Oleh: Abdurrahman
Kenikmatan hidup adalah
dambaan setiap insan, tidak ada satu manusiapun yang ingin dan mau hidupnya
sengsara. Semua manusia berlomba-lomba dan melakukan segala cara agar bisa
merasakan kenikmatan di dunia. Namun sayang, banyak orang lupa bahwa kenikmatan
itu sejatinya telah ada dan dianugerahkan oleh Allah ta’ala kepada para
hambaNya.
Kenikmatan di dunia, jika
kita bagi ada dua yaitu kenikmatan yang bermakna umum dan kenikmatan yang
bermakna khusus. Kenikmatan
yang umum adalah kenikmatan yang berhubungan dengan kebahagiaan abadi. Ia adalah
kenikmatan Islam dan kenikmatan Sunnah. Karena kebahagiaan dunia dan akhirat
dibangun di atas tiga pondasi: Islam, Sunnah dan A’fiyah (keselamatan) di dunia
dan di akhirat. Sementara kenikmatan Islam dan Sunnah adalah kenikmatan yang
diperintahkan Allah kepada kita agar memohonnya di dalam shalat, agar Allah
memberikan kita petunjuk kepada jalan pengikutnya, dan jalan orang yang telah
diberikan keistimewaan dengan kenikmatan itu, serta jalan orang-orang yang
telah dijadikannya sebagai penghuni Ar-Rafiq Al-A’la. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan
barangsiapa yang menta’ati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu ; Nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS. An-Nisaa: 69).
Ayat ini menunjukan adanya
empat golongan manusia yang akan mendapatkan kenikmatan ini, yaitu; para nabi, shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Keempat golongan manusia ini
adalah pemilik dari kenikmatan umum tersebut. Para pemilik kenikmatan itulah
yang Allah maksudkan dengan firmanNya; “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan
untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agamamu” (QS. Al-Maidah: 3). Kesempurnaan pertama itu adalah
pada sisi agama Islam, dan kesempurnaan kedua itu pada sisi kenikmatannya. Umar
bin Abdul Aziz rahimahullah pernah mengungkapkan: “Sesungguhnya iman itu
memiliki batas-batas, kewajiban-kewajiban, sunnah-sunnah dan syariat-syari’at.
Barangsiapa yang menyempurnakan semuanya, berarti telah menyempurnakan iman”.
Agama Allah adalah syari’at
yang mengandung perintah dan larangan serta hal-hal yang disukai oleh Allah.
Maksudnya, bahwa kenikmatan umum yang khusus diterima oleh kaum mukminin.
Itulah kenikmatan Islam dan Sunnah. Dan kenikmatan itu pulalah yang menyebabkan
seorang mukmin mendapatkan kegembiraan sejati. Kegembiraan dengan kenikmatan
itu adalah yang disukai dan diridhai oleh Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
”Katakanlah: ’Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan” (QS. Yunus: 58).
Pendapat para ulama As-Salaf
tentang pengertian rahmat dan keutamaan Allah seputar : Islam dan Sunnah, dan
sebatas hidupnya hati dengan kegembiraan karena keduanya. Semakin keduanya itu
tertanam di dalam hati, semakin memberikan kegembiraan. Sampai-sampai hati akan
menari karena saking gembiranya ketika ruh itu bersentuhan dengan sunnah,
meskipun orang banyak dalam kesedihan mendalam. Ia akan tetap dipenuhi rasa
tentram, meskipun manusia dalam ketakutan yang amat sangat”.
Kenikmatan yang kedua yaitu
kenikmatan khusus, ia berupa kenikmatan kesehatan, kekayaan, kesehatan tubuh ,
kehormatan yang luas, banyaknya anak, istri yang cantik dan sejenisnya. Itu
adalah kenikmatan yang dimiliki secara bersama oleh orang-orang yang shalih
maupun orang fasik, orang mukmin maupun orang kafir. Apabila ada yang
menyatakan: “Allah berhak memberikan kepada orang kafir kenikmatan khusus tadi
dalam bentuk yang demikian”, maka itu benar adanya. Namun kenikmatan khusus
bagi orang kafir dan orang fasik itu bersifat menghanyutkan. Kembalinya adalah
kepada siksa dan kecelakaan, bagi orang yang tidak mendapatkan kenikmatan umum
di atas. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...