Jumat, 15 Oktober 2021

Makanlah dari Hasil Pekerjaan yang Halal

Oleh: Abd Misno


Tidak dapat dipungkiri bahwa zaman ini adalah zaman penuh dengan fitnah, beraneka ragam kemaksiatan bertebaran di berbagai Kawasan. Manusia sudah banyak yang tidak lagi memperhatikan agama, sehingga tidak lagi memedulikan sesuatu itu haram atau halal. Demikian pula dalam usaha mendapatkan uang, berbagai cara dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya hingga tak lagi memperhatikan itu itu dari sumber yang halal atau yang halal. Adanya kebutuhan manusia yang mendesak memang sering menyebabkan mereka melakukan berbagai hal yang diharamkan, ada pula yang karena suatu ketidakpahamana hingga mereka terjebak dalam hal-hal yang haram. Berikutnya mereka yang memang tidak lagi peduli dengan segala sesuatu mau haram atau halal akan mereka lakukan.

Kejadian pada Ahad, 10 Oktober 2021 menjadi bukti dari hal ini. Awalnya kami membuat sebuah webinar dengan tema “Halal Haram Ekonomi Kontemporer: Hedging Syariah dan Hybrid Contract”, Alhamdulillah acara berjalan dengan lancar dengan peserta melebih kuota Zoom yaitu 100 partisipan. Hingga acara selesai tidak ada kendala sama sekali, hingga Ketika sore hari pihak panitia menelepon saya dan mengkhabarkan ada seorang yang awalanya ingin menjadi peserta kemudian meminta pers release dari acara tersebut. Orang tersebut kemudian mempublish tulisannya di salah satu media online yaitu www.patriotnews.com . tanpa rsa bersalah kemudian orang tersebut mengirim pesan melalui Whatapps yang isinya meminta uang karena beritanya sudah dimuat di media online-nya.

Permasalahan utama adalah karena tidak ada kesepakatan awal, bahkan tidak ada pembicaraan sama sekali dengan orang tersebut. Awalnya ia hanya mendaftar untuk ikut acara, kemudian setelah selesai acara malah dia minta pers release dari panitia. Setelah dibuatkan dan dikirim kemudian dia muat di media-nya tanpa merubah sedikitipun dan menggunakan namanya. Tentu saja ini membuat panitia webinar serba salah, setelah berkomunikasi dengan saya kemudian saya meminta untuk menyelesaikan masalah ini.  Nomor telp (WA) saya kirimkan dan kemudian orng tersebut mengirim pesan ke saya. Saya hanya membiarkan tanpa menjawabnya, hingga beberapa kali, awalnya mau saya balas tapi ada rasa tidak nyaman. “mohon dikondisikan ya”, “ini rekening saya…. “, “Paham kan”, mohon kerjasamanya” dan “Kok gak dibalas” itulah beberapa isi dari pesan melalui Whatapps yang dikirimkan.

Saya save nomor orang tersebut dengan nama “Wartawan Pemalak”, tentu saja bukan untuk mendeskreditkan profesi wartawan, hanya oknum saja yang seringkali berbuat demikian. Ada yang tanpa perjanjian membuat berita dan meminta uang, Sebagian lagi mengancam dengan pemberitaannya. Sudah menjadi rahasia umum “wartawan” gadungan yang hanya mencari uang atas nama profesi yang mulia tersebut. Saya yakin Persatuan Wartawan Indonesia sudah sering sekali memberikan peringatan tentang oknum seperti ini, demikian pula hampir semua surat kabar dan media elektronik selalu mencantumkan tulisan yang intinya wartawan kami tidak boleh meminta uang.

Maka oknum ini adalah masalah utama, memalak pihak-pihak tertentu dengan mengatasnamakan wartawan, dia tidak membuat tulisan tapi meminta uang. Kami juga tidak terlalu memerlukan pemberitaan karena saya juga punya website sendiri dan pihak Lembaga memiliki website resmi yang memuat berita berbagai kegiatan. Sehingga tidak memerlukan pemberitaan tersebut, apalagi memang tidak ada perjanjian sebelumnya.

Maka intinya adalah bahwa “wartawan” gadungan yang memalak (meminta uang tanpa adanya usaha) telah melakukan perbuatan yang diharamkan dalam Islam, yaitu meminta uang dari orang lain dengan secara paksa dengan menggunakan profesi wartawan. “Wartawan” Pemalak saya selalu tulis dengan tanda kutip karena sejatinya dia bukan wartawan, ia hanya menggunakan profesi tersebut untuk mendapatkan uang dengan cara tidak halal. Tidak halal karena adanya unsur pemaksaan yang tidak diridhai dalam Islam pun juga secara kemanusiaan ia tidak jauh berbeda dengan penodong, atau perampok yang mengambil harta orang lain dengan jalan pemaksaan.

Maka, bertakwalah kepada Allah dan makanlah dari penghasilan yang halal. Jangan memaksa ornag lain untuk mengeluarkan uang, apalagi jika tanpa adanya usaha yang dilakukan. Karena sumber yang halal akan berdampak positif kepada diri dan keluarga serta kehidupan. Sebaliknya pendapatan yang tidak halal akan membawa kepada kesengsaraan di dunia dan juga di akhirat sana. Wallahu a’alam 151021.

Selasa, 12 Oktober 2021

PROBLEMATIKA EKONOMI SYARIAH KONTEMPORER: HEDGING SYARIAH DAN HYBRID CONTRACTS

Oleh: Holifurrahman dan Abdurrahman

 


Perbankan Syariah semakin tumbuh subur di Indonesia. Diakui atau tidak, kehadiran perbankan memudahkan sebagian dari urusan umat manusia. Karena kemudahan itulah, maka kemudian perbankan diminati oleh sebagian kalangan. Sebagian yang lain menolak, namun ada pula yang masih bisa menerima asal sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya perbankan syariah, yang sampai hari ini jumlahnya sangat banyak sekali.

Kehadiran perbankan syariah bukan berarti menutup pro dan kontra masyarakat, khususnya umat Islam. Salah satu yang menjadi perbincangan polemik belakangan ini menyangkut masalah Hedging Syariah dan Hybrid Cotract atau multiakad. Dua produk perbankan ini bisa dibilang produk ijtihadi, karena tidak ada dalil naqli yang secara spesifik berbicara secara muhkam (tegas) terkait keduanya. Sebagai produk ijtihadi, peluang untuk pro dan kontra sangat besar. Demikian itu terjadi, karena perbedaan pandangan masyarakat muslim terhadap, bisa jadi illatul hukmi (argumentasi hukum) atau interpretasi atas dalil yang dijadikan landasan hukum.

Untuk membuka wawasan terkait masalah ini, Program Pascasarjana Institut Agama Islam Sahid (INAIS), Bogor, bekerjasama dengan APPHEISI (Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam) dan Sharia Community menggelar webinar dengan tema “Halal Haram Ekonomi Syariah Kontemporer: Hedging Syariah dan Hybrid Contracts” pada hari Ahad, 10 Oktober 2021. Webinar ini menampilkan pembicara dari dua negara, yaitu Bapak Dr. Abdul Hadi Jusoh (Praktisi Perbankan Syariah Malaysia) dan Bapak Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI (Direktur PPs INAIS, Bogor).

Dalam paparannya, Dr. Abdul Hadi Jusoh menyoroti persoalan hedging syariah. Menurutnya, hedging merupakan salah satu strategi manajemen risiko. Dalam bidang finansial dikenal empat risiko, yaitu: asset, liabilities, purchasing power, dan inflation. Hedging sangatlah diperlukan untuk menekan laju inflasi, apalagi di masa pandemi. Untuk mencapai tujuan dimaksud, diperlukan Instrument Syariah Compliance Derivatives guna memitigasi risiko, baik finansial maupun nonfinansial, untuk individu dan rumah tangga maupun intuk unstitusi.

Melengkapi paparan narasumber pertama, Bapak Dr. Abdurrahman Misno menjelaskan perihal hybrid contracts atau multiakad. Menurutnya, ada banyak bentuk multiakad, seperti: akad bersyarat (al-uqud al-musytarithah); akad kedua merespon akad pertama (al-uqud al-mutaqabbilah); akad terkumpul (al-uqud al-mujtami’ah); akad berlawanan (al-uqud al-mutanaqidhah); akad berbeda (al-uqud al-mukhtalifah); akad sejenis (al-uqud al-mutajanisah), dan sebagainya. Beberapa dihalalkan merujuk pada fatwa DSN MUI. Namun, beberapa jenis akad ada pula yang diharamkan, seperti: akad jual beli dalam satu jual beli (bay’atayni fi bay’atin); dua transaksi dalam satu akad (shafqatayni fi shafqah); dan jual beli dengan hutang.