Selasa, 30 Juli 2013

Disertasi: Jalur Masuknya Islam

Oleh: Misno

Terdapat beberapa pendapat mengenai teori jalur masuknya Islam ke Nusantara. Secara umum, pendapat-pendapat tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat teori yaitu: Teori India, Teori Persia, Teori Arab dan Teori China. Berikut adalah ulasannya:    
Pertama, Teori Jalur India menyatakan bahwa Islam datang melalui jalur India. Teori inipun terbagi menjadi dua yaitu teori India Utara dan Teori India Selatan. Teori India Utara menyebutkan bahwa Islam yang masuk ke Nusantara berasal dari Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh Pinjapel,[1] Snouck Hurgonje,[2] dan Stutterheim.[3] Pinjapel berpendapat bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari orang-orang Arab yang menganut madzhab Imam Syafi’i yang melakukan migrasi ke Gujarat dan Malabar.[4] Lebih lanjut Pinjapel justru menawarkan logika terbalik dari pernyatannya tadi, yaitu bahwa walaupun Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh orang-orang Arab, namun hal ini tidak langsung datang dari Arab ke Nusantara melainkan dari India, terutama dari pesisir barat India yaitu Gujarat dan Malabar.[5]
Versi lain dari teori jalur India ini adalah yang dikemukakan oleh Christian Snouck Hurgronje. Ia berpendapat bahwa ketika Islam telah berkembang dan cukup kuat di berbagai kota dan pelabuhan di anak benua India. Sebagian kaum muslim Deccan tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara. Orang-orang muslim Deccan inilah yang datang ke Nusantara sebagai penyebar Islam pertama.[6] Sementara W. F. Stutterheim, pendukung teori ini dengan jelas menyatakan bahwa Gujarat sebagai negeri asal Islam yang masuk ke Nusantara. Mengenai Aspek waktunya, W. F. Stutterheim berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi. Kesimpulan ini didasarkan pada penelitiannya terhadap kesamaan batu nisan yang ada di Nusantara dan India khususnya di Gujarat.[7]
Teori India selatan menyatakan bahwa asal mula Islam Nusantara adalah dari wilayah Bengali (Bangladesh), pendapat ini dikemukakan oleh Fatimi.[8] Menurutnya Islam pertama kali muncul di semenanjung Melayu dari arah Timur Pantai, bukan dari sebelah Barat semenanjung Malaka, dari Canton, Pharang, Leran, dan Trengganu. Proses awal Islamisasi ini terjadi pada abad ke-11. Masa ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan seorang muslimah bernama Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 475 H/ 1082 M di Leran, Gresik. Ricklefs berpendapat bahwa nisan tersebut adalah batu nisan tertua milik seorang muslimah yang masih dapat ditemukan di wilayah tersebut. Fatimi berpendapat bahwa batu nisan yang ditemukan di Leran, Gresik tersebut yang disinyalir oleh Stutterheim berasal dari Gujarat atau India sekarang,[9] sebenarnya berasal dari Bengali, Bangladesh bukan dari Gujarat, India.
Kedua, Teori Persia. Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan pembawanya berasal dari Persia. Argumenatasi  teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
1.      Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat dijunjung tinggi oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur pada bulan Syuro (Muharam).
2.      Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan sufi dari Iran yaitu Al-Hallaj.
3.      Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat.
4.      Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
Teori ini disebutkan oleh Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Ia berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam yang ada di Nusantara memiliki  persamaan dengan tradisi dan kebudayaan di Persia. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai pada kuburan Islam awal di Nusantara. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mazhab Syafe’i, sama seperti kebanyakan muslim di Iran. Persia yang dimaksud adalah wilayah di sekitar Iran dan Irak dan sekitarnya yang merupakan sisa-sisa wilayah kerajaan Persia pada masa lalu.[10]
Ketiga, Teori Jalur Arab yaitu Islam masuk ke Nusantara secara langsung dari Jazirah Arab (khususnya Mekkah, Yaman dan Mesir). Pendapat ini dikemukakan oleh Haji Abdul Karim Amrulah (Hamka),[11] Azyumardi Azra,[12] dan Al-Attas.[13] Argumentasi mereka adalah bahwa pada abad ke-7 terdapat sekelompok orang yang disebut Ta Shih yang bermukim di Canton China dan Fo-lo-an sebagai bagian dari kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Selain itu adanya utusan dari Raja Ta Shih kepada Ratu Sima di Kalingga yang berkedudukan di Pulau Jawa pada tahun 654/655M. Menurut Hamka Raja Ta Shih ini adalah Muawiyah Bin Abi Sofyan yang waktu itu menjabat sebagai Khalifah Bani Umayyah.[14]
Azyumardi Azra seorang ahli Islam Asia Tenggara mengungkapkan bahwa Islam pertama kali hadir di Nusantara dibawa oleh para pedagang. Hal ini dibuktikan oleh tulisan seorang agamawan dan pengembara terkenal dari China bernama I-Tsing pada tahun 51 H/ 671 M. Ia menumpang kapal Arab dan Persia dari Canton, kemudian berlabuh di pelabuhan sungai Bhoga, disebut pula dengan nama Sribogha atau Sribuza yang sekarang lebih dikenal dengan nama sungai Musi. Para Ahli modern mengidentifikasikan Sribuza sebagai Palembang, Ibukota Kerajaan Budha Sriwijaya.[15]
Teori jalur Arab menyatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh para musafir dari Jazirah Arab khususnya Mekkah, Yaman dan Mesir. Dorongan menyebarkan agama Islam (dakwah) sambil berdagang membawa mereka sampai ke wilayah Nusantara yang jauh dari wilayah asalnya. Teori ini membantah pendapat para orientalis barat yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui India. 
Keempat, Teori Jalur China. Teori ini adalah teori terakhir yang muncul dan menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari daratan China. Teori ini diungkapkan oleh Prof. Slamet Mulyono yang didukung oleh Nurcholis Madjid, Slamet menyebutkan bahwa ada beberapa indikasi yang mengarah pada pembenaran bahwa Islam masuk ke Nusantara dari wilayah China. Indikasi tersebut adalah:
1.      Ada kesamaan madzhab fiqh yang dianut oleh Muslim di Tiongkok dan di Indonesia, yaitu sama-sama menganut madzhab Imam Syafi’i.
2.      Segi Kebudayaan dan kebahasaan, teori ini memiliki kecocokan yaitu bangsa-bangsa Muslim Asia Tengah dan China berada dalam Kawasan pengaruh budaya dan bahasa Muslim Persia (kemudian pengaruh itu meluas ke bangsa muslim kawasan Balkan seperti Turki, Bosnia, Albania, Macedonia, dll).
3.      Banyak bukti sejarah yang menunjukan bahwa Islam di Nusantara berasal dari China, seperti situs-situs sejarah dan naskah-naskah sejarah yang menunjukan kebenaran itu, seperti situs sejarah Laksamana Cheng Ho, Kelenteng Gedung Batu, dan Masjid Mantingan.[16]
Berdasarkan keempat teori jalur masuknya Islam ke Indonesia maka dapat diambil jalan tengah bahwa Islam masuk ke Indonesia tidak hanya melalui satu jalur kedatangan, melainkan melalui beberapa jalur yaitu dari India, Persia, Arab dan China. Hal ini sebagaimana pendapat Azyumardi Azra, yang menyatakan bahwa sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia dalam kompleksitas; artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.[17]


[1] Alwi Ibnu Thahir Al Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Lentera, 2001), hal. 83 dan 92.
[2] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad Ke-VII dan VIII, (Bandung; Mizan, 1999), hlm. 40
[3] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, hlm. 40
[4] Alwi Ibnu Thahir Al Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Lentera, 2001), hal. 83.
[5] Alwi Ibnu Thahir Al Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm. 92.
[6] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, hlm. 40
[7] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 8.
[8] M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since C. 1300, (California: Stanford University Press, 1993), hlm. 3
[9] Pendapat Stuterheim  ini didasarkan pada argumen bahwa Islam disebar melalui jalur perdagangan antara Nusantara – Cambay/ Gujarat – Timur Tengah – Eropa. Argument tersebut diperkuat dengan hasil membandingkan berbagai batu nisan yang ada di pemakaman Nusantara dengan berbagai macam batu Nisan yang ada di pemakaman Gujarat. Menurut Stuterheim, relief nisan sultan pertama dari kerajaan Samudera Pasai yaitu Al Malik Al-Shaleh yang Wafat pada 1297 Masehi bersifat Hinduistis dan mempunyai kesamaan dengan batu nisan yang ada di Gujarat. Sementara dari aspek waktu, Stuterheim berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke 13 M. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, (Bandung; Mizan, 1999), hlm. 25
[10] Jaih Mubarak, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Islamika, 2008), cet. 1 hlm. 255.
[11] Haji Abdul Karim Amrullah, Dari Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), hlm. 5. Hamka menuliskannya dengan Ta-Cheh.
[12] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abd XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia, ( Bandung; Mizan, 1999), hlm. 38
[13] Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung: Mizan, 1997). Cet. II, hlm. 29-54.
[14] Uka Tjandrasasmita (ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, ( Jakarta: Depdikbud, 1975), hlm. 110-112.
[15] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, hlm. 38
[16] Sumanto Al-Qurtuby, Arus China-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV dan XVI, (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press, 2003), hlm. 
[17] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, hlm. 45. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...