Kamis, 30 Oktober 2014

Metode Penafsiran Kitab Al-Misbah M.Quraisy Syihab

Created by :
Musayyidah dan Lu’lu Nishfu Laili

A.    LATAR BELAKANG

Dinamika perkembangan ilmu tafsir dan karya-karya tafsir perlu diperhatikan dan diikuti jejaknya. Meski lahirnya bidang ini jauh sebelum para tabi’in dan ulama kontemporer merumuskan dan mengembangkannya, namun minat untuk mengkaji dan merevolusi tak pernah habis dimakan zaman. Sehingga karya-karya tafsir ulama era at-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari dan lainnya tersebut mengingspirasi para mufasir baru sebagai penerus untuk mengembangkan model dalam bentuk karya penafsiran, karena menjadi sebuah tuntutan bahwa al-Qur’an merupakan sumber jawaban atas segala permasalahan yang terjadi di waktu dan tempat mana pun (Shohih likulli zaman wal makan).

            Indonesia sebagai salah satu bagian terpenting dalam sejarah perkembangan Islam, tak luput dari sentuhan tafsir. Sehingga lahirlah berbagai karya tafsir dalam kurun waktu yang berbeda dengan corak, metode, dan subtansinya juga berbeda. Seiring dengan latarbelakang tokoh atau penciptanya serta diwarnai dengan alasan dibuatnya karya tersebut yang beragam pula maka perlu ditarik sebuah garis panjang yang menghubungkan antara satu karya tafsir dari awal hingga karya tafsir kontemporer.

                Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.



B.     METODE PENAFSIRAN

Dalam sekapur sirih volume 1 Quraish Shihab menuturkan bahwa apa yang dihidangkan di Tafsir Al Mishbah bukan sepenuhnya ijtihadnya sendiri. Namun merupakan gabungan hasil karya ulama-ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’i (w. 885 H/1480) yang karya tafsirnya masih berbentuk manuskrip dan menjadi bahan disertasi Quraish Shihab di Universitas al-Azhar, Kairo dua puluh tahun lalu. Tak terlewatkan pula karya tafsir Pemimpin tertinggi al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Tanthawi, Syeikh Mutawlli asy-Sya’rawi dan tidak ketinggalan Sayyid Quthb, Muhammad Thohir Ibn ‘Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’I serta beberapa pakar tafsir lain.
Quraish Shihab tidak hanya mengutip atau mengumpulkan buah pikir ulama-ulama yang disebutkan diatas, melainkan ia lebih mengarahkan kutipan tersebut sebagai apresiasi atas kekagumannya terhadap pemikiran ulama terdahulu yang dituangkan dalam karya tafsirnya ini. Bentuk apresiasi itu terwujud dalam komentar yang ia berikan setelah mengutip karya para ulama. Namun, tidak hanya memberikan apresiasi, ia juga memberikan pendapat yang kontradiktif dari para ulama, jika dalam prespektifnya pendapat tersebut tidak sesuai atau salah.
Sistematika penulisan tafsir al-Mishbah ini dimulai dari penulisan ayat-ayat al-Qur’an, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Setelah itu menguraikan makna-makna penting dalam tiap kosa kata, makna kalimat, maksud ungkapan. Dalam hal ini sangat kelihatan kalau dia sangat menguasai bahasa arab. Keahlian bahasa tersebut bisa dilihat dalam surat Al Fatihah yang penulis kutip dibawah ini:
   بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."

Ayat pertama Surah Al Fatihah adalah lafadz Basmalah seperti yang tertulis di atas,ini menurut pendapat Imam Syafi'i yang sudah masyhur di kalangan para Ulama'. Walaupun ada sebagian ulama' seperti Imam Malik yang berpendapat bahwa Basmalah bukan termasuk ayat pertama Surah Al Fatihah, sehingga tidak wajib dibaca ketika shalat saat membaca Surah Al Fatihah.

Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia, pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah. Hal ini ditunjukkan oleh penggunaan huruf "ب" pada lafadz "بسم". Kata Isim terambil dari kata as-Summun yang berarti tinggi, atau as-Simah yang berarti tanda. Memang nama menjadi tanda bagi sesuatu serta harus dijunjung tinggi. Kini timbul pertanyaan: “kalau kata isim demikian itu maknanya dan kata bismi seperti yang diuraikan diatas maksudnya, maka apa gunanya kata isim disebut disini. Tidak cukupkah bila langsung saja dikata Dengan Allah? Sementara Ulama secara filosofis menjawab bahwa nama menggambarkan substansi sesuatu, sehingga kalau disini dikatakan Dengan Nama Allah maksudnya adalah Dengan Allah. Kata isim menurut mereka digunakan disini sebagai penguat. Dengan demikian, makna harfiah dari kata tersebut tidak dimaksudkan disini. Memang dikenal dalam syair-syair lama penyisipan kata Isim untuk tujuan tersebut.
Az-Zamakhsyari dan banyak ulama tafsir mengemukakan bahwa orang-orang Arab, sebelum kehadiran Islam, memulai pekerjaan-pekerjaan mereka dengan menyebut nama Tuhan mereka, misalnya Bismi al-lata atau bismi al-‘uzza’, sementara bangsa-bangsa lain memulainya dengan menyebut nama raja atau penguasa mereka. Kalau demikian, memulai pekerjaan dengan nama Allah, berarti pekerjaan itu dilakukan atas perintah dan demi karena Allah, bukan atas dorongan hawa nafsu.
Kesimpulannya adalah, setiap hal yang diharapkan darinya keberkatan Allah atau dimaksudkan demi karena Allah, maka disisipkan kata Isim, sedang bila dimaksudkan demi permohonan kemudahan dan bantuan Allah maka kata yang digunakan langsung menyebut Allah / Tuhan tanpa menyisipkan kata Isim. Dalam hadis nabi saw pun demikian itu halnya. Salah satu do’a beliau adalah Allahuma bika nushbika wa numsi (Ya Allah dengan Engkau kami memasuki waktu pagi dan petang) yakni dengan kekuasaan dan iradat-Mu, kami memasukinya. Sebelum tidur beliau berdo’a Bismika Allahuma Ahya Wa Amut/dengan nama-Mu Ya Allah aku tidur dan bangun yakni demi karena Engkau aku hidup dan mati. Do’a ini sejalan dan semakna dengan perintah-Nya: katakanlah : “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, tuhan semesta Alam” (QS al-An’am :162).
Oleh karena itu, ketika kita memulai suatu pekerjaan dengan “nama” Allah, maka berdasarkan analisis diatas pekerjaan tersebut diharapkan kekal disisi-Nya. Disini yang diharapkan kekal bukan Allah-karena Dia adalah Maha Kekal, tetapi pekerjaan yang dilakukan itulah yang kekal, dalam arti ganjaran yang kekal sehingga dapat diraih kelak di hari kemudian. Memang banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang, bahkan boleh jadi pekerjaan besar, tetapi tidak berbekas sedikit pun serta tidak ada manfaatnya bukan hanya diakhirat kelak, didunia pun dia tidak bermanfaat. Allah berfirman: “Kami hadapi hasil karya merekakemudian kamijadikan ia (bagaikan) debu yang berterbangan (sia-sia belaka)” (QS al-Furqan :23).
Penulisan kata “bismi” dalam basmalah tidak menggunakan huruf “alif”, berbeda dengan kata yang sama pada suroh Iqra’, yang tertulis dengan tata cara penulisan baku yakni menggunakan huruf alif. Persoalan ini menjadi bahasan para pakar dan Ulama. Pakar tafsir al-qurthubi berpendapat bahwa penulisan tanpa huruf Alif pada Basmalah adalah karena pertimbangan praktis semata-mata. Kalimat ini sering ditulis dan diucapkan, sehingga untuk mempersingkat tulisan ia ditulis tanpa Alif.
Rasyad Khalifah berpendapat bahwa ditanggalkannya huruf “alif” pada Basmalah, agar jumlah huruf-huruf ayat ini menjadi sembilan belas huruf, tidak dua puluh. Ini karena 19 mempunyai rahasia yang berkaitan dengan al-Qur’an.Lafadz Ar-Rahman ar-Rahim adalah dua sifat yang berakar dari kata yang sama. Agaknya kedua sifat ini dipilih karena sifat inilah yang paling dominan. Para ulama' memahami kata Ar-Rahman sebagai sifat Allah yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini, sedang ar-Rahim adalah rahmat-Nya yang bersifat kekal. Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedangkan rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالمِيْنَ
"Segala puji hanya bagi Allah pemelihara seluruh alam."

Kata Hamd atau pujian adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik walaupun ia tidak memberi sesuatu kepada yang memuji. Inilah bedanya antara hamd dengan syukur. Ada tiga unsure dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh yang dipuji sehingga dia wajar mendapat pujian, yaitu: indah(baik), dilakukan secara sadar, dan tidak terpaksa atau dipaksa. Kata al-hamdu, dalam surah al-Fatihah ini ditunjukkan kepada Allah. Ini berarti bahwa Allah dalam segala perbuatan-Nya telah memenuhi ketiga unsure tersebut di atas.

Kalimat Robbil 'aalamin, merupakan keterangan lebih lanjut tentang layaknya segala puji hanya bagi Allah. Betapa tidak, Dia adalah Robb dari seluruh alam. Al-hamdu lillahi robbil'alamin dalam surah al-Fatihah ini mempunyai dua sisi makna. Pertama berupa pujian kepada Allah dalam bentuk ucapan, dan kedua berupa syukur kepada Allah dalam bentuk perbuatan.
Jika melihat sistematika penulisan dari Tafsir al-Mishbah yang terperinci, maka dapat dikatakan bahwa metode yang dipakainya dalam menafsirkan adalah metode tahlily. Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata.
Menurut Quraish Shihab, ada beberapa prinsip yang dipeganginya dalam karya Tafsir Al-Mishbah, baik tahlily maupun maudhu’i, bahwa al-Qur’an merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Maka tidak luput pembahasan ilmu al-munasabat dalam karyanya ini.












C.    KESIMPULAN

Tafsir Al Mishbah secara lengkap memiliki judul Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, terdiri dari 30 juz dalam 15 volume. Ditulis oleh seorang ulama’ Nusantara ahli Tafsir bernama Muhammad Quraish Shihab, berasal dari Rappang, Sulawesi Selatan 16 Februari 1944.
Pengarang Tafsir bercorak al-Adabi al-Ijtima’i ini menghabiskan waktunya selama 4 tahun dalam menyusun karya monumental ini. Kecondongannya terhadap metode penafsirnya maudhu’i memiliki kekurangan dan kelebihan yang bisa dilihat dalam karyanya diantaranya yaitu Quraish Shihab menjelaskan mufradat dari setiap ayat yang dikaji sehingga menghasilkan pemahaman yang mendalam terhadap ayat. Ia juga termasuk orang yang jujur dalam menukil pendapat orang lain, ia menyebutkan pendapat orang yang berpendapat dalam karyanya.
Namun, menurut sebagian umat Islam di Indonesia menganggap bahwa beberapa penafsiran Quraish Shihab keluar batas kesepakatan pemahaman, sehingga tidak jarang Quraish Shihab digolongkan dalam pemikir liberal Indonesia. Sebagai contoh penafsirannya mengenai jilbab dan isu-isu keagamaan lainnya.
Tafsir Quraish Shihab oleh sebagian pengamat dinilai tidak spesifik. Argumen ini dikuatkan dengan keraguan pengamat terhadap latar belakang penulisan tafsirnya yang berangkat dari kesadaran pribadi penulis atau memang karena pilihan yang didasari motivasi dari luar untuk mewujudkan karya tafsir ini.
Selain itu, kritik yang diberikan kepada karyanya ini juga menitik beratkan pemahaman tauhid Qurais Shihab yang bercorak syi’ah. Ketika menafsir ayat-ayat berkenaan tentang akidah syi’ah, Qurais Shihab banyak mengutip pendapat ulama-ulama Syi’ah seperti Thaba’ Thaba’i dan Zamakhsyari, yang olehnya pendapat tersebut disepakati oleh Qurais Shihab. poin terakhir kekurangan yang juga tak luput dari pengamat para kritikus, bahwa dalam mencantumkan hadis, Qurais Shihab kurang memperhatikan keshahihannya.

Kamis, 16 Oktober 2014

Prospek Pengelolaan Wakaf


Prospek dalam bidang pengelolaan wakaf meliputi managemen pengumpulan dan pendaftaran harta wakaf, managemen pengelolaan harta wakaf dan distribusi hasil keuntungan dari harta wakaf. Kunci dari semua itu adalah nadzir yang amanah dan professional dalam mengelola aset wakaf yang diamanahkan kepadanya.
Managemen pengumpulan harta wakaf ke depan tidak lagi hanya menunggu wakif mewakafkan hartanya. Melainkan nadzir akan mencari sumber-sumber wakaf baru yang bisa dioptimalkan dari umat Islam yang ingin mewakafkan harta bendanya. Berkembangnya wakaf harta bergerak semakin memudahkan nadzir untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta wakaf dalam berbagai bentuknya. Strategi untk menggaet umat Islam agar semakin gemar berwakaf harus terus ditanamkan oleh nadzir dengan kerjasama dengan berbagai pihak. Selain itu kemudahan untuk berwakaf juga seharusnya dijadikan pertimbangan dalam mengumpulkan harta wakaf, misalnya dengan cara transfer lewat ATM, by phone dan jemput bola. Penyediaan counter-counter yang menyediakan jasa penerimaan wakaf juga harus disebar pada setiap lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Program-program strategis dan menarik masyarakat untuk berwakaf juga menjadikan mereka akan semakin terpacu untuk berwakaf. Apalagi jika mereka juga bisa merasakan manfaat wakaf atau minimal terlihat jelas dari hasil-hasil wakaf mereka, tentu akan menjadi nilai tersendiri bagi wakif. Intinya adalah bahwa nadzir harus mampu mengambil hati umat Islam sehingga mereka akan gemar berwakaf.
Pengelolaan wakaf menjadi inti dari kerja nadzir, sebagai pengelola dana umat maka ia harus mampu memprediksi dan merancang usaha-usaha yang tidak hanya menjadikan harta wakaf yang amanahkan kepadanya tetap bertahan namun harus bisa mengembangkannya. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan harta wakaf pada bisnis yang memiliki resiko kecil dengan keuntungan yang besar. Insting bisnis seorang nadzir dalam hal ini ditantang, apakah ia mampu untuk melipatgandakan pokok wakaf tersebut atau sebaliknya. Nadzir  di masa yang akan datang harus memiliki kemampuan setara dengan seorang CEO perusahaan yang harus bisa membawa lembaganya meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga keuntungan dari modal harta wakaf semakin banyak dan semakin bisa dirasakan oleh umat Islam.
Setelah nadzir berhasil mengoptimalkan fungsi dari harta wakaf yang diamanahkan kepadanya, maka ia harus bisa memilih program-program strategis yang bisa dirasakan manfaatnya oleh umat. Pendistribusian hasil dari harta wakaf dapat dilakukan dengan dua cara; pertama konsumtif dan kedua produktif. Pendistribusian yang bersifat konsumtif dilakukan dengan pemberian secara langsung kepada umat Islam untuk dinikmati secara individu atau berjamaah. Sifatnya yang dimanfaatkan menjadikannya tidak bisa dikembangkan lagi, ia bisa dalam bentuk makanan, bantuan korban bencana alam, pembuatan fasilitas umum atau kebutuhan masyarakat lainnya.
Distribusi yang bersifat produktif dilakukan melalui penyaluran modal usaha, bantuan penguatan ekonomi keluarga, pembelian kendaraan untuk disewakan atau pembangunan apartemen yang disewakan. Semua program tersebut tidak dirasakan manfaatnya secara langsung namun akan memberikan manfaat yang berkelanjutan. Modal yang diberikan akan digunakan oleh penerima hasil wakaf untuk usahanya, jika ia mampu mengembalikan modal tersebut maka bagus, namun jika tidak maka tidak apa-apa. Sedangkan pembelian kendaraan atau apartemen yang disewakan maka akan menambah aset wakaf tersebut.
Jika seorang nadzir memiliki beberapa kamar apartemen atau bahkan satu gedung apartemen, kemudian disewakan kepada masyarakat dengan harga yang murah maka hasilnya akan melipatgandakan aset wakaf yang dikelolanya. Ini tentu berdampak pada manfaat yang berlipatganda bagi masyarakat. 

Pengembangan Wakaf Produktif

PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF PELUANG DAN TANTANGAN 
By:Jafril Khalil,PhD,MCL (Divisi Pembinaan Nazir Badan Wakaf Indonesia)

1. Ketentuan Undang-Undang berkaitan pengembangan harta wakaf • Pasal 42 Bab 5 UU No.41 Tahun 2004 • menjelaskan Nazir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya
2. Pasal 43 1. Pengembangan dan pengelolaan harta benda wakaf oleh Nazir sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah 3. Pengembangan dan pengelolaan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara produktif 3. Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat 1 diperlukan penjamin maka digunakan lembaga penjamin syariah.
4. Profesionalisme Nazir • Nazir mestilah terdiri dari orang-orang yang mengerti fiqh wakaf dan undang-undang wakaf. • Sebagian anggota Nazir mestilah mengerti undang-undang wakaf dan mengerti tentang praktek-praktek investasi. • Semua mereka ini tentulah orang-orang Islam yang amanah dan produktif.
5. Organisasi Nazir • Khusus untuk Nazir yang terlibat di dalam pengembangan harta wakaf dan khususnya wakaf produktif perlu dibuat organisasi yang sama dengan organisasi korporasi bisnis seperti Perusahaan Terbatas (PT). • Susunannya kira-kira seperti ini ada komisaris, yang terdiri dari ulama yang mengerti fiqh dan undang-undang wakaf ditambah dengan pakar-pakar ekonomi yang mengerti undang-undang wakaf dan mengerti praktek-praktek dalam berbisnis dan tentu saja sebaiknya orang yang pernah terlibat dalam berbisnis. • Ada para direktur (eksekutif) yang terdiri dari orang-orang yang mengerti undang-undang wakaf dan ahli di dalam berbisnis. Kemudian organisasi ini boleh dilengkapi dengan manajer dan lain- lain tergantung dengan keperluan perusahaan itu sendiri. Tetapi orang-orang ini bukanlah sebagai nazir.
6. Pola Investasi • Sektor riil adalah bentuk investasi yang bisa dikatakan sebagai investasi jangka panjang karena ia memakan waktu yang panjang untuk mendapatkan keuntungan. • Sektor riil dibagi dalam dua yakni barang dan jasa. • Sektor riil bisa dikatakan sebagai penghasil barang seperti pertanian, pertambangan, industri dan sektor jasa lainnya.
7. • Sektor Finansial cenderung mengarah pada aset saham suatu perusahaan dan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah maupun individu dan perusahaan. Contoh investasi yang banyak ditemui adalh saham, reksa dana, obligasi, deposito, dan tabungan di bank.
8. Model-Model Investasi dalam Sektor Riil • Prinsip Mudharabah • Tanah wakaf yang diterima oleh nazir dapat diinvestasikan melalui investasi langsung dalam bentuk mudharabah. Nazir bisa mencari partner yang profesional dalam berbisnis dan yang terbaik itu dilaksanakan dalam bentuk mudharabah muqayyadah seperti membangun gedung dimana nazir bisa mendapatkan keuntungan melalui penyewaan gedung itu atau membangun perumahan dimana keuntungannya berbagi antara shahibul mal dan mudharib.
9. Cont’d • Prinsip Musyarakah • Dalam investasi musyarakah resikonya tentu jauh lebih kecil dimana nazir akan bekerja sama dengan pengusaha yang sudah mempunyai bisnis yang stabil dan dipastikan bahwa bisnis yang dipilih adalah bisnis berisiko rendah umpamanya; nazir memiliki sebidang tanah di tepi jalan dan dia bisa berkongsi dengan partnernya SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) atau tanah tersebut boleh juga dibangun ruko. Keuntungan dari SPBU ini atau penyewaan rukonya bisa dibagi sama antara harta wakaf dan pengusaha.
10. Cont’d • Prinsip Murabahah • Melalui investasi murabahah resikonya jauh lebih rendah lagi umpamanya dana wakaf investasikan dalam bentuk membangun rumah tinggal kemudian dijual melalui prinsip murabahah kepada pembeli
11. Cont’d • Prinsip Muzara’ah (Kerjasama lahan pertanian) • Tanah-tanah yang dikuasai oleh nazir dapat ditanami dengan prinsip muzara’ah dimana petani diberi benih dan biaya pengelolaan kemudian hasilnya dibagi sesuai dengan perjanjian bersama. • Prinsip Musaqah • Dimana lahan-lahan yang dimiliki oleh lembaga wakaf yang dikuasai nazir ditanami secara menyeluruh dan pemeliharaannya diserahkan kepada perorangan atau perusahaan dan kalau panen hasilnya dibagi sesuai perjanjian
12. Cont’d • Prinsip Ijarah (sewa menyewa) • Nazir dalam hal ini membangun gedung, real estate, dan pusat-pusat bisnis kemudian menyewakan, hasil sewa itu akan menjadi keuntungan yang bisa diserahkan kepada mustahik dan pengembangan harta wakaf ke depan. • Prinsip Hukr • Dimana nazir bisa menyewakan kepada pihak tertentu asetnya dalam jangka panjang dan hasil sewanya bisa diterima terlebih dahulu atau diterima secara berkala sesuai dengan perjanjian. Atau penyedia dana bisa membangun gedung pada tanah wakaf dan digunakan untuk jangka waktu tertentu umpamanya dua puluh tahun dan sebagainya kemudian setelah waktunya habis gedung dan tanah dikembalikan kepada nazir. Penyedia dana tidak lagi memiliki haknya disitu.
13. • Prinsip Istibdal • Dimana nazir dapat mengganti fungsi harta wakaf tertentu untuk dijadikan sentra bisnis yang pada awalnya mungkin harta itu lebih bersifat sosial dan kurang bermanfaat. • Prinsip Istishna’ • Seandainya nazir menguasai tanah yang strategis kemudian meminta kontraktor untuk membangun rumah sakit atau ruko kemudian setelah dibangun nazir membeli kembali pembangunan tersebut dengan cash ataupun dengan pembayaran ditunda
14. Investasi Sektor Keuangan • Investasi Deposito Mudharabah • Nazir bisa bekerjasama dengan bank untuk mengembangkan dana wakaf melalui deposito mudharabah dimana dana wakaf dapat keuntungan dari hasil investasi yang dilakukan oleh perbankan Islam.
15. Investasi Obligasi Syariah atau Sukuk • Sukuk Mudharabah / Muqarradhah • Nazir boleh membeli sukuk mudharabah ini dengan prinsip kehati-hatian sebaiknya sukuk mudharabah yang dibeli adalah yang dikeluarkan oleh negara dengan demikian ada jaminan bahwa uang wakaf tidak akan hilang. • Sukuk Ijarah • Nazir juga boleh membeli sukuk ijarah yang dikeluarkan oleh negara dan swasta, sebenarnya sukuk ijarah ini resikonya lebih ringan dibanding dengan sukuk mudharabah karena obyek yang disewakan itu merupakan jaminan yang bisa dipegang oleh nazir apabila terjadi kegagalan pembayaran kembali.
16. Investasi pada Pasar Modal Syariah • Saham Mudharabah • Nazir boleh membeli saham yang bersifat mudharabah pada pasar modal syariah dengan prinsip kehati-hatian dimana sebaiknya dipilih saham-saham yang dimiliki oleh negara atau perusahaan yang sangat kuat dan stabil kalau dapat ada lembaga penjaminan yang bisa menjamin terhadap kerugian yang mungkin timbul. • Saham Musyarakah • Nazir juga bisa berinvestasi pada perusahaan- perusahaan yang mengeluarkan produk saham musyarakah, sebenarnya saham musyarakah resikonya lebih rendah daripada saham mudharabah karena resiko ditanggung bersama.
17. Cont’d • Saham Hukr • Nazir dapat juga menginvestasikan uangnya di dalam saham-saham dalam bentuk produk Hukr dan sebenarnya saham ini jauh lebih aman karena sudah ada objeknya.
18. Peluang Wakaf Produktif di Indonesia • Kalau dihitung dari situasi perekonomian Indonesia sekarang ini maka mengumpulkan dana wakaf itu dalam jumlah yang signifikan itu sangat bisa dilakukan khusus untuk Sumatera Barat kalau bisa dimobilisasi dari satu juta orang dikali Rp 10.000 per bulan maka kita akan mendapatkan Sepuluh milyar Rupiah dan ini bisa diinvestasikan di berbagai sektor yang memungkinkan untuk kita lakukan. Kemampuan ini diperkuat oleh jumlah penduduk muslim Indonesia yang mayoritas dan mudah disentuh hatinya. • Terbukanya peluang yang besar bagi masyarakat untuk mengelola wakaf produktif secara profesional. Indonesia dan khususnya Sumatera Barat memiliki SDM yang cukup untuk mengelola wakaf secara profesional.
19. Tantangan • Belum tersosialisasinya konsep wakaf produktif secara meluas di dalam masyarakat. • Masih belum mampu membuat lembaga yang profesional dalam pengelolaan wakaf produktif. • Kurangnya perhatian pemerintah terhadap wakaf produktif.
20. Contoh-Contoh Wakaf Produktif di Beberapa Negara International Islamic Relief Organization Saudi Arabia (IIROSA) telah melaunching 6 proyek wakaf di Mekkah dengan dana SR 470 juta dengan perkiraan keuntungan SR 45 juta yang akan digunakan kepentingan sosial. 1. Proyek Bayt Allah Waqf 11 lantai rumah dan gedung komersial. Keuntungan dari proyek ini digunakan membangun 370 mesjid di 18 negara 2. The Orphan Waqf, hotel 30 lantai yang keuntungannya digunakan untuk membiayai anak-anak yatim di 28 negara 3. The Educational Care Waqf, tower 22 lantai yang keuntungannya digunakan untuk membiayai 30 institusi pendidikan di seluruh dunia.
21. Cont’d 4. Social Development Waqf, gedung 10 lantai yang keuntungannya digunakan untuk program rehabilitasi dan pelatihan keterampilan untuk satu juta orang di 97 negara. 5. The Da’wa Waqf, gedung 28 lantai yang keuntungannya akan digunakan untuk beasiswa 13000 mahasiswa, 720 mubaligh di 365 Center- center Islam di seluruh dunia 6. The Health care waqf, gedung 25 lantai keuntungannya akan dipergunakan untuk kepentingan kesehatan 33 juta orang di 285 Rumah sakit.
22. Contoh di Malaysia • Kumpulan Waqf An-Nur sukses membangun beberapa klinik dan Rumah sakit di Malaysia. Sekarang juga ada pembangunan hotel yang dilakukan. • Mereka juga menginvestasikan dana-dana waqf mereka melalui pasar modal perbankan dan lain-lain. • Hasil dari keuntungan waqf mereka gunakan untuk kepentingan anak yatim beasiswa, orang miskin, anak yatim dan lain-lain. • Contoh investasi mereka di saham mereka memiliki 12,35 juta unit saham pada J Corps Kulim (M) Bhd, 18,60 juta unit saham di KPJ Health Care Bhd dan 4,32 juta saham di Johor Land Bhd.
23. Waqf Produktif di Singapura • Singapur memiliki $340 juta. Nama lembaganya Warees, mereka menginvestasikan dana waqf mereka dalam bentuk musyarakah di berbagai outlet makanan. • Di singapur mereka mendapatkan waqf dari potongan gaji setiap bulannya bagi masyarakat muslim Singapur. Warees juga menginvestasikan dananya pada sentra bisnis yang dikelola oleh orang-orang Islam.
24. Kondisi Nazir di Indonesia • Nazir di Indonesia belum dilakukan secara profesional sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dan Budaya yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2006 yang meneliti 500 responden nazir di 11 provinsi. Kesimpulannya 77% Nazir tidak produktif alias diam. Sisanya juga tidak sempurna produktif. 84% nazir sambilan dan 16% yang fokus. 70% harta wakaf dalam bentuk mesjid, 59% berada di perdesaan, 66% harta wakaf dikelola secara tradisional atau perseorangan sisanya dikelola secara badan hukum.
25. Kesimpulan • Bahwa pengembangan harta wakaf ke depan mesti lebih banyak dilakukan dengan pola pengembangan produktif. Untuk mengembangkan pola produktif perlu adanya nazir yang profesional dengan membangun organisasi korporasi yang modern. • Dalam pengelolaan pola produktif ini mesti jelas hak dan kewajiban para nazir • Harta wakaf yang ada di Indonesia ternyata dikelola secara profesional. • Nazir-nazir yang sedia ada belum mampu mengelola harta wakaf dalam bentuk produktif. • Mesti dilakukan reformasi terhadap nazir-nazir yang sedia ada

Sabtu, 11 Oktober 2014

Etika

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
*      Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
*      Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
*      Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
*      Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent inhuman nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya antara lain:
  1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right).
  2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions).
  3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual).
  4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty).

Kritik Hukum Islam atas Pemilihan Presiden di Indonesia

Disertasi: Kritik Hukum Islam terhadap UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia
Oleh: Dr. H. Sutisna, MA
BAB V
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai kritik hukum Islam terhadap Undang-undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Pemilihan presiden dan wakil presiden menurut hukum Islam adalah dengan menggunakan beberapa mekanisme yang telah dicontohkan dalam pemilihan para Khulafa al-Rasyidin di Madinah. Pemilihan Abu Bakar dilakukan dengan cara kesepakatan para shahabat Nabi yang didasarkan kepada isyarat-isyarat yang datang dari Nabi Muhammad Saw. Pemilihan Umar bin Khaththab menjadi khalifah didasarkan pada wasiat yang dibuat oleh khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar. Pemilihan Utsman bin Affan menjadi khalifah dengan cara musyawarah yang dilakukan oleh tujuh orang yang ditunjuk oleh khalifah sebelumnya untuk memilih salah satu di antara mereka. Pemilihan  khalifah Ali bin Abi Thalib dipilih dengan kesepakatan beberapa shahabat Nabi. Dari perbedaan-perbedaan cara yang diterapkan itu dapat difahami bahwa pemilihan kepala negara dalam Islam dilakukan dengan cara-cara yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi. Perbedaan-perbedaan ini dapat difahami sebagai dinamika cara pemilihan kepala Negara dalam Islam yang akan terus berlangsung sesuai perguliran waktu, situasi, dan kondisi. 
2.    Pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru pemilihan presiden da wakilnya dilakukan oleh anggota MPR. Sedangkan sejak Era Reformasi sampai sekarang pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan secara langsung oleh rakyat.  
3.    Sistem pemilihan presiden dan wakil presiden dan syarat-syarat calon presiden dan wakil presiden di Indonesia sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sudah sesuai dengan hukum Islam. Bahkan, menurut penulis syarat-syarat calon presiden dan wakil presiden yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 itu bukan hanya sesuai, tapi diadopsi dari ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

B.       Saran-saran
Kesimpulan dari disertasi ini memunculkan satu kesimpulan baru berupa penegasan mengenai sistem pemilihan presiden dan wakilnya serta syarat-syarat yang harus dipenuhi para calon di Indonesia. Kesimpulan tersebut melahirkan saran-saran dalam disertasi ini yaitu:
1.    Sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim, Indonesia sudah selayaknya berupaya terus untuk mencangkok ajaran Islam ke dalam berbagai aturan lainnya khususnya dalam bidang politik negara yaitu dalam mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden, baik secara prosedural maupun substansinya.
2.    Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 pada beberapa hal seperti tingkat pendidikan calon presiden dan wakil presiden harus diamandemen karena sudah kurang sesuai dengan kondisi masyarakat Indoesia dewasa ini.