Sabtu, 31 Desember 2022

Perayaan Tahun Baru di Berbagai Peradaban Dunia

Oleh: Misno bin Mohammad Djahri


 

Perayaan Tahun Baru tidak hanya pada tahun baru masehi, berbagai peradaban dunia mengenal perayaan tahun baru sesuai dengan kepercayaan dan peradaban masing-masing. Tidak hanya peradaban besar dunia, namun juga peradaban lokal juga memiliki perayaan tahun baru sesuai dengan budaya yang mereka jalankan. Bagaimana sejarah dari perayaan tahun baru di berbagai peradaban?

 

Perayaan Tahun Baru di Timur Tengah

Sejak tahun 2000 Sebelum Masehi (SM) di Timur Tengah telah muncul perayaan tahun baru. Perayaan ini dilakukan oleh masyarakat Mesopotamia yang merayakan pergantian tahun saat matahari tepat berada di atas katulistiwa, yaitu 20 Maret. Hingga kini, para bangsa Persia masih merayakan tahun baru pada tanggal 20, 21, atau 22 Maret, yang disebut Nowruz. Hal ini menandakan dimulainya musim semi. Nowruz adalah tradisi 3.000 tahun yang unik dan tradisi festival tertua di dunia. Negara-negara yang merayakan Nowruz di antaranya yaitu Iran, Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhstan, Pakistan, Turki, dan Uzbekistan.

 

Perayaan Tahun Baru di China

China sebagai peradaban besar dan tua merayakan tahun ketika matahari terbenam di bulan baru dalam tanda Aquarius (akhir Januari atau awal Februari). Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama (Hanzi: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh (十五暝 元宵節) pada tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī (除夕) yang berarti "malam pergantian tahun". Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan tahun baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam tahun baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok sering kali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2017 Masehi, "Tahun Tionghoa" dapat jadi tahun 4715, 4714, atau 4654.

Kalender suryacandra Tionghoa menentukan tanggal tahun baru Imlek. Kalender tersebut juga digunakan di negara-negara yang telah mengangkat atau telah dipengaruhi oleh budaya Han (terutama di Korea, Jepang, dan Vietnam) dan mungkin memiliki asal yang serupa dengan perayaan Tahun Baru di luar Asia Timur. Dalam kalender Gregorian, tahun baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya, antara tanggal 21 Januari sampai 20 Februari. Dalam kalender Tionghoa, titik balik mentari musim dingin harus terjadi pada bulan 11, yang berarti tahun baru Imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik mentari musim dingin (dan kadang yang ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat). Di budaya tradisional di Tiongkok, lichun adalah waktu solar yang menandai dimulainya musim semi, yang terjadi sekitar 4 Februari.

 

Perayaan Tahun Baru Ibrani dan Yahudi

Menurut kalender Ibrani, tahun baru didasarkan pada 12 bulan lunar (13 dalam tahun-tahun tertentu) dari 29 atau 30 hari. Hari tahun baru Yahudi atau Rosh Hashanah dapat jatuh kapan saja dari 6 September hingga 5 Oktober dalam kalender Gregorian. Rosh Hashanah (bahasa Ibrani: ראש השנה) secara etimologis berarti "permulaan tahun". Hari raya ini adalah satu dari 4 perayaan tahun baru yang dilakukan oleh orang Yahudi. Hari raya ini juga sering kali disebut sebagai Yom Teruah (bahasa Ibrani: יום תרועה‎ Hari Meniup Serunai Shofar), Yom Hazikarom (Hari Mengingat), Yom Hadim (Hari Penghakiman), atau Ianim Nora'im (Hari Pertobatan Sepuluh Hari). Dirayakan setiap tanggal 1 dan 2 bulan Tishrei, bulan ke-7 dalam Kalender Yahudi (Bulan ke-1 adalah Nisan), mendahului hari raya Yom Kippur yang diperingati tanggal 10 Tishrei. Biasanya dalam kalender Masehi, jatuh sekitar bulan September-Oktober.

Perayaan ini adalah perayaan tahun baru yang dirayakan dengan meriah dan penuh khidmat. Selain memperingati mengenai hari penciptaan alam raya, pada hari ini juga diperingati hari kiamat. Rosh Hashanah dipercayai sebagai hari Sabat pertama pada saat penciptaan dunia iini dilakukan. Hari raya ini dilangsungkan selama dua hari. Pada perayaan ini, ada kebiasaan untuk memakan roti yang dicelupkan pada madu (biasanya dicelupkan pada garam). Hal ini melambangkan harapan untuk tahun baru yang baik dan "manis". Ciri khas lainnya dari perayaan ini adalah ditiupnya serunai yang disebut shofar sepanjang hari di sinagoge sebagai tanda perayaan.

 

Perayaan Tahun Baru Umat Islam

Kalender Islam (Hijr) lebih banyak digunakan didasarkan pada 12 bulan lunar yang terdiri dari 29 atau 30 hari; dengan demikian bahwa hari tahun baru Islam secara bertahap mundur melalui kalender Gregorian yang lebih panjang.  Maka, Bulan Muharam merupakan awal tahun yang diperingati oleh Sebagian umat Islam sebagai tahun baru Islam. Walaupun beberapa ulama menganggap sebagai sesuatu yang muhdats (sesuatu yang baru dalam agama yang tidak ada syariahnya dan dilarang untuk dilakukan) karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam dan para shahabatnya. Sebagian lainnya menganggap sebagai adat yang berkembang di masyarakat muslim, ada juga yang menganggapnya tasyabuh (menyerupai) dengan perayaan tahun baru lainnya.

Lepas dari semua itu, maka apabila perayaan tahun baru Islam diniatkan untuk meniru perayaan tahun baru agama lainnya maka hal ini tidak diperbolehkan. Adapun sekadar mengambil hikmah dari peristiwa hijrah nabi yang menjadi awal bagi tahun hijriyah maka tidak mengapa.

 

Perayaan tahun Baru dalam agama Hindu

Tahun baru Hindu dimulai pada hari setelah bulan baru pertama atau setelah ekuinoks musim semi. Hari Raya Nyepi merupakan perayaan Tahun Baru Hindu yang dihitung berdasarkan penanggalan kalender saka yang dimulai pada tahun 78 masehi. Nyepi adalah hari suci umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka. Hari Raya Waisak, bersamaan dengan Hari Suci Nyepi, ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 3 tahun 1983 tanggal 19 Januari 1983.

Bagi umat Hindu, Nyepi menjadi tonggak untuk insaf dan sadar diri. Perayaan hari raya Nyepi memberikan inspirasi kepada pemeluknya untuk selalu menjaga keharmonisan hidup sebagai jalan menuju kebahagiaan. Dalam Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan), umat Hindu diajarkan bahwa sraddha bhakti pada Tuhan/ Hyang Widi Wasa, harus juga diwujudkan dengan menjaga keharmonisan dengan sesama, serta menjaga hubungan yang harmonis dengan alam lingkungan sekitar.  

 

Perayaan Tahun Baru Masehi

Perayaan Tahun Baru masehi pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah Mesir, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir kuno. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari.  Nama Januari diambil dari nama dewa dalam mitologi Romawi, yaitu Dewa Janus yang memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan belakang. Penduduk Romawi meyakini bahwa Dewa Janus adalah dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh pada tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus. Tahun Masehi baru dihitung dan ditetapkan sejak kelahiran Isa Al-Masih dari Nazaret, yang mulai diadopsi di Eropa Barat pada sekitar abad ke-8. Sejak itu lah setiap tanggal 31 Desember malam akan dilakukan malam pergantian tahun baru dengan segala perayaan yang dilakukan negara-negara di seluruh belahan dunia.

 

Perayaan Tahun Baru Kebudayaan Lokal

Sebagaimana peradaban besar lainnya, maka kebudayaan lokal juga memiliki perhitungan kalemnder tersendiri sehingga memiliki tahun baru sendiri pula. Perayaan atas penyambutan tahun baru pada kebudayaan lokal dilakukan sesuai dengan budaya yang dilaksanakan oleh masyarakat yang menganutnya. Misalnya perayaan tahun baru di Jawa pada tanggal 1 Suro dilaksanakan dengan melakukan berbagia ritual persembahan yang sudah tarakulturasi dengan budaya Islam. Demikian pula perayaan tahun baru Sunda juga dirayakan oleh masyarakat sunda dengan berbagi budayanya. Kebudayaan lainnya di Indonesia dan dunia juga memiliki cara sendiri dalam merayakan tahun barunya masing-masing.

Maka kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa perayaan tahun baru merupakan budaya yang lahir dari peradaban yang diciptakan oleh masyarakat yang banyak dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan mereka. Kalaupun ada perayaan tahun baru yang paling populer yaitu perayaann tahun baru masehi maka ini lebih kepada banyak bangsa dan negara yang menggunakan kalender Gregorian sehingga mereka ikut merayakannya. Wallahua’lam, 31122022.  

Perayaan Tahun Baru: Antara Keyakinan, Hegemoni Peradaban, Hingga Budaya Populer Masyarakat Perkotaan

Oleh: Misno Mohamad Djahri

 

Hari ini Sabtu, 31 Desember 2022 adalah hari terakhir dari tahun 2022 masehi, maknanya esok adalah tanggal 01 Januari 2023. Sebagaimana masyarakat di berbagai penjuru dunia yang menggunakan penanggalan Gregorian maka sebagian masyarakat di Indonesia juga ikut merayakan malam tahun baru ini. Tentu saja perayaan tahun baru masehi ini sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat yang memiliki budaya ini dan yang mengikutinya. Tahukah anda bagaimana sebenarnya sejarah dari perayaan tahun baru ini? Apakah ia berkaitan dengan akidah? Atau hegemoni budaya “barat” ada di setiap penjuru dunia? Atau sekadar budaya populer yang berkembang di masyarakat moder?

Faktanya bahwa perayaan tahun baru tidak hanya dalam pergantian tahun masehi, pergantian tahun baru China dirayakan di berbagai wilayah Asia lainnya. Demikian pula tahun baru di India, Mesir, Persia, Arab, dan wilayah-wilayah lainnya. Pada tingkat yang lebih sempit di Jawa dan Sunda memiliki tahun baru sendiri yang pada masa lalu juga diperingati. Penganut agama Islam juga “ikut-ikutan” merayakan tahun baru hijriah setiap 01 Muharam setiap tahunnya. Maka, perayaan tahun baru tidak hanya miliki masehi tetapi juga berbagai peradaban yang ada di dunia, sebab kenapa perayaan tahun baru masehi begitu meriah adalah karena hegemoni dari berbagai bangsa di dunia yang mengikuti kalender Gregorian sehingga kemudian lebih banyak yang merayakannya dan menjadi budaya populer di tengah masyarakat dunia.

Perayaan tahun baru masehi tidak lepas dari keyakinan dan kepercayaan dari bangsa Yunani di masa lalu, di mana setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah Mesir, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir kuno. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Nama Januari diambil dari nama dewa dalam mitologi Romawi, yaitu Dewa Janus yang memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan belakang. Penduduk Romawi meyakini bahwa Dewa Janus adalah dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk.

Maka perayaan tanggal 01 Januari adalah berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan akan adanya Dewa Janus dalam mitologi Yunani yang dipercaya sebagai dewa penjaga pintu masuk. Merujuk pada fakta ini maka perayaan tahun baru masehi adalah bagian dari keyakinan dan kepercayaan di luar Islam sehingga kita sebagai umat Islam tidak boleh untuk ikut merayakannya. Termasuk bentuk perayaan adalah membuat kegiatan yang dikaitkan dengan pergantian tahun ini, karena merupakan bentuk dukungan dari pengkultusan terhadap Dewa Janus.

Selanjutnya perayaan tahun baru juga merupakan bentuk hegemoni budaya barat yang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Hal ini diawali dengan penggunaan istilah Tahun Masehi yang baru dihitung dan ditetapkan sejak kelahiran Isa Al-Masih dari Nazaret, yang mulai diadopsi di Eropa Barat pada sekitar abad ke-8. Sejak itu lah setiap tanggal 31 Desember malam akan dilakukan malam pergantian tahun baru dengan segala perayaan yang dilakukan negara-negara di seluruh belahan dunia. Penjajahan fisik dan budaya Eropa dan sekutunya Amerika telah membawa budaya perayaan tahun baru ini ke sleuruh wilayah jajahannya dan kemudian diadopsi menjadi budaya populer di hampir seluruh penjuru dunia.

Perayaan tahun baru masehi saat ini telah menjadi budaya populer yang ada di berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Berdasarkan keyakinan maka merupakan perayaan terhadap Dewa Janus, berdasarkan hegemoni budaya ini merupakan bentuk “penjajahan” budaya terhadap budaya yang merasa di bawah dan menganggap budaya Eropa lebih tinggi dan layak untuk diikuti. Biasanya ini terkait dengan mental bangsa terjajah yang tidak percaya diri dengan kepercayaan dan budayanya bangsa sendiri.

Selanjutnya perayaan ini juga telah menjadi budaya populer, di tengah masyarakat yang semakin terbuka dan menerima berbagai budaya peradaban lainnya. Pada masyarakat perkotaan maka momen akhir tahun ada libur akhir dan awal tahun dan jika bertepatan dengan akhir pekan maka ada libur pekanan, inilah yang kemudian banyak digunakan oleh masyarakat perkotaan untuk liburan atau melakukan berbagai kegiatan yang kebetulan bersamaan dengan tahun baru. Maka dalam hal ini tidak menjadi masalah karena memang tidak ada niat untuk merayakannya tetapi karena memang adanya libur tahunan atau pekanan bagi karyawan yang bekerja.

Merujuk pada pembahasan sebelumnya maka perayaan ini jelas terkait dengan pemujaan terhadap dewa Janus, hegemoni budaya serta budaya populer yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Maka hendaknya umat Islam tidak ikut merayakannya, kalaupun ada kegiatan di akhir tahun maka jangan dikaitkan dengan tahun baru tapi lebih kepada hari libur yang memang terjadi setiap pekan atau ada libur di awal dan akhir tahun. Wallahua’alam, 31122022.

 

 

Jumat, 30 Desember 2022

Bolehkah Mertua Menikah dengan Menantu?

Oleh: Dr. Misno, SHI., SE., MEI

 


Salah satu berita viral yang beredar saat ini adalah kasus perselingkuhan antara ibu mertua dan menantu, berawal dari curhatan NR di sebuah sosial media hingga menyebar dan mendapat perhatian warganet. Terlepas dari benar tidaknya berita tersebut, tentu ada hal menarik yang juga banyak terjadi di masyarakat yaitu pernikahan antara mertua dan menantu. Baik terjadi sebelum pernikahan, sebelum berhubungan badan hingga setelah perceraian. Pertanyaan pentingnya adalah apakah mertua dan menantu adalah mahram (orang yang haram dinikahi)?

Allah Ta’ala secara jelas menyebutkan mengenai hubungan mahram dalam firmanNya:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, QS. al-Nisaa: 23.

وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ ۚ فَمَا ٱسْتَمْتَعْتُم بِهِۦ مِنْهُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةًۭ ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَٰضَيْتُم بِهِۦ مِنۢ بَعْدِ ٱلْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًۭا

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS. al-Nisaa: 24.

Merujuk kepada dua ayat ini maka mahram adalah seluruh keluarga dekat seperti ; ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan ayah (bibi), saudara perempuan ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dan perempuan, ibu susuan, saudara perempuan sesusuan. Semua mahram tersebut adalah larangan menikah karena adanya hubungan darah.

Sedangkan larangan menikah karena pernikahan adalah; mertua perempuan (ibu istri), anak tiri perempuan (jika belum berhubungan badan boleh), menantu (istri anak), menikahi dua bersaudara secara bersamaan (boleh jika sudah lama).

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa Ibunya istri (ibu mertua) menjadi mahram cukup dengan berlangsungnya akad nikah atas putrinya. Baik telah berhubungan badan ataupun belum. Imam Ibnu Qudamah menjelaskan:

فمن تزوج امرأة حرم عليه كل أُم لها ، قريبة أو بعيدة [يعني الأم والجدة] بمجرد العقد نص عليه أحمد وهو قول أكثر أهل العلم منهم ابن مسعود وابن عمر وجابر وعمران بن حصين وكثير من التابعين وبه يقول مالك والشافعي وأصحاب الرأي….؛ لقول الله تعالى : ( وأمهات نسائكم ) والمعقود عليها من نسائه ، فتدخل أمها في عموم الآية . قال ابن عباس: أبهموا ما أبهم القرآن يعني عمموا حكمها في كل حال ، ولا تفصلوا بين المدخول بها وبين غيرها

“Laki-laki yang menikahi seorang wanita, maka seluruh ibu sang wanita menjadi mahramnya, baik ibu jauh maupun dekat (yakni ibu kandung ataupun nenek), hanya dengan melakukan akad nikah.

Wanita yang menjadi mahram lainnya adalah istri dari ayah, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاء سَبِيلاً

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. An-Nisa' : 22)

Merujuk pada ayat-ayat tersebut maka mahram karena hubungan pernikahan itu adalah sebagai berikut:

Pertama, Ibu dari istri (mertua wanita), ini berlangsung selamanya, walaupun istrinya telah meninggal dunia atau telah putus ikatan perkawinannya, misalnya karena cerai dan seterusnya, maka mantan ibu mertua adalah wanita yang menjadi mahram selama-lamanya.

Kedua, anak wanita dari istri (anak tiri). Apabila seorang laki-laki menikahi seorang janda yang emmeiliki anak perempuan, maka haram baginya untuk menikahi anak tirinya itu. Keharamannya bersifat selama-lamanya, meski pun ibunya telah wafat atau bercerai. Kecuali bila pernikahan dengan janda itu belum sampai terjadi hubungan suami istri, lalu terjadi perceraian, maka anak perempuan dari janda itu masih boleh untuk dinikahi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

(dan haram menikahi) anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya. (QS. An-Nisa' : 23)

Ketiga, istri dari anak laki-laki (menantu). Keharamannya berlaku untuk selama-lamanya, meski pun wanita itu barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.

Keempat, Istri dari ayah (ibu tiri). Para wanita yang telah dinikahi oleh ayah, maka haram bagi puteranya untuk menikahi janda-janda dari ayahnya sendiri, sebab kedudukan para wanita itu tidak lain adalah sebagai ibu, meski hanya ibu tiri.

Selain keempat pihak tersebut maka kedudukannya bukanlah mahram sehingga boleh dinikahi secara umum.

Maka, jika ada seorang mertua yang menikah dengan menantunya hukumnya adalah haram untuk selama-lamanya, apalagi jika anak dan menantunya sudah melakukan hubungan suami istri. Maka haram terjadi pernikahan antara mertua dan menantu selama-lamanya. Ini berlaku untuk mertua laki-laki atau perempuan dengan menantu laki-laki ataupun perempuan.

Terkait dengan berita viral tersebut maka hukumnya lebih haram lagi karena itu bukanlah pernikahan tapi perzinahan yang terjadi antara mertua dengan menantu. Maka dalam Islam apabila seorang yang telah menikah dan berbuat zina hukumannya sudah sangat jelas sebagaimana dalam QS. al-Nuur: 2 serta Hadits Riwayat Bukahri dan Muslim. Wallahu a’lam, 30 Desember 2022.

Kamis, 29 Desember 2022

Pesan untuk Para Pemimpin

Oleh: Misno Mohamad Djahri


 

Salah satu dari anugerah yang diberikan kepada beberapa orang manusia adalah anugerah kepemimpinan, ia diberikan kepercayaan dan amanah untuk mengayomi orang-orang yang berada di bawah tanggungjawabnya. Amanah ini tentu tidak mudah, ia perlu adanya niat yang lurus dalam meraihnya, perlu ketulusan dalam memimpin, tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya serta meyakini bahwa kepemimpinan itu akan dimintai pertanggungjawabannya.

Niat yang lurus dalam kepemimpinan tercermin dari proses yang ia lalui dalam memperoleh kepemimpinan. Ketika pendaftaran dilakukan, proses seleksi hingga terpilihnya ia menjadi seorang pemimpin haruslah selalu didasari oleh niat ikhlas karena Allah Ta’ala. Ikhlas dalam makna menjadikan kepemimpinannya sebagai sarana untuk menebarkan mashlahah dan manfaat sebanyak-banyaknya kepada seluruh makhlukNya. Bukan hanya untuk mendapatkan kedudukan, jabatan, keduniaan apalagi hanya untuk membalas dendam pemimpin sebelumnya. Kepemimpinan yang didasari atas keikhlasan sedari awal nampak dari segala kebijakan yang dilakukan didasarkan kepada syariah Islam dan merujuk kepada kemashlahatan untuk semua, bukan hanya kepentingan dunia semata.

Ketulusan dalam memimpin adalah buah atau hasil dari keikhlasan, karena ia faham bahwa kepemimpinannya adalah Amanah dari Allah Ta’ala untuk mengayomi semesta, sehingga ia akan menjadi khadimah (pembantu) atau pelayan yang akan memenuhi kebutuhan orang-orang yang ada di bawahnya. Bukan mementingkan diri sendiri dan memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya. Apalagi sampai mendzalimi orang lain yang tidak melakukan dosa dan kesalahan. Ketulusan bermakna memimpin dengan tulus tanpa perlu mendapatkan pujian dari orang lain, tulus bahwa yang ia lakukan dalam kepemimpinannya adalah amanah syariah.

Kepemimpinan yang dimiliki oleh seseorang akan dimintai pertanggungjawaban, hal ini jelas sekali dalam sabda Nabi yang mulia Shalallahu alaihi wassalam Setiap kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawabannya”. Maka pemimpin yang baik adalah yang meyakini bahwa Amanah kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban, bahkan bukan hanya di masa-masa kepemimpinannya, tetapi sejak awal proses seleksi akan dipertanggungjawabkan setiap detiknya. Jika demikian adanya maka inilah sejatinya pesan yang utama bagi para pemimpin, bahwa kepemimpinan itu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat sana. Ia akan dimintai pertanggungjawaban dalam proses seleksi, kebijakan yang dilakukan hingga akhir dari kepemimpinannya. Apakah ia berbuat curang dalam proses seleksi, kebijakan yang ditetapkan mendzalimi Sebagian orang dan hanya menguntungkan diri sendiri dan kroninya hingga apakah kepemimpinannya berakhir dengan baik tanpa meninggalkan luka pada orang-orang yang berada di bawahnya. Semua itu akan dimintai pertanggungjawaban, apakah anda siap dengan itu semua?

Bahkan ketika kedzaliman yang dilakukan oleh seorang pemimpin itu menyakiti orang-orang yang beriman tanpa adanya kesalahan, maka balasannya akan dipercepat bukan hanya di akhirat sana, tetapi langsung di dunia. Seorang pemimpin yang dzalim adzabnya akan dipercepat di dunia, agar manusia dapat mennyaksikan bagaimana balasan bagi pemimpin yang dzalim di dunia.

Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada kita pemimpin yang adil dan amanah, pemimpin yang niatnya ikhlas di awal, melalui proses seleksi yang benar, amanah dalam menejalankan kepemimpinan, berorientasi kepada mashlahah dan selalu berada di bawah naungan syariah. Aameen Ya Rabbal aalameen… Bogor, 29122022.  

Rabu, 28 Desember 2022

Selamat Tinggal Ustadz Muda, Allah Sayang Anda…

Oleh: Misno bin Mohamad Djahri

 


Hari Senin 27 Desember 2022 mendapat kebar melalui media sosial bahwa seorang kawan yang menjadi ustadz muda meninggal dunia. Beliau adalah salah satu dari mahasiswa saya di level sarjana sebuah universitas ekonomi syariah terkemuka di Indonesia. Tidak pasti kenapa penyebabnya, namun itu takdir dan kuasaNya, tanpa melihat usia ajal datang menjemput nyawa. Allah sayang anda…

Kematian memang datang tanpa diundang, menghadiri tanpa permisi dan tidak ada yang bisa memprediksi. Tanpa memandang usia, pangkat dan jabatan semua akan mendapatkan giliran, entah kapan, di mana dan bagaimanapun keadaanya. Semua atas takdir dan kuasaNya hingga tidak ada satu makhluk-pun yang menolaknya.

Sebagai orang beriman kita harus yakin bahwa seluruh takdir Allah Ta’ala adalah baik bagi makhluknya, bahkan ketika di mata manusia adalah musibah bisa jadi itu adalah anugerah. Demikian pula ketika kematian itu datang, dan di mata manusia begitu menyakitkan maka bisa jadi di sisiNya adalah sebuah kebajikan karena Dia sayang pada hambaNya.

Itulah yang terjadi pada ustadz muda kita, saya bersaksi engkau adalah orang baik dan sellau mengajak kepada kebajikan. Allah sayang kepada anda, hingga segera memanggil untuk kembali padaNya, mendapatkan apa yang telah ditanam di dunia. Kini saatnya memanen pahala, di mana kebajikan akan dibalas dengan kebajikan yang berlipat ganda. Selamat beristirahat Panjang di sana, semoga Allah Ta’ala sentiasa mencucuri rahmat kepada anda.

Bagi kita yang masih di dunia, maka pelajaran sangat berharga dapat kita rasa betapa kematian itu datang tanpa diduga, tanpa memandang rupa dan usia bahkan tidak tahu di mana akan terjadinya. Maka, menyiapkan diri untuk menyambutnya dengan melakukan berbagai amal kebajikan di dunia, semoga ianya diterima menjadi bekal di alam keabadian di sana. Wallahu a’lam, Ujungmanik 28122022.     

 

Begitu Syuulit, Lupakan Reihan: Antara Hati dan Hawa

Oleh: Misno bin Mohamad Djahri

 


Sebuah video viral beredar di media sosial, seorang perempuan berwajah chubby dengan hijab warna krem sedang mengucapkan kata-kata “Begitu Syulit lupakan reihan, apalagi reihan baiiik”. Mimik muka yang begitu dekat dengan kamera dengan penggunaan kata-kata yang khas ketika mengucapkan kata “sulit” menjadi “syyuulit” justru menjadi kekhasan dari viralnya video pendek ini. Bagaimana dengan isi dari syair dalam lagunya ini?

Manusia sering sekali berada pada dua sisi yang saling berlawanan, antara hati dan juga hawa. Apalagi pada usia di mana seorang manusia sedang tumbuh dewasa, ini adalah fase untuk mencari jati diri dan menuju manusia seutuhnya. Pada fase inilah rasa ketertarikan kepada orang lain tumbuh, rasa suka atau cinta muncul dengan sendirinya. Tidak hanya pada lawan jenis bahkan pada sesame jenis juga muncul tidak terbendung. Menyukai, mencintai dan kagum dengan seseorang sejatinya adalah sesuatu yang wajar, masalah hati memang tidak bisa dibohongi. Namun, apakah ini adalah suara hati? atau hawa yang mulai merasuk ke dalam sukma menyebar ke seluruh sendi raga?

Rasa suka ini seringkali terjebak dalam tampilan fisik dan kilasan budi baik yang kemudian membius manusia. hal ini ditambah dengan taburan hawa yang memang selalu mengajak kepada hal-hal yang disukai oleh manusia namun dimurkai Sang Pencipta. Suka dengan seseorang seringkali karena fisiknya yang gagah rupawan atau cantik jelita, lagi-lagi fisik selalu menjadi ukuran utama. Kalaupun mengatakan baik itu sekadar sekilas mata memandang, yang juga ditaburi hawa manusia. Walaupun tidak menampik pula adanya cinta yang sebenarnya yang terjadi di antara manusia, namun jarang adanya.

Ketika rasa suka dan cinta ditambah dengan hawa ada pada manusia makai a akan selalu mengingat orang yang disukainya. Tiada hari tanpa mengingatnya, menyebutnya dan selalu ingin dekat dengannya hingga akan sulit untuk melupakannya. Semua kebaikannya akan selalu diingat, bahkan pertolongan kecil dan ucapannya akan selalu terlalu di telinga. Semua yang ada pada dirinya indah adanya, hingga menurut orang lain adalah cela, baginya anugerah luar biasa. Baginya semua yang ada pada orang yang disukainya adalah sempurna, tanpa cela dan akan selalu menjadi ingatan, pandangan dan rasa utama.

Apabila sudah sampai tahap ini, maka hendaknya mengatur diri, mengelola jiwa dan memperhatikan secara seksama, apakah ini cinta atau hawa yang membara? Sulit membedakan antara cinta dan hawa, karena keduanya memang seirng sekali datang secara bersama. Cinta adalah anugerah dari Allah ta’ala, mencintai orang lain dengan sepenuh jiwa dan raga menjadi fitrah dari manusia dan tidak ada salah untuk merasakannya. Hawa (nafsu) juga adalah fitrah manusia, yaitu rasa kepada seseorang untuk memiliki dan menikmatinya, ia cenderung negatif karena biasanya terjebak dengan pesona fisik dan raga. Hawa nafsu manusia selalu mengajak kepada keburukan, hingga kita harus mampu untuk mengelolanya.    

Rasa suka, cinta dan kagum kepada seseorang adalah fitrah manusia, namun ia harus selalu berada di jalanNya. Kecintaan yang didasari oleh syariah Allah Ta’ala kemudian dibina di atasnya serta memiliki tujuan utama yaitu mendapatkan ridha dari Allah azza wa jalla.  Hawa nafsu manusia juga merupakan kuasaNya, hingga kita sebagai manusia harus mampu untuk mengelolanya agar tidak liar membawa kepada jalan kebinasaan. Namun, kembali ke syair lagu di atas “Begitu Syuulliit" untuk melakukannya karena kita adalah manusia. Walaupun demikian, kita harus terus berusaha menjaga cinta dan mengelola raga agar selalu berada dalam naungan syariahNya. Semoga…. Pagi di Ujungmanik, 28122022.

Selasa, 27 Desember 2022

Mengambil Hikmah dari Mainan Tek-tek

Oleh: Misno bin Mohamad Djahri


 

Salah satu permainan viral di akhir tahun 2022 adalah tek-tek atau ada menyebutnya dengan latto-latto, mainan ini berbentuk dua bola dari plastik keras yang harus diputar-putar sampai beradu dan mengeluarkan suara. Banyak nama yang disematkan untuk permainan anak-anak yang satu ini. Ada yang menyebutnya 'tek tek', 'tik tok' atau 'tok tok'. Dalam bahasa Inggris, permainan ini sebenarnya disebut sebagai 'clackers'. Cara mainnya cukup sederhana, yaitu dengan memegang bagian tengah tali yang menghubungkan keduanya lalu diayunkan naik turun hingga kedua bola beradu dan menghasilkan suara 'tek tek', 'tik tok' atau 'tok tok'. Penamaan ini sendiri didasarkan pada suara kedua bola saat beradu yang berbunyi 'tok tok' atau 'tek tek'.

Ada banyak hikmah yang bisa kita ambil dari fenomena mainan ini, khususnya bagi bangsa Indoensia yang akan memasuki masa-masa pemilihan wakil rakyat dan presiden di tahun 2024. Bunyi “tek” atau “tok” dari permainan ini adalah karena adanya benturan dari dua buah bola yang saling beradu, keduanya akan menjauh dan kembali dengan benturan yang lebih lemaha atau sebaliknya akan lebih keras apabila pemainnya mengayunkan dengan lebih keras lagi. Maka benturan yang terjadi pada permainan ini cukuplah sebatas permainan, jangan sampai benturan akan terjadi pada dua golongan yang ada di negeri ini. Benturan antara kelompok nasionalis dan islamis yang selalu menjadi bahan utama perpecahan di negeri tercinta. Mereka yang nasionalis selalu menuduh kelompok islamis adalah kelompok ekstrimis, fundamenatalis dan mengusuh ide khilafah yang akan menghancurkan Indonesia. Sementara kelompok islamis menuduh nasionalis berlebih-lebihan dalam kecintaan terhadap negara hingga menghalalkan segala cara termasuk bekerjsama dengan komunis dan yang semisalnya.

Permainan tek-tek hanyalah mainan, jangan sampai kita sebagai anak negeri mudah dibenturkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan hanya menginginkan kehancuran negeri ini. Jangan sampai juga benturan ini semakin kuat karena pihak ketiga yang selalu mengadudomba kedua belah pihak. Benturan akan berkurang ketika masing-masing pihak menahan diri dan tidak mengutamakan ego dan kepentingan pribadi serta kelompoknya saja. Sebaliknya, benturan akan semakin keras karena bisikan dari berbagai pihak yang tidak bertanggujawab karena hanya menginginkan kehancuran anak bangsa.

Semoga Allah ta’ala senantiasa menjaga NKRI tercinta sehingga terbebas dari segala bentuk malapetaka, bagi seluruh elemen bangsa hendaknya menahan diri dari segala bentuk ucapan, sikap dan reaksi yang dapat menambah benturan ini semakin keras. Semoga kita semua mendapat ridha dan ampunanNya sehingga akan menjadi bangsa besar yang memebri mashlahat untuk semesta. Aameen, 27122022.  

 

Fenomena mainan Tek-tek dan Prediksi Indonesia 2023-2024

Oleh: Misno bin Mohamad Djahri



Banyak hal yang terjadi di dunia ini selalu saling berkaitan, bahkan dari hal-hal yang dianggap oleh manusia sepele, namun pada dasarnya mengandung makna yang sangat mendalam bagi kehidupan umat manusia. Salah satu dari fenomena sepele yang saat ini berkembang adalah mainan tek-tek yang sedang viral dan banyak dimainkan oleh anak-anak. Mainan yang berupa dua buah bola dalam bentuk “bandul” yang saling ditabrakan dan akan mengeluarkan bunya “tek” ketika bertabrakan. Pada level yang lebih tinggi maka mainan tersebut tidak hanya dibenturkan dengan lembut di bagian bawah ketika kduanya menggantung, namun juga dengan hentakan keras ka atas akan bertabrakan sehingga menghasilkan suara “tek” yang lebih keras.

Bagaimana hubungan antara mainan tek-tek dengan kondisi Indonesia di tahun 2023 hingga 2024? Bukan ramalan atau cocokologi, tapi sekadar prediksi berdasarkan pengalaman-pengalaman di masa lalu khususnya ketika akan berlangsung pesta demokrasi dengan memiliki wakil-wakil rakyat dan puncaknya adalah pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024-2029. Agenda besar ini akan menjadi moment bagi bangsa Indonesia apakah mereka telah dewasa dengan sistem demokrasinya atau malah kembali terpecah belah dalam permusuhan yang tidak berkesudahan antara sesame negeri. Munculnya istilah cebong dan kampret atau kadrun adalah fakta nyata bahwa anak bangsa masih dengan ego sentrisnya sehingga dengan mudah diadudomba.

Prediksi Indonesia tahun 2023-2024 adalah munculnya pergesekan politik dan persaingan politik baik dalam tahap yang sehat hingga tahapan “gila” karena melakukan berbagai kecurangan, manipulasi, agitasi, fitnah kanan-kiri hingga memunculkan kubu-kubu yang saling bertentangan. Sejatinya apabila dipetakan kita akan menemukan tiga golongan besar dalam pesta demokrasi di Indonesia yang merupakan manifestasi dari masyarakat yang ada di Indonesia. Pertama adalah kalangan islamis yang memperjuangkan Islam dengan berbagai syariahNya, kelompok ini terdiri dari kalangan Islam reformis yang kebanyakan tinggal di perkotaan. Kedua, golongan nasionalis murni yang dengan slogan cinta NKRI akan menggunakan istilah-istilah beraroma nasionalis dengan segala bumbu-bumbunya. Pihak ketiga adalah mereka yang mencoba mengambilkedua karakter pihak-pihak sebelumnya, mereka nasionalis namun juga memiliki sikap religius. Satu sisi mereka terlihat berada di poros tengah karena memiliki dua sifat pihak sebelumnya, namun di sisi lain mereka juga nampak “abu-abu” karena hanya mencari aman dengan mencoba mengakomodir semua golongan.

Ketiga golongan ini yang akan mewarnai Indonesia di tahun 2023 hingga 2024 khususnya dalam hajat besar bangsa Indonesia. Gesekan politik yang terjadi di antara mereka akan semakin memanas khususnya menjelang pemilihan presiden, dari mulai saling mencari kesalahan hingga berita-berita hoax yang disebarkan untuk menjatuhkan lawan. Pihak islamis akan menuduh kaum nasionalis cenderung mengarah pada nasionalisme ekstrim dan bekerjasama dengan komunias, Yahudi dan golongan kiri lainnya. Sementara golongan nasionalis akan menuduh kelompok Islamis sebagai ekstrimis, fundamentalis, tidak cinta NKRI dan akan mengganti Demokrasi Pancasila dengan Khilafah Islam. Ini adalah isu yang saat ini berkembang dan akan mencapai puncaknya dua tahun ke depan, hal ini ditambah dengan pihak-pihak yang dengan sengaja “memancing di air keruh” serta “ketidaktahuan” dan fanatik buta masyarakat terhadap setiap golongannya hingga memunculkan rasa saling curiga, menuduh dan muncullah istilah-istilah yang berupa stigma negatif kepada lawan-lawannya.

Bagaimana cara menghadapi masa-masa ini? Jawabannya adalah dengan kembali menguatkan keyakinan kita masing-masing tanpa perlu menaruh curiga kepada pihak lainnya. Menempatkan kepentingan agama, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan dengan tetap bersikap adil dengan segala keadaannya. Menyaring (check and recheck) setiap berita yang beredar khususnya terkait dengan pilihan politik, kebaikan atau keburuhkan pihak lawan apalagi yang belum jelas kebenarannya. Tidak menyebarkan berita yang belum bisa dipertanggungjawabkan, dan berusaha untuk tidak mudah terbawa emosi atau menuduh pihak lain yang menyebarkan berita hoax. Hati-hati juga dengan berbagai isu yang seolah-olah membela golongannya padahal itu adalah jebakan dan upaya untuk memancing ego golongan hingga kemudian mengurangi rasa simpati kepada pihak lainnya. Intinya adalah tidak mudah mengelola akal dan fikiran kita dalam menerima berbagai berita agar setiap yang kita terima adalah sebuah kebenaran nyata. Kelola emosi dan tidak fanatik terhadap golongannya sehingga dengan mudah menyalahkan pihak lainnya apalagi bersumber dari berita yang belum benar adanya.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga Indonesia tercinta sehingga gesekan politik ini tidak terjadi hingga pesta demokrasi yang akan dilakukan akan berjalan dengan aman. Kepada seluruh pihak hendaknya menahan diri dan selalu memeriksa setiap berita yang ada, sehingga “fitnah” yang ada tidak menyebar dengan liarnya. Kita smeua sudah dewasa bahwa tidak ada pertentangan antara Islam dan Indonesia, Islam bukan musuh bangsa bahkan faktanya ia adalah energi bagi kemerdekaan Indonesia. Cinta NKRI juga tidak dilarang dalam Islam karena itu adalah fitrah manusia, sebagaimana Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam mencintai Mekkah yang menjadi tanah ari beliau. Bersikap adil sesuai dengan proporsinya, itulah yang menjadi kunci bagi keamanan bangsa dan negara. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberkahi Indonesia, dan seluruh umatNya di persada raya. Aameen… 27122022.  

Kamis, 22 Desember 2022

… karena kita adalah manusia

Oleh: Misno Mohd Djahri


 

Manusia adalah makhluk Allah ta’ala yang paling sempurna, sebagaimana firmanNya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” QS. At-Tiin: 4. Namun bersama dengan kesempurnaan ini, manusia adalah tempatnya dosa dan kesalahan, ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalllallahu ‘alaihi wa sallam :

كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat. HR. Ahmad dan lainnya.

Merujuk pada riwayat ini maka setiap manusia pasti pernah melakukan dosa dan kesalahan, baik yang disengaja ataupun tidak. Kesalahan ini bisa jadi berupa dosa kecil, atau bahkan bisa jadi dosa besar yang dilakukan. Hal menarik adalah bahwa di akhir riwayat ini adalah bahwa yang terbaik adalah mereka yang telah berbuat dosa dan kesalahan kemudian segera bertaubat dan kembali ke jalan Allah Ta’ala.

Permasalahan yang sering muncul adalah bahwa ternyata sering sekali manusia terjatuh pada kesalahan yang sama. Dorongan hawa dan bujuk rayu Iblis dan bala tentaranya mengakibatkan seorang manusia kembali melakukan dosa dan kesalahan dalam hidupnya. Sebuah riwayat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan keadaan seperti ini:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ ، فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

“Demi Dzat yang diriku berada ditanganNya, jika kalian tidak berbuat dosa Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa, lalu mereka pun minta ampun kepada Allah, Allah pun ampuni dosa mereka.” HR. Muslim.

Pemahaman dari riwayat ini bukanlah membolehkan manusia untuk berbuat dosa dan kesalahan, tetapi sebuah khabar bahwa manusia berbuat dosa baik disengaja ataupun tidak. Maka beristighfar dan memohon kepada Allah Ta’ala itulah yang utama.

Karena kita adalah manusia, sehingga selalu saja terjatuh ke dalam dosa dan kesalahan, namun bukan berarti kita pasrah dan terus melakukannya. Kembali kepada Allah Ta’ala ketika terjatuh ke dalam lembah dosa, jatuh lagi dan bangkit kembali, jatuh lagi dan bangkit kembali sehingga kembali kepada Allah Ta’ala dalam keadaan bermujahadah (bersungguh-sungguh) untuk selalu berada dalam naungan syariahNya.

Semoga Allah Ta’ala sentiasa memberikan hidayah dan inyahNya sehingga kita yang saat ini bergelimang dengan dosa dan kesalahan akan segera memperbaiki diri dan segera kembali kepadaNya, karena itulah sejatinya kebahagiaan dan kesuksesan yang sebenarnya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةًۭ نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ يَوْمَ لَا يُخْزِى ٱللَّهُ ٱلنَّبِىَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَٰنِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَٱغْفِرْ لَنَآ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ

Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". QS. Ath-Tahrim: 8.Wallahu a’lam, 22122022.

Tentang Niat di Media Sosial…

Oleh: Misno Mohd Djahri


 

Perkembangan tekhnologi informasi dan komunikasi telah merubah berbagai sendi kehidupan manusia, termasuk dalam beragama. Setiap perubahan yang terjadi karena tekhnologi telah pula merubah beberapa bagian dari agama, khususnya dimensi furu’ atau muamalah yang terkait dengan wasilah dalam melaksanakan berbagai ritual agama. Kemajuan dari media sosial semisal Facebook, Instagram, Youtube, Tik Tok, Linked In dan yang lainnya telah merubah banyak kebiasaan masyarakat termasuk dalam masalah keagamaan.

Sebagai sebuah wasilah (sarana) dalam menyebarkan berbagai content (materi) dari Islam maka media sosial menjadi sarana ampuh untuk menyebarkan Islam dengan segala syariahnya. Banyak orang berlomba-lomba menjadikan media sosial sebagai sarana untuk berdakwah, menyampaikan pesan moral agama atau sekadar sharing (berbagi) materi-materi keislaman. Hingga kita lihat tidak ada satu pun media sosial yang tidak ada materi Islam.

Permasalahan yang muncul adalah terkait dengan niat dari mereka yang meng-upload materi dan menyebarkannya di tengah masyarakat. Tentu saja ini akan dikembalikan kepada masing-masing individu dalam melakukannya, ada yang betul-betul ikhlas untuk mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala, ada yang setengah-setengah antara ridha Allah dan kepentingan dunia hingga ada yang hanya ingin mendapatkan keuntungan dunia semata.

Niat menjadi masalah yang sangat penting bagi para pelaku media sosial khususnya mereka yang membuat materi dan membagikannya. Sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam menjadi pedoman utamanya:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

 “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” HR. Bukhari dan Muslim.

Niat menjadi hal utama yang akan memberikan bobot dan kualitas amalan manusia, termasuk dalam mengupload dan membagikan materi di media sosial. Meluruskan niat untuk mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala tentu saja adalah yang pertama dan utama, namun sayangnya masalah niat adalah masalah yang dengan mudah berubah-ubah, sebagaimana hati yang mudah sekali berbolak-balik. Sufyan At-Tsauri rahimahullah pernah mengatakan,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي لأَنَّهُ تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ

“Tidak pernah aku memperbaiki sesuatu yang lebih berat bagiku dari pada niatku, karena niat selalu berubah-ubah”. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam: 29.

Masalah niat memang tidak mudah, ia perlu adanya perbaikan dan penguatan secara terus-menerus, sehingga akan selalu berada di jalanNya. Ketika ia menyimpang sedikit, maka segera kembali ke jalannya yang benar.

Demikian pula ketika seseorang mengupload materi (content) di media sosial, maka hendaknya ia mengawalinya dengan niat karena Allah Ta’ala, terus memperbaikinya ketika ada godaan dari Iblis dan bala tentaranya. Termasuk juga godaan dari manusia yang mengungkapkan begitu banyak syak wa sangka. “Upload materi agama Islam biar kelihatan pintar ya, biar kelihatan alim”, “Share materi agama biar kelihat baik ya”, “Riya share masalah agama” dan banyak lagi ucapan-ucapan nyinyir (diucapkan karena iri) dari orang-orang di sekitar kita.

Apakah ketika ucapan-ucapan itu ada kemudian kita berhenti untuk meng-upload materi agama atau share masalah keagamaan karena takut riya atau takut dianggap mencari ketenaran? Jawabannya adalah tidak. Karena kebenaran dan syariah Islam harus terus disebarkan, di tengah kemaksiatan dan keangkaramurkaan banyak berseliweran di media sosial. Harus selalu ada orang-orang yang selalu mengajak kepada kebajikan dan mencegah dari keburukan di tengah media sosial. Ingatlah firman Allah Ta’ala:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung“. QS. al-Imran:104.

Media sosial sebagai dunia yang saat ini banyak diakses oleh masyarakat haruslah ditegakkan di dalamnya amar ma’ruf nahi mungkar, harus ada orang-orang yang selalu membagikan kebaikan dan mencegah dari segala bentuk keumngkaran dengan materi yang diupload atau dibagikan kepada sebanyak-banyaknya manusia.

Terkait dengan niat, maka luruskan niatkan ketika akan mengupload materi agama, teruslah perbaiki niat kita apabila menyimpang dari jalanNya, jangan pernah dengar orang-orang yang mengatakan tanpa adanya ilmu. Karena kebenaran harus terus disampaikan walaupun pahit akan dirasakan… Wallahua’lam. 22122022.

Rabu, 21 Desember 2022

Sifat Buruk Manusia: Menyalahkan Orang lain untuk Menutupi Kesalahan Sendiri

Oleh: Misno Mohd Djahri

 


Salah satu dari sifat buruk manusia dalah berusaha untuk menutupi kesalahan-kesalahannya, ia tidak mau dilihat penuh dengan kesalahan di mata manusia lainnya. Apalagi di mata atasannya atau orang-orang yang diseganinya. Sifat ini pada tingkatan tertentu masih bisa dimaafkan, misalnya menutupi kesalahan karena memang tidak layak untuk ditampakan. Walaupun sejatinya Allah Ta’ala pasti akan mengetahuinya. Kesalahan terbesar adalah ketika menutupi kesalahan sendiri dengan menyalahkan orang lain. Misalnya ketika ia diberikan amanah pekerjaan atau jabatan, kemudian ternyata tidak mencapai tujuan yang telah ditargetkan maka dia kemudian menyalahkan orang lain atau pengemban Amanah sebelumnya.

Faktanya, hal ini banyak terjadi di sekitar kita, di mana seseorang dengan mudah menyalahkan orang lain untuk menutupi kelemahan-kelemahannya. Tentu saja sifat ini sangat tidak disukai dalam Islam, karena Islam mengajarkan setiap orang untuk bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. QS. al-Isra: 36.

Akhir dari ayat menjelaskan tentang pertanggungjawaban yang harus dipikul oleh setiap orang atas apa yang dilakukannya. Korelasi dengan pembahasan adalah bahwa ketika seseorang melakukan sesuatu kegiatan dan ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka dia harus bertanggungjawab atas hasil tersebut. Tidak perlu menyalahkan orang lain, menyalahkan anggota tim, menyalahkan pemimpin sebelumnya hanya untuk menutupi kegagalannya.

Seorang manusia sejati juga pemimpin sejati adalah mereka yang berani untuk bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya, tidak boleh ia menyalahkan pemimpin sebelumnya apalagi tanpa adanya kesalahan dari orang tersebut. Ini bisa jadi menjadi dosa besar baginya, Allah ta’ala berfirman:

وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟ بُهْتَٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. QS. al-Ahzab: 58.

Ayat ini jelas sekali menjelaskan bahwa dosa besar apabila menyakiti kaum muslimin tanpa adanya sebab kesalahan yang dilakukan. Menyalahkan orang lain padahal tidak bersalah adalah perbuatan dzalim yang menjadi dosa besar dalam Islam. Termasuk dalam cakupan ayat ini adalah seseorang atau pemimpin yang bangga dengan prestasi kerjanya, namun tega mendzalimi bawahannya tanpa ada sebab kesalahan.

Maka sebagai manusia dan juga sebagai pemimpin hendaknya kita memperhatikan dan selalu introspeksi bahwa tanggungajwab kita sebagai manusia, sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah Ta’ala. Untuk ap akita Berjaya, berprestasi dan baik di mata atasan kita, tapi mengorbankan dengan berbuat dzalim kepada orang lain atau orang-orang yang menjadi bawahan kita.

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah serta inayahNya sehingga kita mampu untuk terus berprestasi memberi arti tanpa mengorbankan dan berbuat dzalim kepada orang lain. Aameen… 21122022.

Senin, 19 Desember 2022

Rambut Rontok, Apakah Takdir?

Oleh: Misno Mohd Djahri


 

Sebuah iklan shampo menarik perhatian saya, bukan karena bintang iklannya adalah artis muda cerdas dan berbakat tapi lebih kepada ucapannya mengenai produk tersebut. Ya… ucapan bintang dalam iklan tersebut adalah “Rambut rontok bukan Takdir”, tentu saja ucapan ini menarik untuk dibahas khususnya dalam perspektif aqidah (keimanan Islam). Kenapa ini penting? Karena menyangkut keimanan akan takdir yang menjadi kuasa dari Allah Ta’ala sehingga kita tidak boleh mengucapkan sembarangan.

Takdir adalah ketentuan Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi alam semesta termasuk manusia, hal ini sebagaimana firmanNya:

وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَآئِنُهُۥ وَمَا نُنَزِّلُهُۥٓ إِلَّا بِقَدَرٍۢ مَّعْلُومٍۢ

Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. QS. al-Hijr: 21.

Ayat ini dan banyak ayat lainnya menjelaskan tentang segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini adalah takdir dari Allah Ta’ala, termasuk daun yang jatuh dari pohonnya.

وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍۢ فِى ظُلُمَٰتِ ٱلْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍۢ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَٰبٍۢ مُّبِينٍۢ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh al-mahfuz). QS. al-An’am: 59.

Takdir semua makhlukNya telah dituliskan dalam sebuah catatan sejak lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, sebagaiman sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi” HR. Muslim.

Para ulama juga telah bersepakat berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadits Nabawi yang menunjukan bahwa semua yang terjadi di muka bumi ini adalah takdir dari Allah Ta’ala, termasuk juga rambut yang rontok dari seseorang. Sekali lagi rontoknya rambut seseorang itu adalah takdir Allah Ta’ala, adapun manusia memiliki ikhtiar saja. Misalnya dia ingin agar rambutnya tidak rontok, maka manusia tersebut berusaha agar rambutnya tidak rontok, ketika sudah berusaha namun juga tetap rontok maka itu sudah menjadi takdirNya.

Pembahasan ini memang seolah-olah hanya hal yang sepele, padahal ini terkait dengan rukun iman yaitu iman (percaya) dengan takdir baik dan buruk. Maknanya sebagai orang yang beriman kita wajib untuk meyakini bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan takdir sleuruh makhlukNya dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Menyepelekan masalah ini bisa jadi membawa kepada kerusakan dalam keimanan, karena menggugurkan iman kepada qadha dan qadar (takdir) dari Allah Ta’ala.

Semoga para praktisi iklan lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata, jangan sampai hanya karena ketidaktahuan kemudian menggunakan kata-kata yang bertentangan dengan syariat Islam. Wallahu a’alam, 19122022.

Jumat, 16 Desember 2022

Ini Balasan Orang Dzalim…

Oleh: Misno Mohd Djahri

 


Kedzaliman yang dilakukan oleh seseorang akan memperoleh balasan siksa di dunia dan akhirat, inilah kenapa Islam sangat mengharamkan umatnya untuk berbuat dzalim. Beberapa dalil yang menunjukan balasan bagi orang yang melakukan kedzaliman di antaranya adalah: 

Pertama, Perbuatan Dzalim akan di-qishash (balas) pada hari kiamat

Dasarnya adalah Riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya:

أتدرون ما المفلِسُ ؟ قالوا : المفلِسُ فينا من لا درهمَ له ولا متاعَ . فقال : إنَّ المفلسَ من أمَّتي ، يأتي يومَ القيامةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزكاةٍ ، ويأتي قد شتم هذا ، وقذف هذا ، وأكل مالَ هذا ، وسفك دمَ هذا ، وضرب هذا . فيُعطَى هذا من حسناتِه وهذا من حسناتِه . فإن فَنِيَتْ حسناتُه ، قبل أن يقضيَ ما عليه ، أخذ من خطاياهم فطُرِحت عليه . ثمَّ طُرِح في النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda”. Nabi bersabda, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” HR. Muslim.

Maka kedzaliman yang dilakukan seseorang kepada orang lain akan menjadi penyesalan di hari kiamat karena akan mendapatkan balasan dari orang-orang yang didzalimi. Pada Riwayat lainnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. HR. Al-Bukhari

Maka, sangat rugi sekali orang-orang yang berbuat dzalim di dunia, karena mereka akan mendapatkan balasan di akhirat sana karena kedzaliman yang dilakukannya di dunia kepada orang lain.

Kedua, Mendapatkan laknat dari Allah

Dasar hukumnya adalah firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ لا يَنفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

“(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk” (QS. Ghafir: 52).

Orang yang berbuat dzalim akan dilaknat oleh Allah Ta’ala di dunia dan di akhirat, laknat di sini maknanya adalah dijauhkan dari rahmat Allah. Maknanya dijauhkan dari rahmat Allah di dunia adalah hidupnya tidak akan pernah tenang di dunia karena kedzaliman yang dilakukannya, sementara di akhirat sana tidak akan mendapatkan rahmat dari Allah Ta’ala.

Ketiga, Mendapatkan kegelapan di hari kiamat

Dasar hukumnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” HR. Al Bukhari dan Muslim.

Merujuk pada riwayat ini maka kedzaliman yang dilakukan oleh seseorang akan menjadi kegelapan di akhira sana, padahal kita sangat memerlukan cahaya yang terang khususnya ketika berada di padang mahsyar. Maka jauhkanlah segala bentuk kedzaliman, baik yang disengaja ataupun tidak, caranya dengan hidup dalam naungan syariahNya.

Keempat, Terancam oleh doa orang yang dizhalimi

Ini adalah bahaya terbesar bagi orang-orang yang telah berbuat dzalim, doa orang yang terzalimi dikabulkan oleh Allah, termasuk jika orang yang terzalimi mendoakan keburukan bagi yang menzaliminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” HR. Bukhari dan Muslim.

Hendaknya mereka yang berbuat dzalim kepada orang lain memperhatikan riwayat ini, jangan sampai ada orang lain yang mendoakan keburukan kepada kita karena kedzaliman yang telah dilakukan, na’udzubillah min dzalika.

Kelima, Jauh dari hidayah Allah

Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah: 51).

Petunjuk yang dimaksud adalah jalan kebenaran yang akan membawa kepada ksejahteraan di dunia dan akhirat. Seseorang yang berbuat dzalim tidak akan diberikan hidayah oleh Allah Ta’ala baik di dunia maupun di akhirat.

Keenam, Dijauhkan dari kesuksesan dand kesejahteraan (al Falah)

Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan mendapatkan al falah” (QS. Al An’am: 21).

Makna al-falah dalam ayat ini adalah mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat, maka orang yang berbuat dzalim tidak akan mendapatkannya. 

Ketujuh, Kezaliman adalah sebab bencana dan petaka

Asarnya adalah firman Allah Ta’ala:

فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ

“Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi” (QS. Al Hajj: 45).

Kedzaliman yang terjadi di tengah masyarakat adalah salah satu dari sebab datangnya bencana dan malapetaka. Mereka yang berbuat dzalim telah menjadikan Allah ta’ala murka sehingga memerintahkan kepada alam untuk memberikan pelajaran bagi orang-orang yang berlaku dzalim. Sehingga jika kita terjadi musibah hendaknya muhasabah, kedzaliman apa yang telah kita lakukan sehingga bencana ini datang?

Semoga Allah Ta’ala menghindarkan dari kita segala bentuk kedzaliman baik yang sengaja ataupun tidak sengaja dilakukan, Aamiin. 16122022.

Haramnya Kedzaliman dan Sebab Terjadinya di Antara Manusia

Oleh: Misno Mohd Djahri


 

Muamalah (interaksi) yang terjadi di antara manusia seringkali memunculkan tindakan kedzaliman di antara mereka. Salah satu bentuk dari kedzaliman yang terjadi di antara manusia adalah menyakiti orang lain dengan ucapan lisan dan tindakan anggota badan. Kedzaliman melalui lisan adalah dengan menghina, mencela, menggunjing dan ucapan menyakitkan lainnya kepada orang lain sehingga mereka tersakiti. Sementara kedzaliman dengan anggota badan adalah dengan gesture (isyarat anggota badan) dengan tujuan merendahkan, demikian pula tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota badan hingga pembunuhan yang dilakukan. Semua itu adalah contoh dari kedzaliman yang terjadi di tengah masyarakat.

Merujuk kepada pemahaman ini maka kedzaliman adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak proporsional sehingga bertentangan dengan tuntunan Islam. Ibnu Mandzur dalam Kamus Lisaan al-Arab menjelaskan bahwa makna dzalim adalah:

الظُّلْمُ: وَضْع الشيء في غير موضِعه

al-Dzulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya”.

Merujuk pada pengertian ini maka kedzaliman adalah tindakan yang tidak sesuai dengan norma budaya dan agama, baik dikurangi atau berlebih-lebihan. Sehingga semua hal yang dilakukan seseorang dan tidak sesuai dengan norma agama dan budaya adalah bentuk kedzaliman. Salah satu contoh yang banyak terjadi di masyarakat adalah menyakiti orang lain baik dengan lisan atau tindakannya.

Islam sangat melarang hingga mengharamkan perbuatan dzalim, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam kalamNya:

أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. Hud: 18).

وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ

“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras” (QS. Hud: 102).

نَقُولُ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّتِي كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ

“Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim: “Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu”” (QS. Saba: 40).

مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلا شَفِيعٍ يُطَاعُ

“Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya” (QS. Ghafir: 18).

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan” (QS. Al An’am: 21).

Ayat-ayat tersebut dan yang lainnya menunjukan tentang keharaman berbuat dzalim, baik terhadap diri sendiri ataupun kepada orang lain. Adapun dalil-dalil dari As Sunnah, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا

“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim’” (HR.  Muslim no. 2577).

اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ

“Jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

المسلم أخو المسلم، لا يظلمه، ولا يسلمه

“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menelantarkannya” (HR. Muslim no. 2564).

Sangat jelas sekali hadit-hadits ini melarang perbuatan dzalim karena akan menjadi kegelapan di hari kiamat. Maknanya adalah kedzaliman yang dilakukan oleh seseorang di dunia maka akan dicatat sebagai dosa dan mendapatkan siksa di akhirat sana. Maka hendaknya kita berhati-hati jangan sampai berbuat dzalim kepada diri sendiri dan juga orang lain.

Sebab kedzaliman terjadi di antara manusia ada dua, yaitu faktor internal yang berasal dari hawa nafsunya dan faktor eksternal yang berupa godaan Iblis dan bala tentaranya. Hawa nafsu manusia telah menjadikannya berani untuk melakukan tindakan kedzaliman yang merugikan dirinya sendiri dan juga orang lain. Orang-orang yang tanpa salah karena hawa nafsu yang menguasai seseorang didzalimi dengan lisan dan perbuatannya. Seorang yang diberikan amanah kepemimpinan dapat melakukan kedzaliman ketika kebijakan-kebijakan yang diambilnya mendzalimi orang-orang yang ada di bawah kepemimpinannya. Hawa nafsu manusia juga seringkali menjadikan seseorang itu buta mata hatinya, hingga kedzaliman yang dilakukan kepada orang lain tidak nampak oleh dirinya. Sehingga tidak jarang pemimpin yang tidak merasa berbuat dzalim, padahal sejatinya kebijakan yang ditetapkan sangat mendzalimi bawahannya. Maka hendaknya setiap orang yang diberikan amanah kepemimpinan berhati-hati dan selalu memperhatikan dan menyelaraskan kebijakannya dengan aturan Islam.

Sebab ekternal adalah Iblis dan bala tentaranya yang terus menggoda manusia untuk selalu berbuat dzalim, merugikan dirinya sendiri dan mendzalimi orang lain. Ia tidak mampu menahan godaan Iblis, hingga ia seringkali menyakiti orang lain tanpa dia sadar telah berbuat kedzaliman. Bahkan permusuhan yang terjadi di antara manusia salah satunya adalah karena godaan dari Iblis dan bala tentaranya. Maka hendaknya kita selalu beroda dan berlindung kepada Allah Ta’ala dari segala bentuk godaan Iblis, Syaithan dan bala tentaranya.

Semoga kita terhindar dari segala bentuk kedzaliman, dengan cara terus memperbaiki diri dan menyeleraskan kehidupan dengan syariah Islam. Karena hanya dengan agama setiap tindakan manusia diarahkan dan terhindar dari segala bentuk kedzaliman. Wallahu a’alam. 16122022.