Rabu, 24 Desember 2014

LEMBAGA HISBAH PADA MASA UMAR BIN KHATTAB


            Ekonomi adalah bidang yang sensitif dan sangat rentan masalah. Salah satu jalan untuk mempertahankan kondisi ekonomi adalah dengan menerapkan sistem ekonomi islam. Ekonomi islam sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah dan dilanjutkan oleh Khulafaurrasyidin. Salah satu Khulafaurrasyidin yang telah sukses memberikan kemakmuran bagi rakyatnya adalah khalifah Umar bin Khattab. Terdapat banyak perombakan sistem yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dalam meningkatkan perekonomian negaranya.
            Kebijakan ekonomi Umar antara lain mendirikan lembaga hisbah. Hisbah adalah kantor atau lembaga yang berfungsi untuk mengontrol pasar dan moral (adab) secara umum. Lembaga hisbah ini memiliki empat rukun, yaitu pengelola hisbah yang muslim, mukallaf, merdeka, mendapat rekomendasi dari pemerintah setempat, mampu, dan berilmu; pihak yang melakukan perbuatan; objek yang meliputi perbuatan; dan cara atau tindakan al hisbah.
            Tujuan utama berdirinya lembaga hisbah adalah penghapusan segala tindakan kemungkaran sekaligus menggantinya dengan kebajikan dan kemaslahatan sehingga tercipta rasa aman dan tentram serta keadilan dalam komunitas masyarakat. Amar ma’ruf nahyi munkar merupakan prinsip utama lembaga hisbah untuk mewujudkan masyarakat yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebajikan.
Lembaga hisbah bertugas membuat ketentuan hukum yang jelas agar tidak terjadi penyelewengan dalam pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Hukum yang jelas dan aparat negara yang tegas akan menghalangi oknum-oknum yang ingin keluar dari jalur dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Tidak sedikit penjual yang menginginkan untung yang besar dengan modal minimal sehingga banyak pedagang yang melakukan berbagai macam cara untuk memaksimalkan keuntungan, salah satunya dengan mengurangi takaran. Lembaga hisbah hadir untuk mengontrol kesempurnaan alat takaran dan timbangan para penjual.
Lembaga hisbah juga bertugas memberantas para pedagang yang gemar menyembunyikan kekurangan dan kecacatan barang yang dijualnya serta pedagang yang bersumpah palsu didepan pembeli. Lembaga hisbah harus jeli pula pada pedagang yang suka menimbun barang yang berakibat pada kelangkaan beberapa jenis  barang, yang pada gilirannya berimplikasi pada terjadinya inflasi. Selain itu lembaga hisbah dituntut mampu menjaga stabilitas harga pasar dan melarang praktek monopoli pada produk tertentu dan memberantas segala praktek yang mengandung riba.
Melihat dari sejarahnya, lembaga hisbah sudah ada sejak zaman Rasulullah dan kemudian dihidupkan kembali oleh Umar dengan mengangkat seorang sahabat wanita yang bernama asy-Syifa binti Abdullah, yang bertugas sebagai pengawas pasar di kota Madinah. Di samping itu, Umar juga mengangkat Abdullah bin Utbah sebagai inspektur pasar sekaligus bertindak sebagai hakim (qâdhi). Perbedaannya, di masa Rasulullah, lembaga hisbah masih belum berbentuk lembaga. Sedangkan di masa Khalifah Umar, lembaga hisbah ini sudah menjadi lembaga khusus dalam mengawasi hal-hal yang terjadi dalam pasar.

HRD Syariah untuk Kemaslahatan Dunia Akhirat

Oleh: Abdurrahman MBP

Ekonomi syariah yang semakin berkembang pada seluruh lini bisnis kontemporer harus dibarengi dengan managemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang amanah dan sejalan dengan nilai-nilai syariah. Sebagai pelaksana bagi praktik ekonomi syariah, maka SDM Syariah haruslah memiliki tauhid yang mendalam, perilaku yang selaras dengan syariah dan lebih dari itu ia adalah duta Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
SDM Syariah secara general memiliki nilai-nilai universal yang selaras dengan business ethic dari seluruh penjuru dunia. Ia adalah pribadi yang memiliki komitmen tinggi pada kejujuran (honesty), amanah, professional, percaya diri dan bisa diandalkan. Semua itu lahir dari prophetic value sebagai efek positif tauhid yang hanif dalam keyakinan Islam.
Permasalahnnya adalah; bagaimana memanage SDM Syariah agar senantiasa memiliki jiwa yang amanah dan professional tersebut? silahkan telaah lembar-demi lembar buku ini. Anda akan mendapatkan bahwa ternyata SDM Syariah adalah solusi bagi setiap perusahaan untuk mencapai target sasarannya. Selain itu anda juga akan mendapatkan bagaimana praktek HR Syariah pada beberapa perusahaan yang telah malang-melintang dalam bisnis syariah. Selamat membaca…  

Jumat, 12 Desember 2014

Wakaf di Indonesia

Abstrak

A.Saepudin (2014): Perubahan Peraturan Perundang-undangan Wakaf (1960-2004) dan Implikasi serta Prospeknya terhadap Pengembangan Pengelolaan Wakaf.

Sejak tahun 1960 peraturan hukum wakaf telah menjadi bagian dari hukum nasional. Produk hukum wakaf yang telah dibentuk adalah UU Nomor 5 Tahun 1960, PP Nomor 28 Tahun 1977, Inpres Nomor 1 Tahun 1991, dan UU Nomor 41 Tahun 2004. Setelah empat kali perubahan peraturan perundang-undangan wakaf, ternyata belum memberi perubahan signifikan pada pengembangan pengelolaan wakaf di Indonesia. Bahkan tidak hanya itu, fakta di lapangan ternyata masih banyak permasalahan wakaf yang dihadapi umat Islam. Munculnya berbagai permasalahan wakaf tersebut diasumsikan karena pelaksanaan hukum wakaf masih belum sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan dilakukannya perubahan, aspek-aspek perubahan peraturan perundang-undangan wakaf belum optimal dilaksanakan, implikasi perubahan peraturan perundang-undangan wakaf belum sampai pada perubahan permanen sistem, dan prospek pengembangan pengelolaan wakaf sangat sulit diwujudkan.
Disertasi ini meneliti alasan perubahan peraturan perundang-undangan wakaf, aspek-aspek yang berubah setelah perubahan peraturan perundang- undangan wakaf, implikasi perubahan peraturan perundang-undangan wakaf terhadap pengembangan pengelolaan wakaf, dan prospek pengembangan pengelolaan wakaf setelah perubahan peraturan perundang-undangan wakaf.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (doctrinal legal research). Data yang digunakan bersumber dari peraturan perundang-undangan wakaf, wawancara mendalam (deep interview) dan studi kepustakaan (library research). Metode yang digunakan menggunakan data-data kualitatif. Analisis data menggunakan content analiysis yang menghasilkan gambaran perubahan peraturan perundang-undangan wakaf secara komprehensif yaitu alasan perubahan, aspek-aspek perubahan, implikasi perubahan, dan prospek setelah perubahan.
Hasil temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa perubahan peraturan perundang-undangan wakaf terjadi karena tuntutan dan kebutuhan umat Islam yang dilakukan melalui proses legislasi berdasarkan pertimbangan atau alasan-alasan yaitu filosofis, sosiologis, yuridis, dan ekonomi. Aspek-aspek yang berubah adalah meliputi perubahan struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum. Implikasi perubahan meliputi perubahan kualitas dan kuantitas pengembangan pengelolaan wakaf. Adapun prospek perubahan yang diharapkan adalah optimalisasi peran BWI, pengembangan wakaf produktif, dan pengembangan wakaf uang.

Kata Kunci: Implikasi, Pengembangan, Pengelolaan, Perubahan, Perundang-Undangan, Prospek, dan Wakaf. 

Subhat Pembenci Islam 2


Oleh: Abdurrahman

BUDAYA ARAB ANU AYA DI PASUNDAN KUDU DIPAREUMAN!!! HAYU URANG SABILULUNGAN NGAJUNJUNG LUHUR BUDAYA INDONESIA UTAMANA SUNDA!!!
KADE KA DULUR BALAREYA ULAH BEUNANG KA-OLO KU ISIS (PRODUK ARAB).
URANG SUNDA KUDU BISA NGABEDAKEUN MANA ISLAM MANA ARAB!!! ULAH PEDAH ISLAM BIJIL TI ARAB TERUS BUDAYA ARAB DISEBUT ISLAMI!!! KADE EUY ULAH SASAB!!!

Ini adalah Status seorang yang membenci Islam dan menyebut dirinya Sunda Pituin. Lihatlah bagaimana kebodohannya dengan Islam hingga menganggap bahwa Orang Islam selalu terikat dengan Arab. Tentu saja pernyataan ini adalah bukti dari kebodohannya.
Jika membaca status FB di atas seolah-olah ia hanya membenci Arab, padahal kalau dilihat dari status-status sebelumnya sangat kentara sekali ia membenci Islam yang menurutnya mematikan budaya Sunda. Status ini akan terus berlanjut, perang antara yang haq dan batil memang akan terus berlanjut, dan ia sudah menabuh genderang perang itu. Subhat yang diutarakannya adalah menjunjung tinggi budaya Indonesia dan Sunda, padahal sejak awal Islam memberikan ruang bagi kebudayaan lokal tersebut. Tentu saja tidak bisa menyamakan antara Arab, Islam dan ISIS. Ketiganya adalah dua hal yang berbeda sebagaimana disebutkan olehnya dalam status tersebut. Sangat disayangkan bahwa pernyataannya tersebut hanya sekadar untuk mengelabui umat Islam, bukan budaya Arab yang ingin dihancurkan namun budaya Islam yang telah berakar dalam budaya lokal.
Agar kita tidak tersesat sebagaimana peringatan darinya maka kita harus mempelajar secara lebih mendalam tentang Islam. Memang benar Islam berbeda dengan Arab, namun bukan berarti kita menolak Arab, karena banyak hal dari Arab juga yang bisa diambil manfaatnya. Jika harus memadamkan budaya Arab tentu sangat sectarian dan fanatic suku, jelas ini sangat tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia dan juga Sunda yang someah ka semah (menghormati tamu). Jika orang-orang Arab dan Budaya Arab adalah tamu maka sudah selayaknya untuk dihormati. Jika ada orang Indonesia atau orang Sunda yang meniru-niru gaya Arab tentu saja kita tidak bisa melarangnya karena itu adalah pilihan.
Masyarakat Indonesia dan juga Sunda yang telah lama mengenal Islam tentu menginginkan adanya perubahan dalam kehiduapannya. Mereka adalah manusia yang memiliki keinginan dan perubahan dalam kehidupannya, jika itu mengarah kepada yang lebih baik maka kenapa harus dilarang. Tentu saja itu adalah pilihan dari pelakunya. Kita tidak bisa melarang orang lain untuk mengikuti kehendak kita. Selama tidak mengganggu ya silahkan saja. Toh kita cuek saja ketika melihat orang Indonesia atau Sunda menggunakan pakaian barat, Eropa, Amerika, Jepang atau Korea. Kenapa hanya Arab yang harus disalahkan? Apakah karena Arab dekat dengan Islam? ini tentu hal yang sangat naïf. Sehingga saya bisa mengambil kesimpulan bahwa status ini adalah bentu kebenciannya kepada Islam dengan topeng membenci Arab.
Islam sebagai agama yang paripurna dan menjadi rahmat bagi seluruh sangat menghormati adat dan kebudayaan Indonesia dan juga Sunda. Sehingga tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa kebudayaan Arab juga harus dihapuskan, silahkan sama-sama berkembang dan masyarakat akan memilihnya. Bukankah kita tidak boleh memaksanakan kehendak kepada orang lain? Mari belajar lebih mendalam tentang Islam…. 

Kamis, 11 Desember 2014

Membantah Subhat Pembenci Islam

Oleh: Kang Abdurrahman

Membaca status Face Book seorang kawan di group kesundaan saya jadi berfikir ulang, Isi dari status FB tersebut adalah bahwa ia membenci semua hal yang berbau Arab di Tatar Sunda, seperti: Jilbab, Cadar, Sorban, Jenggot, celana ngatung dan lainnya. Kenapa ya mereka bisa berfikiran seperti itu. Apakah karena pengetahuannya yang terbatas? Sikap fanatiknya kepada sukunya? Atau karena kebenciannya kepada Islam? Apalagi pendapat ini muncul dari seorang Sunda yang muslim. Status ini menarik untuk dibahas, walaupun sejak awal saya ingin menuliskan semua hal tentang hal ini, Islam dan Kesundaan. Benarkah terdapat perbedaan yang mecolok antara Sunda dan Islam? apakah keduanya tidak saling berharmoni? Kita akan lihat pembahasannya.
Hal pertama yang muncul dari status ini adalah tentang budaya Arab yang begitu banyak muncul pada kalangan Sunda. Tentu saja sangat naïf ketika hanya menyalahkan Arab. Buktinya yang eksis di Tatar Sunda bukan hanya Arab tapi juga China, Eropa, Jepang, Korea dan gaya hidup bangsa lainnya. Jika Arab disalahkan karena ia memang mendominasi kehidupan orang Sunda, karena itu adalah efek dari mereka yang telah masuk Islam. hal yang menarik adalah ketika menyatakan bahwa komunitas Islam yang berasal dari suku Sunda telah menghilangkan budaya Sunda. Tentu saja klaim ini harus dilihat kembali, bisa jadi benar bahwa Islam Sunda menolak beberapa kebudayaan Sunda yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam, misalnya saja goyang Jaipong yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang memuliakan perempuan. Demikian juga budaya Sunda yang mengarah kepada kesyirikan, maka hal tersebut tidak dilakukan dan dalam pemahaman mereka bahwa dibuang.
Penulis mengkritik beberapa hal yang berbau Arab seperti cadar, sorban, jenggot, jilbab, celana ngatung dan lain sebagainya. Ini memang hal yang tampak jelas di masyarakat, di mana saat ini kita saksikan banyak perempuan Sunda yang memakai jilbab ala Arab dan bercadar. Tentu saja hal ini tidak bisa disalahkan karena merupakan hak asasi mereka untuk memilih. Kenapa kita harus anti dengan hal tersebut? padahal itu adalah pilihan masing-masing individu muslimah. Banyak orang yang mencela pakaian ala Arab ini, padahal banyak di antara perempuan Sunda juga memakai pakaian ala Eropa dan Barat tapi tidak dipermasalahkan. Sangat diskrimasi Arab tentunya dalam hal ini.
Mengenai sorban, sejatinya itu adalah budaya Arab yang tentu saja hukumnya boleh-boleh saja untuk menggunakannya atau tidak. Apalagi dalam masalah pakaian Islam memberikan kebebasan, selama tujuan utama darinya yaitu menutup aurat terpenuhi maka sudah cukup. Mengenai model silahkan saja mau model Arab, Sunda, Jawa dan yang lainnya. Ini sekaligus memberikan argument bahwa silahkan saja memakai pakaian Sunda, selama menutup aurat maka diperbolehkan. Apalagi kalau kita lihat pakaian Sunda juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. apabila kita perhatikan ternyata pakaian Sunda bagi laki-laki yaitu pangsi memiliki model celana yang berada di atas mata kaki yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Maka tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa Islam tidak menyetujui budaya Sunda.
Jenggot juga menjadi hal yang dikritik oleh pemilik status tersebut, ia menyatakan bahwa jenggot merupakan budaya Arab. Mungkin dia lupa bahwa sesepuh kita di masa lalu dan hingga kini memelihara jenggot bahkan sampai panjang. Jika tidak percaya lihatlah para sesepuh Sunda yang juga memanjangkan jenggotnya, lalu kenapa jika ada orang yang berjenggot dianggap kearab-araban? Suatu hal yang sangat naïf sekali.
Sejatinya Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam memberikan ruang bagi setiap kebudayaan untuk tumbuh dan berkembang. Budaya Sunda sebagai salah satu kebudayaan di dunia juga diberikan ruang dalam Islam, apalagi jika kita mendalami budaya Sunda maka kita akan menemukan korelasi antara Islam dan budaya Sunda. Korelasi yang hampir ada pada setiap bagiannya, dari mulai masalah kepercayaan hingga amalan sehari-hari.
Kepercayaan orang Sunda meyakini adanya Nu Kawasa yaitu Tuhan alam semesta yang telah menciptakan langit dan bumi. Islam jelas meyakini adanya Allah ta’ala sebagai Tuhan pencipta alam, ini adalah fitrah setiap manusia bahwa ia memiliki sifat meyakini adanya Tuhan semesta alam. Keyakinan adanya Tuhan pada masyarakat Sunda bertemu dengan keyakinan dalam Islam tentang adanya Allah ta’ala sehingga keduanya bisa berdampingan dan melebur dalam satu pemahaman.
Amalan sehari-hari masyarakat Sunda yang tercermin dalam silih asah, silih asih dan silih asuh jelas selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam memerintahkan kepada umatnya untuk senantiasa berbuat baik kepada orang lain, mengasihi yang kecil dan meghormati yang tua.
Jika demikian adanya, maka celaan beberapa orang yang tidak paham dengan Islam serta budaya Arab yang ada di Tatar Sunda adalah muncul karena kebodohan mereka terhadap Islam serta kebenciannya kepada umat Islam. Selain itu sikap fanatik terhadap sukunya secara berlebih-lebihan sehingga dengan mudah membenci orang lain yang tidak sepaham dengannya. Hal ini menjadi ancaman yang harus dihilangkan karena akan memunculkan fitnah dan permusuhan di antara umat Islam. 

Rabu, 10 Desember 2014

Etika Bisnis Islam


BISNIS SYUBHAT
JUAL BELI PAKAIAN YANG TIDAK SESUAI SYARIAT
Wafi Azkia Zahidah-1317400

Manusia dimuka bumi dari hari ke hari semakin bertambah kreatif. Keadaan ini didukung juga oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat, dimana membuat selera manusia semakin tinggi. Tak hanya masuk ke dunia teknologi, perkembangan zaman ini juga berdampak pada cara berpakain manusia. Pakaian yang awalnya hanya bertujuan untuk menutup aurat, kini telah berubah tujuan menjadi memperindah diri. Tujuan ini sama sekali tiak salah selama masih sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh syariah. Akan tetapi lama kelamaan, manusia tidak lagi peduli akan ketentuan syariah yang dianggab jadul “zaman sudah modern, alquran terlalu kuno untuk diterapkan pada zaman sekarang,,”
Keadaan ini bukan hanya terkait pada si pembeli pakaian, karena mereka tentu saja tidak akan membeli kalau tidak ada yang menjual. Dan ini juga berkaitan erat dengan  para desainer. Tanpa ada mereka tentu tidak akan ada baju yang bisa dijual oleh penjual. Perancang baju yang semakin kreatif juga akan merancang baju sedemikian rupa agar diterima. Desainer yang sebagian besar non muslim ini tentu saja tidak akan peduli dengan aturan-aturan syariah kita. Kitalah sebagai umat muslim yang sebenarnya harus selektif dalam membeli pakaian, terutama bagi para muslimah. Inilah yang menjadikan kita sebagai muslimah mulai kehilangan identitas kemuslimahan sebagai umat islam.
Pakaian yang ditentukan oleh syariah itu tentu sudah sangat jelas disebutkan, yakni diantaranya, tidak terawang, tidak mnyerupai laki-laki bagi wanita maupun sebaliknya, tidak membentuk lekuk tubuh dan menutup aurat. Aturan-aturan ini yang mulai dilupakan oleh kaum muslimin, yang mereka fikirkan hanya tren, tren dan tren. Meraka tidak malu lagi membeli pakaian-pakaian yang berukuran kecil “agar terlihat langsing,,”kata nya, serta pakaian-pakaian yang sebenarnya bukan milik agama kita, akan tetapi milik non muslim yang selalu berusaha menjebak kita dari segala arah termasuk dari aspek pakaian.
Yang lebih menyedihkan lagi, kebanyakan dari penjual pakaian-pakaian yang tidak sesuai syariah ini adalah orang muslim, yang  kalau kita tanyakan kepada mereka tentang pakaian syari, rata-rata dari mereka mengetahuinya “kami ini hanya penjual,  lagi pula bukan kami yang memakainya,”. Masayarakat pada umumnya dan masyarakat muslim pada khususnya tentu mereka semua mempunyai banyak alasan lagi kenapa memilih berdagang pakaian yang dilarang syariat dari pada menjual baju muslimah. Mulai dari alasan karena tuntutan zaman, sampai alasan dimana ketakutan akan usaha pakaian mereka yang bisa gulung tikar kalau tidak sesuai dengan minat para pembeli.
Jikalau kita tinjau dari sisi muamalah itu sendiri, jual beli barang yang seperti ini dapat tergolong kepada jual beli yang tidak sah. Pada dasarnya menjual pakaian itu hukumnya diperbolehkan, akan tetapi dapat berubah menjadi terlarang jika pakaian yang dijual tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan syariah. Syarat-syarat barang yang diperjual belikan itu diantaranya : milik sendiri, bermamfaat, tidak melanggar syariah, dan jelas wujudnya serta dapat diserah terimakan. Sedangkan menjual pakaian sexi itu termasuk kepada barang yang melanggar syariah dan tidak bermamfaat, malah bisa dikatagorikan membawa mudharat, yakni dengan dia memakai pakaian sexi, otomatis dia dapat memancing lawan jenisnya dengan cara mempertontonkan auratnya tersebut. Timbul pertanyaan baru, bagaimana kalau seandainya yang membeli pakaian sexi tersebut adalah seorang muslimah taat yang hanya akan menggunakan pakaian tersebut untuk dirumah atau didepan mahramnya, maka tentu hukum jual beli barang seperti ini berubah menjadi diperbolehkan.
Ketika hukum haram dan halal bertemu, dan kemungkinan besar yang akan terjadi adalah yang diharamkan, maka hukum yang diambil adalah yang haram, sesuai dengan kaidah fiqh :
Idza ijtama’a al-halal wa al-haram ghalaba al-haramu
“jika berkumpul antara halal dan haram, maka yang menang adalah haram”
Dengan begitu, tentu sipenjual pakaian yang seperti ini bukan hanya tidak diperbolehkan, akan tetapi besar kemungkinan sipenjual mendapatkan dosa, karena mendukung atau memfasilitasi orang lain untuk melanggar syariah. Seperti yang kita ketahui, semua orang yang ikut andil dalam melakukan pelanggaran syariah maka akan mendapatkan dosa yang sama. Ini berarti, bukan hanya sipenjual yang dicap bersalah akan tetapi semua orang yang turut andil dalam pembuatan baju sexi tersebut, dari desainer, asisten desainer, distributor pakaian tersebuat, sipenjual, sampai pada sipembeli juga akan mendapatkan balasan atau dosa yang sama. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam salah satu kaidah fiqh :
Sekarang sudah mulai jelas kenapa transaksi jual beli barang yang seperti ini tidak diperbolehkan, sebagaimana yang dijelaskan disalah satu kaidah fiqh :
Kullu bai’in a’aana ‘ala ma’shiyatin haraam
“Setiap jual beli yang menolong kemaksiatan, hukunnya haram”
Kesimpulan yang dapat penulis ambil disini, menjual pakaian yang tidak sesuai syariah itu dilarang, karena,  itu sama saja dengan memberikan fasilitas dalam kemaksiatan.