Oleh: Holifurrahman dan Abdurrahman
Perbankan
Syariah semakin tumbuh subur di Indonesia. Diakui atau tidak, kehadiran
perbankan memudahkan sebagian dari urusan umat manusia. Karena kemudahan
itulah, maka kemudian perbankan diminati oleh sebagian kalangan. Sebagian yang
lain menolak, namun ada pula yang masih bisa menerima asal sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya perbankan
syariah, yang sampai hari ini jumlahnya sangat banyak sekali.
Kehadiran
perbankan syariah bukan berarti menutup pro dan kontra masyarakat, khususnya
umat Islam. Salah satu yang menjadi perbincangan polemik belakangan ini
menyangkut masalah Hedging Syariah dan Hybrid Cotract atau multiakad. Dua
produk perbankan ini bisa dibilang produk ijtihadi, karena tidak ada dalil
naqli yang secara spesifik berbicara secara muhkam (tegas) terkait keduanya.
Sebagai produk ijtihadi, peluang untuk pro dan kontra sangat besar. Demikian
itu terjadi, karena perbedaan pandangan masyarakat muslim terhadap, bisa jadi
illatul hukmi (argumentasi hukum) atau interpretasi atas dalil yang dijadikan
landasan hukum.
Untuk
membuka wawasan terkait masalah ini, Program Pascasarjana Institut Agama Islam
Sahid (INAIS), Bogor, bekerjasama dengan APPHEISI (Asosiasi Pengajar dan
Peneliti Hukum Ekonomi Islam) dan Sharia Community menggelar webinar dengan
tema “Halal Haram Ekonomi Syariah Kontemporer: Hedging Syariah dan Hybrid
Contracts” pada hari Ahad, 10 Oktober 2021. Webinar ini menampilkan pembicara
dari dua negara, yaitu Bapak Dr. Abdul Hadi Jusoh (Praktisi Perbankan Syariah
Malaysia) dan Bapak Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI (Direktur PPs INAIS, Bogor).
Dalam
paparannya, Dr. Abdul Hadi Jusoh menyoroti persoalan hedging syariah.
Menurutnya, hedging merupakan salah satu strategi manajemen risiko. Dalam
bidang finansial dikenal empat risiko, yaitu: asset, liabilities, purchasing
power, dan inflation. Hedging sangatlah diperlukan untuk menekan laju inflasi,
apalagi di masa pandemi. Untuk mencapai tujuan dimaksud, diperlukan Instrument
Syariah Compliance Derivatives guna memitigasi risiko, baik finansial maupun
nonfinansial, untuk individu dan rumah tangga maupun intuk unstitusi.
Melengkapi
paparan narasumber pertama, Bapak Dr. Abdurrahman Misno menjelaskan perihal
hybrid contracts atau multiakad. Menurutnya, ada banyak bentuk multiakad,
seperti: akad bersyarat (al-uqud al-musytarithah); akad kedua merespon akad
pertama (al-uqud al-mutaqabbilah); akad terkumpul (al-uqud al-mujtami’ah); akad
berlawanan (al-uqud al-mutanaqidhah); akad berbeda (al-uqud al-mukhtalifah);
akad sejenis (al-uqud al-mutajanisah), dan sebagainya. Beberapa dihalalkan
merujuk pada fatwa DSN MUI. Namun, beberapa jenis akad ada pula yang
diharamkan, seperti: akad jual beli dalam satu jual beli (bay’atayni fi bay’atin);
dua transaksi dalam satu akad (shafqatayni fi shafqah); dan jual beli dengan
hutang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...