Jumat, 29 Januari 2021

Ketaatan yang membahagiakan...

Oleh: Abd Misno Mohd Djahri

 


Kebahagiaan adalah dambaan setiap insan; semua kebutuhan hidupnya terpenuhi, perasaan tenteram yang menyelimuti, tidak ada perasaan gundah gulana di hati dan selalu bahagia sepanjang masa. Dambaan ini begitu melekat dalam jiwa setiap manusia, hingga mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kebahagiaannya.

Ada yang bekerja sepenuh masa, peras keringat banting tulang tak kena lelah mengumpulkan harta sebagai cara mendapatkan kebahagiaan. Ada pula yang memenuhi segala hasratnya hingga semua hal dilakukannya tanpa melihat halal atau hal yang dilarang agama. Sebagian lainnya mencarinya dengan menyiksa raga, bertapa atau meninggalkan segala bentuk kehidupan dunia dengan mengasingkan diri di gua-gua hutan belantara atau dalam mihrab-mihrab halusinasinya.

Sebagai seorang muslim tentu kita juga mendambakan kebahagiaan, bukan hanya di dunia namun selamanya di akhirat sana. Lantas... bagaimana cara untuk mendapatkan kebahagiaan? Jawabannya adalah taat kepada Allah dan rasulNya. Mari kita telaah kalamNya yang mulia:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.. QS. An-Nahl: 97.

Indikator pertama dari kebahagiaan adaah kehidupan yang baik, bukan bergelimangnya harta karena berapa banyak orang yang memiliki harta tapi tidak menjadikannya bahagia. Kehidupan yang baik dalam ayat ini adalah munculnya rasa cukup dengan segala fasilitas yang diberikan Allah ta’ala kepadanya. Ia selalu bersyukur dengan yang ada dan bersabar ketika musibah menyapa. Bagi orang yang beriman dan beramal sholeh maka kehidupan yang baik ini tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat sana.

فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ

...lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin.. QS. Al-Fath: 26.

Indikator kedua dari kebahagiaan adalah ketentraman dan kedamaian dalam hidup, apapun yang terjadi baik kekayaan atau kemiskinan, kelebihan atau kekurangan, anugerah atau musibah semua itu semakin mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala. Ketentraman ini adalah karunia dari Allah ta’ala bagi orang-orang yang selalu taat kepadaNya. Maka, apalagi yang kita cari selain kehidupan yang penuh dengan ketenangan? Jika manusia harus berlibur ke Maldive, Bali, Raja Ampar, New Zealand hanya mencari ketenangan, maka umat Islam telah diberikan karunia itu melalui ketaatan kepadaNya.

فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. QS. Ali Imran: 170.

Indikator ketiga dari sebuah kebahagiaan adalah kegembiaraan yang terus-menerus bahkan tiada batasnya. Ayat dalam Surat Ali Imran: 170 memberikan gambaran tentang kegembiraan abadi bagi para syuhada dan orang-orang yang taat kepadaNya. Jika kita masih merasa bahwa kehidupan yang kita jalani selalu dipenuhi kesengsaraan, maka berfikirlah ulang bahwa kegembiraan dengan mudah akan kita dapatkan ketika kita taat kepadaNya.

Sebuah hadits dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam sampai kepada kita:

 أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ

Rasulullah SAW bersabda, ''Empat macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang salehah, anak yang berbakti, teman-temannya adalah orang-orang yang baik, dan mata pencahariannya berada dalam negaranya sendiri.'' (HR Dailami).

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

"Kaya (ghina') bukanlah diukur dengan banyaknya harta atau kemewahan dunia. Namun kekayaan adalah hati yang selalu merasa cukup." (HR. Bukhari dan Muslim).

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ.

“Ada empat perkara termasuk kebahagiaan; istri yang shalihah, tempat tinggal yang lapang, teman atau tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman.” HR. Ibnu Hibban.

Merujuk kepada ayat dan hadits tersebut, maka sejatinya kebahagiaan itu hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada Allah dan rasulNya. Semoga kita mampu untuk meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun nanti di akhirat sana. Wallahu a’lam. Bogor, 29012021.

Selasa, 19 Januari 2021

Dua belas Purnama di bawah bayang-bayang Corona

Oleh: Abd Misno Mohd Djahri


Hari berganti hari, pekan pun beralih pekan hingga sampai ke bulan, maka tahun pun berganti. Tahun 2020 yang penuh dengan musibah dan wabah kini telah berakhir berganti dengan 2021 yang penuh dengan harapan agar wabah segera punah. Namun bulan pertama di tahun ini masih bersimbah wabah, bahkan berbagai bencana alam dan kemanusiaa bergantian silih berganti; jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ 185, gempa di Majene Sulawesi, banjir di Kalimantan Selatan, gunung meletus dan tanah longsor di berbagai tempat di Indonesia adalah sederet duka yang dialami manusia di awal tahun ini. Tentu saja, yang kita hingga kini masih terasa sudah “Dua belas purnama manusia di bawah bayang-bayang Corona”.

Hari-hari yang melelahkan, penuh ancaman kematian tanpa memandang usia dan kedudukan. Pandemi Covid-19 yang telah satu tahun menimpa umat manusia di seluruh dunia hingga saat ini masih terus terjadi, bahkan korban yang meninggal dunia terus bertambah. Hingga 19 Januari 2021 kasus positif mencapai 927.380 dengan jumlah meninggal 26.590 (www.liputan6.com). Ini bukan jumlah sedikit, karena diprediksi julah tersebut akan terus bertambah. Sangat mengerikan...

Tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, wabah ini semakin meningkat jumlahnya di Malaysia, bahkan bulan ini mengalami peningkatan sangat pesat. Jumlah positif di negeri Jiran ini yang positif hingga 18 Januari 2021 sebanyak 161.740 sedangkan jumlah meninggal sebanyak 605. Negeri Tirai Bambu (China) bahkan kembali melakuakn lockdown di beberapa wilayah karena kembali merebaknya virus ini, demikian pula di beberapa wilayah lainnya. Intinya adalah bahwa wabah ini masih ada dan menjadi ancaman global umat manusia. Musuh nyata yang tidak terlihat mata...

Sebagai orang yang beriman (mukmin) dan juga muslim kita harus meyakini bahwa wabah ini dan juga berbagai bencana yang melanda adalah atas kuasa dari Allah Ta’ala. Tidak ada yang luput dari pengetahuan dan kehendakNya, Dia adalah Maha segalanya, memberik rizki, kemudahan hidup dan segala kenikmatan dunia. Terkadang Allah Ta’ala juga menurukan kesusahan, bencana dan wabah untuk menguji umat manusia apakah mereka akan bersyukur atau kufur dariNya. Maka jalan yang sangat bijak ketika wabah ini masih membayang-bayangi, kita harus semakin mendekatkan diri pada Ilahi.

Banyaknya kasus yang ada di sekitar kita, bahkan sebagian telah masuk ke dalam rumah-rumah orang beriman adalah satu cobaan bagi orang-orang beriman. Wabah ini mengingatkan kembali kepada kita akan kuasa dari Allah Ta’ala, Dialah Rabb Sang Pencipta alam semesta, Dia pula yang mengatur seluruh yang ada di dalamnya hingga tidak ada satu virus pun yang hidup dan menyebar di semesta kecuali dengan takdirNya. Maka virus Corona menyadarkan kepada umat manusia akan adanya Allah Ta’ala, satu-satunya Dzat yang harus disembah dan diibadahi. Tidak ada Ilaah (sesembahan) selain Allah Ta’ala. Maka keyakinan ini membawa konsekuensi untuk selalu taat kepadaNya, mengikuti seluruh syariahNya dan menjauhi semua laranganNya.

Keyakinan akan kuasa Allah Ta’ala atas wabah ini meniscayakan kepada kita untuk semakin mendekatkan diri kepadaNya. Memperbanyak ibadah-ibadah yang disyariatkanNya, diawali dengan ibadah-ibadah yang wajib kemudian  yang sunnah  hingga yang mustahab. Ibadah dalam makna yang luas bukan hanya syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji tapi seluruh aktifitas yang dicintai dan diridhai olehNya. Ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas karena berharap mendapat ridha dan surgaNya, serta mengikuti petunjuk yang datang dari Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Tidak beribadah dengan amalan-amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan para shahabatnya, tidak pula membuat ibadah-ibadah baru yang justru tidak diridhai oleh Allah dan rasulNya.

Tentu saja pelaksanaan ibadah dalam rangka mendekat diri kepadaNya bukan hanya sebatas kewajiban, ia adalah bentuk penghambaan kepadaNya. Menjadi kebutuhan kita sebagai umat manusia untuk mengibadahiNya, karena inilah tujuan diciptakannya jin dan manusia. Ibadah yang dibarengi dengan ketundukan secara total kepadaNya, meyakini bahwa ibadah tersebut menjadi wasilah atas turunnya rahmatNya, serta menjadi penyebab diangkatnya wabah ini. Ibadah yang berimplikasi kepada kepasrahan total hanya kepadaNya, hingga yang terpatri dalam hati dan terucap di lisan adalah La Haula Wa La Quwwata Illa billah, tidak ada daya dan upaya melainkan dengan kehendakNya.

Setelah beribadah dengan benar, selanjutnya adalah bersabar dengan wabah ini. Sabar dengan tetap berikhtiar agar wabah ini ini segera berakhir. Sabar yang terus dilakukan terus-menerus tanpa adanya batasan. Kesabaran yang hanya akan berakhir dengan datangnya kematian, itulah hakikat sabar yang sebenarnya. Kesabaran akan adanya wabah ini, kesabaran ketika ternyata keluarga dan saudara kita terkena, bahkan kesabaran ketika diri kita terkonfirmasi positif dengan virus ini. Karena, lagi-lagi semua itu adalah atas kehendakNya maka selalulah kita mengingatnya. Bahkan ketika kita ditakdirkan meninggal karena wabah ini, maka sejatinya Rasul yang mulia telah memberikan khabar gembira kepada mereka yang terkena wabah ini dengan Syahid meninggalnya.

Kesabaran yang terus dilakukan dengan terus berikhtiar, baik secara individu ataupun sosial. Mentaati protokol kesehatan menjadi sebuah keharusan; memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak adalah standar untuk berikhtiar. Maka lakukanlah ia karena Allah Ta’ala dan RasulNya pun telah memerintahkannya agar kita selalu menjaga kesehatan dan menjauhi segala bentuk kemudharatan.

Ikhtiar yang saat ini sedang digalakkan juga adalah dengan melakukan vaksinasi agar dapat menangkal virus ini. Memang banyak berita di luar sana yang eblum jelas kebenarannya, yang mengatakan bahwa vaksin ini tidak halal, atau vaksin ini mengandung dzat berbahaya bahkan muncul hoax bahwa vaksin ini memiliki semacam chip yang akan mengendalikan umat manusia. Tidak salah untuk berprasangka seperti itu, tapi check and recheck adalah cara yang tepat. Sebagai bentuk ikhtiar tentu saja vaksinasi juga bukan solusi terbaik, karena sejatinya solusi terbaik adalah peningkatan sistem imun kita sehingga akan kuat untuk menghadapi serangan virus berbahaya.

Semoga berlalunya Dua Belas Purnama menjadikan wabah ini akan diangkat oleh Allah Ta’ala, sehingga kita akan kembali kepada kehidupan seperti biasa. Ya Allah jauhkanlah sebagai wabah dan bencana agar kami dapat kembali menyembahMu dengan segenap jiwa dan raga. Angkatlah virus Corona ini, agar kembali shaf-shaf di masjid kembali terisi seperti bangunan yang tersusun rapi. Hilangkanlah wabah ini agar kami dapat kembali mengisi majelis taklim kami dan mempelajari setiap sendi syariah Ilahi. Aamiin Ya Rabbal Aalamiin...

Semoga wabah ini memberi  hikmah yang sangat besar, bahwa sejatinya kita mat manusia sangat lemah di hadapan Al Jabbar, Allah Ta’ala Yang Maha Kuat dan Perkasa. Wallahu a’lam, Bogor, gerimis malam 19012021.