negara berstruktur federal dengan otoritas terpusat. Praktek bentuk federasi mini ini adalah membagi Madinah dalam 20 distrik yang masing dipimpin oleh seorang naqib, kepala distrik, dan ‘arif, wakilnya.

Biografi Fatimah Az-Zahra

Oleh : Aulani Fardina

Catatan : Dalam membaca tulisan ini mohon diperhatikan karena sumbernya sangat bisa untuk dikritisi..

Fatimah dilahirkan pada hari Jumat, 20 Jumadil akhir di Mekkah, tahun kelima setelah kerasulan Nabi Muhammad, atau sekitar tahun 614 M (menurut tradisi Syi'ah) atau tahun 606 M (menurut Sunni). Tempat beliau dilahirkan ialah di rumah ayah dan ibunya. Fatimah, Pemimpin wanita pada masanya ini adalah putri ke 4 dari anak anak Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fathimah yang mendekati tahun ke 5 sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’abah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya beliau mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah. Kelahiran Fahimah disambut gembira oleh Rasulullahu SAW dengan memberikan nama Fathimah dan julukannya Az-Zahra (bunga), sedangkan kunyahnya (nama alias/ nama samaran) adalah Ummu Abiha (Ibu dari bapaknya). Fathimah putri yang mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan Fathimah juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya.sampai cobaan yang berat dengan meninggalnya ibunya Khadijah. Fathimah sangat sedih dengan kematian ibunya.
Fatima Az-Zahra si cantik dilahirkan delapan tahun sebelum Hijrah di Mekkah dari Khadijah, istri Nabi yang pertama. Fatimah ialah anak yang keempat, sedang yang lainnya: Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum. Fatimah dibesarkan di bawah asuhan ayahnya, guru dan dermawan yang terbesar bagi umat manusia. Tidak seperti anak-anak lainnya, Fatimah mempunyai pembawaan yang tenang dan perangai yang agak melankolis. Badannya yang lemah, dan kesehatannya yang buruk menyebabkan ia terpisah dari kumpulan dan permainan anak-anak. Ajaran, bimbingan, dan aspirasi ayahnya yang agung itu membawanya menjadi wanita berbudi tinggi, ramah-tamah, simpatik, dan tahu mana yang benar.
            Fatimah, yang sangat mirip dengan ayahnya, baik roman muka maupun dalam hal kebiasaan yang saleh, adalah seorang anak perempuan yang paling disayang ayahnya dan sangat berbakti terhadap Nabi setelah ibunya meninggal dunia. Dengan demikian, dialah yang sangat besar jasanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibunya. Pada beberapa kesempatan Nabi Muhammad SAW menunjukkan rasa sayang yang amat besar kepada Fatimah. Suatu saat Beliau berkata, "O... Fatimah, Allah tidak suka orang yang membuat kau tidak senang, dan Allah akan senang orang yang kau senangi." Juga Nabi dikabarkan telah berucap: "Fatimah itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga."Aisyah, istri Nabi tercinta pernah berkata, "Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok probadi yang lebih besar dari pada Fatimah, kecuali kepribadian ayahnya."Atas suatu pertanyaan, Aisyah menjawab, "Fatima-lah yang paling disayang oleh Nabi."

Pernikahan Fatimah binti Rasulillah SAW
Pada suatu hari di Madinah, ketika Nabi Muhammad berada di masjid sedang dikelilingi para sahabat, tiba-tiba anaknya tercinta Fatimah, yang telah menikah dengan Ali (prajurit utama Islam yang terkenal) datang pada Nabi. Dia meminta dengan sangat kepada ayahnya untuk dapat meminjam seorang pelayan yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugas pekerjaan rumah. Dengan tubuhnya yang ceking dan kesehatannya yang buruk, dia tidak dapat melaksanakan tugas menggiling jagung dan mengambil air dari sumur yang jauh letaknya, di samping juga harus merawat anak-anaknya.
Nabi tampak terharu mendengar permohonan si anak, tapi sementara itu juga Beliau menjadi agak gugup. Tetapi dengan menekan perasaan, Beliau berkata kepada sang anak dengan sinis, "Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan seorang pun di antara mereka yang terlibat dalam pengabdian 'Ashab-e Suffa. Sudah semestinya kau dapat menanggung segala hal yang berat di dunia ini, agar kau mendapat pahalanya di akhirat nanti." Anak itu mengundurkan diri dengan rasa yang amat puas karena jawaban Nabi, dan selanjutnya tidak pernah lagi mencari pelayan selama hidupnya.
Abu Bakar dan Umar keduanya berusaha agar dapat menikah denga Fatimah, tapi Nabi diam saja. Ali yang telah dibesarkan oleh Nabi sendiri, seorang laki-laki yang padanya tergabung berbagai kebajikan yang langka, bersifat kesatria dan penuh keberanian, kesalehan, dan kecerdasan, merasa ragu-ragu mencari jalan untuk dapat meminang Fatimah. Karena dirinya begitu miskin. Tetapi akhirnya ia memberanikan diri meminang Fatimah, dan langsung diterima oleh Nabi. Ali menjual kwiras (pelindung dada dari kulit) miliknya yang bagus. Kwiras ini dimenangkannya pada waktu Perang Badar. Ia menerima 400 dirham sebagai hasil penjualan, dan dengan uang itu ia mempersiapkan upacara pernikahannya. Upacara yang amat sederhana. Agaknya, maksud utama yang mendasari perayaan itu dengan kesederhanaan, ialah untuk mencontohkan kepada para Muslim dan Muslimah perlunya merayakan pernikahan tanpa jorjoran dan serba pamer.
Fatimah hampir berumur delapan belas tahun ketika menikah dengan Ali. Sebagai mahar dari ayahnya yang terkenal itu, ia memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung. Kepada putrinya Nabi berkata, "Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan."
Kehidupan perkawinan Fatimah berjalan lancar dalam bentuknya yang sangat sederhana, gigih, dan tidak mengenal lelah. Ali bekerja keras tiap hari untuk mendapatkan nafkah, sedangkan istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti. Fatimah di rumah melaksanakan tugas-tugas rumah tangga; seperti menggiling jagung dan mengambil air dari sumur.              Pasangan suami-istri ini terkenal saleh dan dermawan. Mereka tidak pernah membiarkan pengemis melangkah pintunya tanpa memberikan apa saja yang mereka punyai, meskipun mereka sendiri masih lapar.Sifat penuh perikemanusiaan dan murah hati yang terlekat pada keluarga Nabi tidak banyak tandingannya. Di dalam catatan sejarah manusia, Fatimah Zahra terkenal karena kemurahan hatinya.
            Pada suatu waktu, seorang dari suku bani Salim yang terkenal  dalam praktek sihir datang kepada Nabi, melontarkan kata-kata makian. Tetapi Nabi menjawab dengan lemah-lembut. Ahli sihir itu begitu heran menghadapi sikap luar biasa ini, hingga ia memeluk agama Islam. Nabi lalu bertanya: "Apakah Anda berbekal makanan?" Jawab orang itu: "Tidak." Maka, Nabi menanyai Muslimin yang hadir di situ: "Adakah orang yang mau menghadiahkan seekor unta untuk tamu kita ini?" Mu'ad ibn Ibada menghadiahkan seekor unta. Nabi sangat berkenan hati dan melanjutkan: "Barangkali ada orang yang bisa memberikan selembar kain untuk penutup kepala saudara seagama Islam?. Kepala orang itu tidak memakai tutup sama sekali. Sayyidina Ali langsung melepas serbannya dan menaruh di atas kepala orang itu. Kemudian Nabi minta kepada Salman untuk membawa orang itu ke tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, karena dia lapar. Salman membawa orang yang baru masuk Islam itu mengunjungi beberapa rumah, tetapi tidak seorang pun yang dapat memberinya makan, karena waktu itu bukan waktu orang makan.
 Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatimah, dan setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air mata berlinang, putri Nabi ini mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu enggan menolak seorang tamu, dan tuturnya: "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar tanpa memberinya makan sampai kenyang."
Fatimah lalu melepas kain kerudungnya, lalu memberikannya kepada Salman, dengan permintaan agar Salman membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk ditukar dengan jagung. Salman dan orang yang baru saja memeluk agama Islam itu sangat terharu. Dan orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati putri Nabi, dan ia juga memeluk agama Islam dengan menyatakan bahwa Taurat telah memberitahukan kepada golongannya tentang berita akan lahirnya sebuah keluarga yang amat berbudi luhur.
             Salman balik ke rumah Fatimah dengan membawa jagung. Dan dengan tangannya sendiri, Fatimah menggiling jagung itu, dan membakarnya menjadi roti. Salman menyarankan agar Fatimah menyisihkan beberapa buah roti untuk anak-anaknya yang kelaparan, tapi dijawab bahwa dirinya tidak berhak untuk berbuat demikian, karena ia telah memberikan kain kerudungnya untuk untuk kepentingan Allah.
 Fatimah dianugerahi lima orang anak, tiga putra: Hasan, Husein, dan Muhsin, dan dua putri: Zainab dan Umi Kalsum. Hasan lahir pada tahun ketiga dan Husein pada tahun keempat Hijrah. Muhsin meninggal dunia waktu masih kecil.
Fatimah merawat luka Nabi sepulangnya dari Perang Uhud. Fatimah juga ikut bersama Nabi ketika merebut Mekkah, begitu juga ia ikut ketika Nabi melaksanakan ibadah Haji Wada' pada akhir tahun 11 Hijrah.
Pada saat kaum muslimin hijrah ke madinah, Fathimah dan Ummu Kultsum tetap tinggal di Makkah sampai Nabi mengutus orang untuk menjemputnya.Setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, para sahabat berusaha meminang/melamar Fathimah. Abu Bakar dan Umar maju lebih dahulu untuk meminang tapi nabi menolak dengan lemah lembut. Lalu Ali bin Abi Thalib datang kepada Rasulullah SAW untuk melamar, lalu ketika nabi bertanya,
“Apakah engkau mempunyai sesuatu ?”,
“Tidak ada ya Rasulullah,” jawabku.
“ Dimana pakaian perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu,” Tanya beliau.
“ Masih ada padaku wahai Rasulullah,” jawabku.
“Berikan itu kepadanya (Fathimah) sebagai mahar,”.kata beliau.
Lalu Ali bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Nabi menyuruh menjualnya dan baju besi itu dijual kepada Utsman bin Affat seharga 470 dirham, kemudian diberikan kepada Rasulullah dan diserahkan kepada Bilal untuk membeli perlengkapan pengantin. Kaum muslim merasa gembira atas perkawinan Fathimah dan Ali bin Abi Thalib, setelah setahun menikah lalu dikaruniai anak bernama Al- Hasan dan saat Hasan genap berusia 1 tahun lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun ke 4 H.
              Pada tahun ke 5 H, Siti Khadijah  melahirkan anak perempuan bernama Zainab dan yang terakhir benama Ummu Kultsum. Rasullah sangat menyayangi Fathimah, setelah Rasulullah bepergian, beliau lebih dulu menemui Fathimah sebelum menemui istri-istrinya. Aisyah berkata ,” Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fathimah, jika Fathimah datang mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fathimah bila Rasulullah datang mengunjunginya.

KEPEMIMPINAN FATIMAH AZ-ZAHRA
Fatimah adalah "ibu dari ayahnya." Dia adalah putri yang mulia dari dua pihak, yaitu putri pemimpin para makhluq Rasulullah SAW, Abil Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Dia juga digelari Al-Batuul, yaitu yang memusatkan perhatiannya pada ibadah atau tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlaq, adab, hasab dan nasab. Fatimah lebih muda dari Zainab, istri Abil Ash bin Rabi' dan Ruqayyah, istri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda : "Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.
Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama, putri kekasih Robbil'aalamiin, dan ibu dari Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin Bukar berkata : "Keturunan Zainab telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa Rasulullah SAW menyelimuti Fatimah dan suaminya serta kedua putranya dengan pakaian seraya berkata : "Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata : "Datang Fatimah kepada Nabi SAW meminta pelayan kepadanya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya : "Ucapkanlah : "Wahai Allah, Tuhan pemilik bumi dan Arsy yang agung. Wahai, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu yang menurunkan Taurat, Injil dan Furqan, yang membelah biji dan benih. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau kuasai nyawanya. Engkaulah awal dan tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah yang akhir dan tiada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang batin dan tiada sesuatu di bawahMu. Lunaskanlah utangku dan cukupkan aku dari kekurangan." (HR. Tirmidzi)
Inilah Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri dan menanggung berbagai beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa ketika kaum Musyrikin telah meninggalkan medan perang Uhud, wanita-wanita sahabah keluar untuk memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin. Di antara mereka yang keluar terdapat Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW, Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanya dengan air, sehingga darah semakin banyak yangk keluar. Tatkala Fatimah melihat hal itu, dia mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar." (HR. Syaikha dan Tirmidzi)
 Dalam kancah pertarungan yang dialami untuk kita, tampaklah peranan putri Muslim supaya    menjadi teladan yang baik bagi pemudi Muslim masa kini. Pemimpin wanita penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra', putri Nabi SAW, di tengah-tengah pertempuran tidak berada dalam sebuah panggung yang besar, tetapi bekerja di antara tikaman-tikaman tombak dan pukulan-pukulan pedang serta hujan anak panah yang menimpa kaum Muslimin untuk menyampaikan makanan, obat dan air bagi para prajurit.
Inilah gambaran lain dari putri sebaik-baik makhluk yang kami persembahkan kepada para pengantin masa kini yang membebani para suami dengan tugas yang tidak dapat dipenuhi. Ali r.a. berkata :"Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu malam dan kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari. Kami tidak mempunyai pembantu selain unta itu." Ketika Rasulullah SAW menikahkannya (Fatimah), beliau mengirimkannya (unta itu) bersama satu lembar kain dan bantal kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum, sebuah timba dan dua kendi.
Fatimah menggunakan alat penggiling gandum itu hingga melecetkan tangannya dan memikul qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dadanya. Dia menyapu rumah hingga berdebu bajunya dan menyalakan api di bawah panci hingga mengotorinya juga. Inilah dia, Az-Zahra', ibu kedua cucu Rasulullah SAW : Al-Hasan dan Al-Husein. Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah mengherankan bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya yang penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, "ibu ayahnya, Muhammad", Al-Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra' (yang cemerlang), Ath-Thahirah (yang suci), yang taat beribadah dan menjauhi keduniaan. Setiap merasa lapar, dia selalu sujud, dan setiap merasa payah, dia selalu berdzikir.
Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan-keutamaannya dan meriwayatkan dari Aisyah' r.a. dia berkata : "Pernah istri-istri Nabi SAW berkumpul di tempat Nabi SAW. Lalu datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya mirip dengan jalan Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya seraya berkata : "Selamat datang, putriku. Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW berbisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum. Setelah itu aku berkata kepada Fatimah : Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara khusus di antara istri-istrinya, kemudian engkau menangis!" Ketika Nabi SAW pergi, aku bertanya kepadanya : "Apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu ?"
Fatimah menjawab :"Aku tidak akan menyiarkan rahasia RasulAllah SAW."
Aisyah berkata :"Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata kepadanya : "Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?. "Fatimah pun menjawab : "Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa bacaannya terhadap Al Qur'an sekali dalam setahun, dan sekarang dia memerika bacaannya dua kali. Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah kepada Allah dan sabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahuluimu.Fatimah berkata : "Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku, dan berkata : "Wahai, Fatimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin wanita-wanita kaum Mu'min atau ummat ini ?" Fatimah berkata : "Maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat. Inilah dia, Fatimah Az-Zahra'. Dia hidup dalam kesulitan, tetapi mulia dan terhormat. Dia telah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga berbekas pada tangannya. Dia mengangkut air dengan qirbah hingga berbekas pada dadanya. Dan dia menyapu rumahnya hingga berdebu bajunya. Ali r.a. telah membantunya dengan melakukan pekerjaan di luar. Dia berkata kepada ibunya, Fatimah binti Asad bin Hasyim : "Bantulah pekerjaan putri Rasulullah SAW di luar dan mengambil air, sedangkan dia akan mencukupimu bekerja di dalam rumah : yaitu membuat adonan tepung, membuat roti dan menggiling gandum. Tatkala suaminya, Ali, mengetahui banyak hamba sahaya telah datang kepada Nabi SAW, Ali berkata kepada Fatimah, "Alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta pelayan darinya." Kemudian Fatimah datang kepada Nabi SAW. Maka beliau bertanya kepadanya : "Apa sebabnya engkau datang, wahai anakku ?. Fatimah menjawab :"Aku datang untuk memberi salam kepadamu. Fatimah merasa malu untuk meminta kepadanya, lalu pulang. Keesokan harinya, Nabi SAW datang kepadanya, lalu bertanya : "Apakah keperluanmu ?" Fatimah diam.
Ali r.a. lalu berkata :"Aku akan menceritakannya kepada Anda, wahai Rasululllah. Fatimah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga melecetkan tangannya dan mengangkut qirbah berisi air hingga berbekas di dadanya. Ketika hamba sahaya datang kepada Anda, aku menyuruhnya agar menemui dan meminta pelayan dari Anda, yang bisa membantunya guna meringankan bebannya."
Kemudian Nabi SAW bersabda : "Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka."
Maka kedua orang itu pulang. Kemudian Nabi SAW datang kepada mereka ketika keduanya telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala, tampak kaki-kaki mereka, dan apabila menutupi kaki, tampak kepala-kepala mereka. Kemudian mereka berdiri. Nabi SAW bersabda : "Tetaplah di tempat tidur kalian. Maukah kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada apa yang kalian minta dariku ?"
Keduanya menjawab : "Iya."
Nabi SAW bersabda: "Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucapkan : Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali, Alhamdulillaah 10 kali dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan takbir (Allahu akbar) 33 kali."
Dalam mendidik kedua anaknya, Fatimah memberi contoh : Adalah Fatimah menimang-nimang anaknya, Al-Husein seraya melagukan : "Anakku ini mirip Nabi, tidak mirip dengan Ali.Dia memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata : "Aduh, susahnya Ayah !"
Nabi SAW menjawab :"Tiada kesusahan atas Ayahanda sesudah hari ini."
Tatkala ayahandanya wafat, Fatimah berkata : "Wahai, Ayah, dia telah memenuhi panggilan Tuhannya. Wahai, Ayah, di surfa Firdaus tempat tinggalnya. Wahai, Ayah, kepada Jibril kami sampaikan beritanya."

Fatimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam Shahihain diriwayatkan satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Ibnul Jauzi berkata : "Kami tidak mengetahui seorang pun di antara putri-putri Rasulullah SAW yang lebih banyak meriwayatkan darinya selain Fatimah."Fatimah pernah mengeluh kepada Asma' binti Umais tentang tubuh yang kurus. Dia berkata : "Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu ?"
Asma' menjawab : "Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan." Maka Fatimah menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat.
Fatimah melihat keranda itu, maka dia berkata : "Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi aurat kalian." [Imam Adz- Dzhabi telah meriwayatkan dalam "Siyar A'laamin Nubala'. 
Semacam itu juga dari Qutaibah bin Said dari Ummi Ja'far] Ibnu Abdil Barr berkata : "Fatimah adalah orang pertama yang dimasukkan ke keranda pada masa Islam." Dia dimandikan oleh Ali danAsma', sedang Asma' tidak mengizinkan seorang pun masuk.  Ali r.a. berdiri di kuburnya dan berkata : "Setiap dua teman bertemu tentu akan berpisah dan semua yang di luar kematian adalah sedikit kehilangan satu demi satu adalah bukti bahwa teman itu tidak kekal.
Semoga Allah SWT meridhoinya. Dia telah memenuhi pendengaran, mata dan hati. Dia adalah 'ibu dari ayahnya', orang yang paling erat hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Ketika Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari Madinah menyambutnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka-lukanya, Fatimah langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air dan membasuh mukanya.Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada putrinya itu. Seakan-akan kulihat Az-Zahra' a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih sayang.
Selanjutnya, inilah dia, Az-Zahra', putri Nabi SAW, putri sang pemimpin. Dia memberi contoh ketika keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat Ummu Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu'minin r.a. Dan mengangkut air dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi makan kaum Mu'minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT.

KEBIJAKAN FATIMAH AZ-ZAHRA
Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni Penghulu Wanita Alam Semesta.
Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari wanita pertama hingga wanita akhir zaman.
Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.
Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan, dan akhlak yang luhur dan mulia. Hasan, Husain, dan Zainab as adalah anak-anak teladan yang tinggi akhlak dan kemanusiaan mereka.

INOVASI DARI FATIMAH AZ-ZAHRA
          Sebelum ajal menjemputnya,Fatimah Az-Zahra menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa,” Ya Allah, jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan.
            Memaparkan perjalanan hidup Fatimah terasa sangat sulit bagi saya. Banyaknya keistimewaan dan sifat baik yang di sandang Fatimah membuat saya dihinggapi rasa malu saat menuangkan tulisan ini. Kehidupan beliau banyak mengandung pelajaran berharga. Kehidupan putri Rasul ini, laksana permata indah yang memancarkan cahaya.
            Tak di ragukan lagi, sebagian besar problem dan masalah yang dihadapi umat manusia adalah karena kelalaiannya akan hakikat wujud kemanusiaannya, sehingga dia terjebak dalam tipuan dunia. Sebaliknya, manusia bias mendekatkan diri kepada Allah SWT saat dia mengenal dirinya dan mengetahui tugas yang harus ia lakukan dan pertanggungjawabkan kepada Allah, Sang Pencipta alam kehidupan.
            Fatimah Az-Zahra adalah seorang figure yang unggul dalam keutamaan ini. Dalam doanya, beliau sering berucap,”Ya Allah, kecilkan jiwaku di mataku dan tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.
            Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan keberuntungan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada seseorang.
            Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian,” Ya Allah, berilah aku keikhlasan, aku ingin tetap tunduk dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku atau kekayaan dating padaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya darimu aku memohon kenikmatan tak berujung kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.
            Kecintaan Fatimah kepada Allah SWT disebut oleh Rasulullah SAW sebagai buah keimanannya yang tulus. Beliau bersabda,” Keimanan kepada Allah telah merasuk ke qalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga membuatnya tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya. Manusia yang menegenal Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhalak yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Fatimah mengatakan ,” Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih santun dari Fatimah. Faimah belajar kesantunan dari Dzat yang Maha Benar.
            Kasih sayang dan kelemah lembutan Fatimah diakui oleh semua orang hidup satu zaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum kafir miskin dan mereka yang memiliki hajat akan datang kerumah Fatimah ketika semua telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal kehidupannya sendiri serba berkekurangan.
            Poin penting lain yang dapat menjdi inspirasi dari kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat ini adalah sikap tanggap peduli yang di tunjukkan beliau terhadap masalah rumah tangga, pendidikan dan masalah social. Banyak yang berprasangka bahwa keimanan dan penghambaan yang tulus kepa Allah swt akan menghalangi orang berkecimpung dalam urusan dunia. Kehidupan Fatimah Az-Zahra mengajarkan kepada semua orang akan hal yang berbeda dengan anggapan itu. Dunia dimata beliau adalah kehidupan, meski demikian hal itu tidak berarti harus dikesampingkan. Beliau menegaskan bahwa dunia laksana anak tangga untuk menuju ke puncak kesempurnaan, dengan syarat hati tidak tertawan oleh tipuannya. Fatimah berkata,” Ya Allah, perbaikilah duniaku bergantungnya kehidupanku. Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku akan kembali. Panjangkanlah umurku selagi aku masih bisa berharap kebaikan dan berkah dari dunia ini..”
Detik-detik akhir kehidupannya telah tiba. Duka dan derita terasa amat berat untuk dipikul oleh putri tercinta Nabi ini. Meski demikian, dengan lemah lembut Fatimah bersimpuh di hadapan Sang Maha Pencipta mengadukan keadaannya. Asma berkata, “Saya menyaksikan saat itu Fatimah mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan perantara kemuliaan Nabi dan kecintaannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu dengan nama Ali dan kesedihannya atas kepergianku. Aku memohon kepada-Mu dengan perantara Hasan dan Husein serta derita mereka yang aku rasakan. Aku memohon kepada-Mu atas nama putri-putriku dan kesedihan mereka. Aku memohon, kasihilah umat ayahku yang berdosa. Ampunilah dosa-dosa mereka. Masukkanlah mereka ke dalam surga-Mu. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dari semua pengasih.”
Sebelum ajal datang menjemputnya, Fatimah Az-Zahra menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku. Tempatkanlah ruhku di tengah ruh orang-orang yang suci dan jasadku di sisi jasad-jasad mulia. Ya Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang Engkau terima.”
Tanggal 3 (atau 6 dalam riwayat lain) Jumadil Akhir tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Az-Zahra putri kesayangan Nabi menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Kepada Fatimah, Rasul pernah bersabda, “Fatimah, Allah telah memilihmu dan menghiasimu dengan makrifat dan pengetahuan. Dia juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di atas wanita seluruh jagat.“
Kecintaan Rasulullah kepada Fatimah Az-Zahra merupakan satu hal khusus yang layak untuk dipelajari dari kehidupan beliau. Disaat bangsa Arab menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul memuliakan dan menghormati putrinya sedemikian besar. Selain itu, Rasulullah biasa memuji seseorang yang memiliki keutamaan. Dengan kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau menyaksikan kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi tahu akan apa yang bakal terjadi sepeninggalnya kelak. Karena itu, sejak dini beliau telah mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya, supaya kelak mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu wanita sejagat itu. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah inspirasi bagi kaum wanita. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan kebahagiaan hakiki yang menghantarkan kepada keteladanan akan bisa digapai. Fatimah adalah wanita yang banyak menimba ilmu, makrifat dan hikmah hakiki.
Di penghujung tulisan ini, saya ingin tegaskan bahwa saya kehabisan kata-kata untuk menuliskan kehidupan putri Rasulullah ini. Dan tidak akan ada seorang pun yang sanggup menulisnya. Mudah-mudahan apa yang disediakan Allah baginya cukup untuk mewakili semua itu. Dialah wanita terbaik di zamannya dan putri dari wanita terbaik (Khadijah ra.) dan laki-laki terbaik (Muhammad Rasulullah). Dia juga pemimpin para wanita surga. Allah ridha terhadap Fatimah dan menempatkannya di surga Firdaus(fimadani)

KEPERGIAN  SANG  AYAH  BAGINDA  RASULULLAH SAW
Sekembalinya dari Haji Wada‘, Rasulullah Saw jatuh sakit, bahkan beliau sempat pingsan akibat panas dan demam keras yang menimpanya. Fatimah as bergegas menghampiri beliau dan berusaha untuk memulihkan kondisinya. Dengan air mata yang luruh berderai, Fatimah berharap agar sang maut memilih dirinya dan merenggut nyawanya sebagai tebusan jiwa ayahandanya.
Tidak lama kemudian Rasul Saw membuka kedua matanya dan mulai memandang putri semata wayang itu dengan penuh perhatian. Lantas beliau meminta kepadanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Fatimah pun segera membacakan Al-Qur'an dengan suara yang khusyuk.
Sementara sang ayah hayut dalam kekhusukan mendengarkan kalimat-kalimat suci Al-Qur'an, Fatimah pun memenuhi suasana rumah Nabi. Beliau ingin menghabiskan detik-detik akhir hayatnya dalam keadaan mendengarkan suara putrinya yang telah menjaganya dari usia yang masih kecil dan berada di samping ayahnya di saat dewasa.
Rasul Saw meninggalkan dunia dan ruhnya yang suci mi’raj ke langit. Kepergian Rasul Saw merupakan musibah yang sangat besar bagi putrinya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis.
Belum lagi usai musibah itu, Fatimah as mendapat pukulan yang lebih berat lagi dari para sahabat yang berebut kekuasaan dan kedudukan. Setelah mereka merampas tanah Fadak dan berpura-pura bodoh terhadap hak suaminya dalam perkara khilafah (kepemimpinan), Fatimah Az-Zahra’ as berupaya untuk mempertahankan haknya dan merebutnya dengan keberanian yang luar biasa.
Imam Ali as melihat bahwa perlawanan terhadap khalifah yang dilakukan Sayidah Fatimah as secara terus menerus bisa menyebabkan negara terancam bahaya besar, hingga dengan begitu seluruh perjuangan Rasul Saw akan sirna, dan manusia akan kembali ke dalam masa Jahiliyah.
Atas dasar itu, Ali as meminta istrinya yang mulia untuk menahan diri dan bersabar demi menjaga risalah Islam yang suci. Akhirnya, Sayidah Fatimah as pun berdiam diri dengan menyimpan kemarahan dan mengingatkan kaum muslimin akan sabda Nabi, “Kemarahannya adalah kemarahan Rasulullah, dan kemarahan Rasulullah adalah kemarahan Allah Swt.”
Sayidah Fatimah as diam dan bersabar diri hingga beliau wafat. Bahkan beliau berwasiat agar dikuburkan di tengah malam secara rahasia.

WAFATNYA SAYYIDAH FATHIMAH AZ-ZAHRA
Bagaikan cahaya lilin yang menyala kemudian perlahan-lahan meredup. Demikianlah ihwal Fatimah Az-Zahra’ as sepeninggal Rasul Saw. Ia tidak kuasa lagi hidup lama setelah ditinggal wafat oleh sang ayah tercinta. Kesedihan senantiasa muncul setiap kali azan dikumandangkan, terlebih ketika sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.
Kerinduan Sayidah Fatimah untuk segera bertemu dengan sang ayah semakin menyesakkan dadanya. Bahkan kian lama, kesedihannya pun makin bertambah. Badannya terasa lemah, tidak lagi sanggup menahan renjana jiwanya kepada ayah tercinta. Takala 6 bulan sejak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Fathimah jatuh sakit, namun ia merasa gembira karena kabar gembira yang diterima dari ayahnya. Tak lama kemudian Fathimah berpulang ke Rahmatullah pada malam selasa tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H dalam usia 27 tahun.
Demikianlah keadaan Sayidah Fatimah as saat meninggalkan dunia. Beliau tinggalkan Hasan yang masih 7 tahun, Husain yang masih 6 tahun, Zainab yang masih 5 tahun, dan Ummi Kultsum yang baru saja memasuki usia 3 tahun.Yang paling berat dalam perpisahan ini, ia harus meninggalkan suami termulia, Ali as, pelindung ayahnya dalam jihad dan teman hidupnya di segala medan.
Sayidah Fatimah as memejamkan mata untuk selamanya setelah berwasiatkan kepada suaminya akan anak-anaknya yang masih kecil. Beliau pun mewasiatkan kepada sang suami agar menguburkannya secara rahasia. Hingga sekarang pun makam suci beliau masih misterius. Dengan demikian terukirlah tanda tanya besar dalam sejarah tentang dirinya.
Fatimah Az-Zahra’ as senantiasa memberikan catatan kepada sejarah akan penuntutan beliau atas hak-haknya yang telah dirampas. Sehingga umat Islam pun kian bertanya-tanya terhadap rahasia dan kemisterian kuburan beliau.
Dengan penuh kesedihan, Imam Ali as duduk di samping kuburannya, diiringi kegelapan yang menyelimuti angkasa. Kemudian Imam as mengucapkan salam, “Salam sejahtera bagimu duhai Rasulullah ... dariku dan dari putrimu yang kini berada di sampingmu dan yang paling cepat datang menjumpaimu."Duhai Rasulullah! Telah berkurang kesabaranku atas kepergian putrimu, dan telah berkurang pula kekuatanku ... Putrimu akan mengabarkan kepadamu akan umatmu yang telah menghancurkan hidupnya. Pertanyaan yang meliputinya dan keadaan yang akan menjawab. Salam sejahtera untuk kalian berdua!”(al-shia)
           
                           
                            

Kisah Ratu Balqis

Oleh : Zahara Dina Kamalia

Ratu balqis adalah seorang ratu negri Saba’, atau Balqis Binti Syurahil. sebuah kerajaan yang besar dan mewah. Tahtanya megah dan berkilauan permata dan berlian. Ratu Balqis ialah ratu pada zaman Nabi Sulaiman A.S. Ratu dan rakyatnya tidak mengenal Tuhan Pencipta alam semesta yang telah mengurniakan mereka kenikmatan dan kebahagian hidup. Mereka tidak menyembah dan sujud kepada-Nya, tetapi kepada matahari. Mereka bersujud kepadanya dikala terbit dan terbenam. Mereka telah disesatkan oleh syaitan dari jalan yang lurus dan benar.

Negeri Saba’ aman dan makmur (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) di masa pemerintahan ratu Balqis. Kerajaan Saba’ berdiri pada abad VIII SM, pengaruh kekuasaannya mencakup Ethiopia dan salah satu negeri yang sangat terkenal ketika itu yaitu Ma’rib dengan bendungan yang sangat besar.
       
Ratu Balqis memiliki keterbukaan pemikiran dan sikap untuk menerima sesuatu yang baru, yang diyakini kebenarannya. Ini merupakan salah satu indikator sebagai pemimpin yang dinamis. Dia juga memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang ideal, seperti berwibawah, jujur, bijaksana, melindungi rakyat, berani dan mampu mengatasi kesulitan, bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, berjiwa besar dan dinamis.

Pengalaman Ratu Balqis menemukan kepercayaan tauhid setelah berdialog dengan realitas yang menunjukkan kemahakuasaan Allah, memantapkan langkahnya untuk mengajak rakyat Saba’ kepada akidah yang benar. Maka, di bawah kepemimpinan ratu Balqis negara Saba’ menjadi negeri yang sangat makmur dan rakyatnya mendapat kesejahteraan lahir batin.

Kisah tentang Ratu Balqis dalam al-Qur’an terkait dengan kisah kerasulan nabi Sulaiman AS putra  nabi Daud. Informasi tentang ratu Balqis yang berkuasa di negeri Saba’ ini diterima nabi Sulaiman, secara tidak diduga sebelumnya dari burung Hudhud. Burung Hudhud ini merupakan bagian dari bala tentara kerajaan nabi Sulaiman. Dikisahkan dalam suatu perjalanan nabi Sulaiman dengan bala tentaranya dan setibanya di tempat tujuan ia mengadakan inspeksi terhadap pasukannya. Ketika memeriksa barisan burung-burung, ia tidak mendapati burung Hudhud. Hal ini sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an:
Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata,” Mengapa aku tidak melihat Hudhud, apakah ia termasuk yang tidak hadir? Sesungguhnya aku benar-benar akan menyiksanya dengan siksa yang pedih atau aku benr-benar akan menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan bukti yang terang. QS an-Naml/27: 21

Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa setelah memeriksa barisan bala tentaranya namun nabi Sulaiman tidak menemukan burung Hudhud. Lalu ia bertitah,” Sesungguhnya aku benar-benar akan menyiksanya dengan siksa yang pedih atau aku benar-benar akan menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan bukti yang terang”,yakni alasan yang jelas yang dapat diterima. Lalu tak lama berselang datanglah si burung Hudhud. Ia membawa berita yang belum diketahui oleh nabi Sulaiman sebelumnya. Yaitu tentang negeri Saba’ yang diperintah oleh seorang wanita, yang konon bernama Balqis binti Syurahil. Sang ratu dianugerahi segala sesuatunya yang dapat menjadikan kekuasaannya langgeng, kuat dan besar. Misalnya tanah yang subur, penduduk yang taat, kekuatan bersenjata yang tangguh serta pemerintahan yang stabil. Serta ia mempunyai singgasana yang besar sebagai cerminan kehebatan kerajaannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah:

Maka tidak lama kemudian lalu(burung Hudhud)berkata, ”Aku telah mengetahui sesuatu yang engkau belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari Saba’ suatu berita yang meyakinkan. Sesungguhnya aku menjumpai seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” QS an-Naml/27: 22-23

Lalu burung Hudhud melanjutkan ceritanya; setelah menjelaskan keunggulan kerajaan Saba’ tersebut secara material, ia kemudian menguraikan kelemahannya secara spritual. Bahwa sang ratu dan kaumnya beribadah dengan menyembah matahari—menyembah selain Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana dalam firman Allah selanjutnya:

“Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah: dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan Allah, sehingga mereka tidak mendapat petunjuk. Agar mereka tidak menyembah Allah. Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan yang mempunyai arasy yang besar.” QS an-Naml/27: 24-26

Setelah mendengarkan laporan dari burung Hudhud tentang keyakinan yang batil dalam suatu masyarakat—yakni kerajaan Saba’yang merupakan sebuah kerajaan besar dan kuat, yang mereka berada tidak jauh dari pusat kekuasaan nabi Sulaiman di Palestina; nabi Sulaiman selaku nabi dan rasul yang bijaksana, ia tidak terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan. Untuk mengklarifikasi berita yang dibawa oleh burung Hudhud serta guna memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang masyarakat tersebut lalu ia merintahkan burung  Hudhud  untuk membawa suratnya kepada mereka. Lalu mencari tau apa yang mereka diskusikan menyangkut isi surat itu. Sebagaimana firman Allah:
Berkata Sulaiman: ”Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan membawa suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.” QS an-Naml/27: 27-28

Setelah burung Hudhud berangkat ke negeri Saba’ dengan membawa surat dari nabi Sulaiman. Ia menjatuhkan surat itu kepada sang ratu yang kemudian langsung membuka dan membacanya. Lalu ratu Balqis pengumpulkan para pejabat teras dan para penasehatnya untuk bermusyawarah. Bahwa ia telah menerima surat dari Sulaiman yang mengajak mereka berserah diri, memeluk agama tauhid. Sebagaimana diceritakan pada ayat selanjutnya:

Berkata Balqis: “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuat surah yang mulia. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya isinya: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. QS an-Naml/27: 29-31

Selanjutnya ratu Balqis berdiskusi dan jajarannya bagaimana menanngapi surat tersebut.

Berkata Balqis: “Hai para pembesar! Berilah aku pertimbangan dalam urusan ini aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis (ku).” Mereka menjawab: ”Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan juga keberanian yang sangat dalam peperangan, dan keputusan berada ditanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang kamu perintahkan.” Dia berkata:” Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan membawa hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan ini.” QS an-Naml/32-35

Ini menunjukkan betapa besar usaha ratu Balqis untuk mengungkapkan apa yang belum ia ketahui tentang nabi Sulaiman sehingga ia mengadakan musyawarah dengan para petinggi kerajaannya untuk meminta pendapat dan pandangan mereka. Mereka mengatakan  kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan juga keberanian yang sangat dalam peperangan, dan keputusan berada ditanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang kamu perintahkan.Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya serta mengingat kehancuran dan penderitaan rakyatnya yang akan terjadi akibat peperangan karena raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat, maka ratu Balqis terlebih dahulu mencoba jalan damai. Yaitu dengan mengirim utusan kepada mereka dengan membawa hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan ini.Balqis menguji terlebih dahulu tentang kebenaran Sulaiman. Apabila Sulaiman seorang nabi tentulah ia akan menolak hadiah tersebut namun sebaliknya jika ia mengambilnya tentulah ia bukan seorang nabi[12]. Dengan demikian untuk mengulur waktu melihat tanggapan dari Sulaiman dan memikirkan lebih lanjut tentang langkah yang akan diambil, antara berperang atau damai.

Firasat ratu Balqis tentang kenabian Sulaiman begitu kuat, karena Sulaiman menolak hadiahhadiah yang dibawakan oleh utusannya.

Nabi Sulaiman menyurati mereka untuk datang dan berserah diri kepadanya bukanlah karena harta sehingga iapun menolaknya. Tapi karena semua itu karena ketaatan kepada Allah. Dapat dikatakan di sini bahwa hadiah tersebut merupakan sogokan yang bertujuan menghalangi Sulaiman dalam melaksanakan kewajibannya. Selanjutnya nabi Sulaiman memerintahkan kepada pimpinan rombongan kerajaan Saba’ bahwa kembalilah kepada mereka  yakni ratu dan mereka yang taat kepadanya.

Al-Qur’an tidak menjelaskan apa yang terjadi setelah penolakan hadiah ratu Balqis tersebut. Namun dapat diasumsikan bahwa utusan kerajaan Saba’ tersebut menyampaikan hasil pertemuannya dengan Sulaiman kepada sang ratu. Sebagian riwayat menyatakan bahwa menyadari bahaya yang akan mengancam kelangsungan kerajaannya, maka ratu Balqis menyurati Sulaiman bahwa ia akan mendatangi kerajaan Sulaiman. Cerita selanjutnya bahwa nabi Sulaiman memerintahkan agar singgasana ratu Balqis diangkut ke kerajaannya di Palestina sebelum rombongan mereka sampai.

Berkata Sulaiman:” Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin:” Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepada sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membacanya lagi dapat dipercaya.”Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab:” Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri, dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.” QS an-Naml/38-40

Perintah nabi Sulaiman ini disanggupi oleh Ifrit bahwa ia  akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepada sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu;untuk pulang beristirahat. Konon nabi Sulaiman itu berkantor dari pagi hingga siang hari. Jika demikian berarti Ifrit akan mengangkut singgasana itu membutuhkan waktu setengah hari.

Ulama berpendapat bahwa permintaan nabi Sulaiman itu bertujuan untuk menunjukkan kepada ratu Balqis betapa besar kekuasaan dan anugerah Allah  yang telah dikaruniakan-Nya kepada nabi Sulaiman agar mereka dapat sadar akan kelemahan serta ketidakberdayaannya lalu tunduk menyembah Allah.

Tatkala singgasana tersebut telah berada di hadapan nabi Sulaiman, lalu ia memerintahkan untuk memberikan sedikit “sentuhan” untuk membuat perubahan pada singgasana tersebut.

Dia berkata:”Ubahlah baginya singgasana, maka kita akan melihat apakah dia mengenalnya ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenalnya.”Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya: “Serupakah ini dengan singgasanamu? Dia menjawab,”Seakan-akan singgasana ini singgasanaku, kami diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.”Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya untuk melahirkan ke-Islamannya, karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir.Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana!,”maka tatkala dia melihat lantai istana tersebut, dikiranya kolam air yang besar dan disingkapnya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin yang terbuat dari kaca. Berkatalah Balqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim kepada diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan sekalian alam.” QS an-Naml/41-44

Perubahan yang mengesankan sedikit perbedaan dengan singgasana sang ratu. Tujuannya agar lebih lanjut kita akan melihat apakah dia mengenalnyabahwa singgasana tersebut adalah singgasanya yang telah diubah ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenalnya.sehingga dapat diketahui tentang kejelian dan ketelitian ratu Balqis.

Ketika ratu Balqis sampai di istana nabi Sulaiman, ”Serupakah ini dengan singgasanamu?” Pertanyaan itu dijawab dengan sangat taktis, Dia menjawab, ”Seakan-akan singgasana ini singgasanaku”. Suatu jawaban yang menunjukkan ketelitiannya juga kekuatan mentalnya. Jawaban yang tepat pada situasi seperti yang dialaminya.

Mencermati keberadaan “singgasana”nya dan pertanyaan nabi Sulaiman yang diajukan kepadanya menyadarkannya tentang bukti berita/ pengetahuan  tentang kehebatan nabi Sulaiman yang telah mereka dengar sebelumnya. Dan hal itu kini telah terbukti dan mereka saksikan sendiri. Selanjutnya Balqis mengatakan kami adalah orang-orang yang berserah diri. Dengan pengertianbahwa ia dan pengikutnya berserah diri masuk ke dalam agama tauhid yang dibawa oleh nabi Sulaiman dan meninggalkan kepercayaan mereka sebelumnya yang sesat.

Bahwa kepercayaan yang mereka anut selama ini dengan menyembah mata hari,  Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya untuk melahirkan ke-Islamannya, karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir.

Inilah bahagian akhir kisah tentang ratu Balqis dalam al-Qur’an, dia lalu dipersilakan untuk memasuki istana nabi Sulaiman. Setelah ujian yang pertama terkait dengan singgasananya yang telah dipindahkan ke istana nabi Sulaiman dilaluinya dengan sukses, maka tibalah ujian berikutnya terkait lantai kaca istana nabi Sulaiman. Maka tatkala dia melihat lantai istana tersebut, yang terbuat dari kaca yang bening. Dan konon di bawahnya mengalir air yang di dalamnya terdapat semisal aquarium yang di huni oleh ikan-ikan.  Dikiranya kolam air yang besar dan disingkapnya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin yang terbuat dari kaca.  Menyaksikan kemuliaan, keagungan serta karunia Allah yang dilimpahkan kepada nabi Sulaiman, maka  berkatalah Bilqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim kepada diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan sekalian alam.Ini adalah jawaban yang cerdas dan cemerlang pemikirannya. Di saat ia harus mengaku kekuatan dan kekuasaan lawannya, ia tidak langsung mengakui kebesaran lawannya tetapi ia merangkulnya dan menundukkan diri kepada Zat yang lebih tinggi dari pada Sulaiman yaitu Allah Subhanahu Wata’ala.

Adapun mengenai kelanjutan hubungan antara nabi sulaiman dan ratu Balqis. Sebagian mufassir menyatakan bahwa hubungan cinta antara keduanya berakhir dengan perkawinan. Mereka menikah dan menjadi sepasang suami istri Walaupn menurut M. Quraish Shihab pembahasan tersebut sebaiknya disingkirkan dari pembahasan tafsir.

Demikianlah al-Qur’an berceria tentang kepemimpinan seorang perempuan dengan memberikan contoh kepemimpinan ratu Balqis; penguasa negeri Saba’. Kisah ini menggambarkan tentang perempuan yang mempunyai kecemerlangan pemikiran, ketajaman pandangan, kebijaksanaan dalam mengambil suatu keputusan, dan seorang politikus ulung. Waktu ia menerima surat dari nabi Sulaiman, ia musyawarahkan dengan para pembesar kerajaannya.  Walaupun merasa kuat  dan siap untuk berperang dengan Sulaiman, namun ia mempuyai sebuah pandangan yang jauh ke depan. Ia tak ingin kerajaannnya hancur dan rakyatnya menderita akibat peperangan. Karena ia punya intuisi kalau Sulaiaman adalah nabi. Melawan seorang nabi, adalah perbuatan yang sia-sia. Seorang  nabi adalah utusan Allah yang tak mungkin dapat dikalahkan karena ia dapat pertolongan dari-Nya. Dan tidaklah bijaksana menghalangi rakyatnya untuk menikmati kebenaran dengan berperang melawannya untuk mempertahankan kebatilan.
            Profil ratu Balqis sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana sebagimana yang diceritakan dalam al-Qur’an di atas kemudian dijadikan patron/ kriteria perempuan yang ideal dalam Islam.  Kaum perempuan di masa Rasulullah digambarkan sebagai perempuan yang aktif, sopan dan terpelihara akhlaknya. Bahkan dalam al-Qur’an figur ideal seorang muslimah disimbolkan sebagai pribadi yang memiliki kemandirian politik   (al-istiqlal as-siyasah) (QS. Al-Mumtahanah/60:12), seperti figur Ratu Balqis yang memimpin kerajaan super power (‘arsyun ‘azhim) (QS. an-Naml/ 27:23); memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtishadi) (QS. an-Nahl/16:97), seperti figur perempuan pengelola peternakan dalam kisah Nabi Musa dengan putru nabi Syu’aib di Madyan (QS. al-Qashash/28:23), kemandirian di dalam menentukan pilihan pribadi     (al-istiqlal asy-syakhshi) yang diyakini kebenarannya, sekalipun berhadapan dengan suami bagi wanita yang sudah kawin, (QS. at-Tahrim/66:11) atau menentang pendapat orang banyak bagi perempuan yang belum kawin (QS. at-Tahrim/66:12), al-Qur’an mengizinkan kaum perempuan untuk melakukan gerakan “oposisi” terhadap berbagai kebobrokan, dan menyampaikan kebenaran (QS. at-Taubah/9:71).
Tidaklah mengherankan jika pada masa Nabi ditemukan sejumlah perempuan memiliki kemampuan intelektual dan prestasi sosial yang cemerlang seperti yang diraih kaum laki-laki, seperti para istri Rasul. Dalam jaminan al qur’an, perempuan dengan leluasa memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, termasuk politik, ekonomi dan berbagai sektor publik lainnya.    
Pembicaraan al-Qur’an tentang ratu Balqis  juga dijadikan  para ulama yang mendukung kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan untuk menjustifikasi pendapat mereka bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama menjadi kepala negara. Tentu saja selama mereka memenuhi kriteria-kriteria yang telah digariskan.


Penutup
Demikianlah kisah seorang ratu yang memiliki kekuasaan, namun kekuasaannya tidak menghalangi ia tunduk dan patuh kepada kebenaran. Mudah-mudah menjadi mau’izhah hasanah bagi kita semua.Wa Allahu a’lamu bi ash-shawab