Rabu, 08 April 2020

AGAMA CANDU MASYARAKAT? Tanggapan Fenomena Agama di Tengah Pandemi Corona

AGAMA CANDU MASYARAKAT? 
Tanggapan Fenomena Agama di Tengah Pandemi Corona 
Oleh: Abd Misno BP

Pandemi Corona yang melanda seluruh dunia memberikan satu hikmah yang sangat berharga, yaitu lemahnya manusia serta butuhnya mereka akan Tuhan dan agama sebagai jalannya.  Fenomena do’a bersama di Brasil, adzan bersama di Madrid, Spanyol hingga doa bersama di atap-atap negara Maroko menjadi bukti bahwa manusia itu pada dasarnya meyakini adanya Tuhan, dan agama adalah jalan yang diyakini dapat sampai kepadaNya. 
Pandemi Corona yang menjadi ancaman masyarakat dunia menyadarkan mereka bahwa ternyata manusia itu lemah, dalam hati yang paling dalam mereka meyakini ada Dzat yang Maha segalanya yaitu Tuhan. Agama sebagai jalan menuju Tuhan menjadi sarana (media) ketika manusia sudah berada di ujung harapan, berada pada keputusasaan. Ketika pandemi ini semakin menyebar dan memakan banyak korban, maka agama sebagai jalan menuju Tuhan menjadi harapan terakhir. 
Agama, pada masa lalu oleh beberapa tokoh dianggap sebagai candu masyarakat. Ya... karena ketika manusia lemah dan berada di ujung harapan hanya agama yang mampu untuk menjawabnya. Teori bahwa agama itu candu atau minimal mirip dengan candu bisa jadi benar karena agama adalah jalan yang selalu akan digunakan oleh manusia ketika ia telah berada di ujung keputusasaan. Kesalahan teori ini adalah ketika menganggap bahwa agama itu seperti candu yang akan menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri. 
Agama seperti candu masyarakat adalah dalam konteks sebagai tempat untuk kembali dan melepaskan segala bentuk kesusahan. Tetapi agama bukan candu yang membuat masyarakat menjadi ketagihan atau hancur karenanya. Agama adalah jalan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta, ia ada di dalam diri setiap manusia. Ia memang tempat untuk kembali dari segala kesusahan, namun ia tidak merusak. Sebaliknya, agama sebagai tempat kembali adalah satu jalan yang akan mencapai kepada jalan yang benar, ujung dari segala bentuk keputusasaan. 
Fenomena agama akan selalu ada, bahkan ketika manusia sudah berada di puncak prestasinya. Ia adalah jalan bagi orang-orang yang kesusahan, menjadi tempat bersandar dari berbagai musibah yang datang. Agama juga hadir ketika manusia berada dalam kebahagiaan, ia adalah media untuk memberi makna dalam kehidupannya. 
Maka, pandemi Covid-19 menjadi media untuk seluruh umat manusia untuk kembali kepadaNya, kembali kepada jalan agama untuk menuju kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Agama adalah jalan, yang akan membawa manusia kepada kepasrahan, tunduk patuh kepada seluruh aturanNya bagi yang bersifat qaully (firman) ataupun kaunny (semesta). Inilah makna Islam, menyerahkan sepenuhnya segala yang berlaku di dunia ini hanya kepada Allah Ta’ala. Kita hanya berusaha Allah jua yang akan menetapkannya, kita tidak takut dengan Corona karena ia juga adalah makhlukNya. Kita hanya berusaha agar ianya tidak membawa mudharat yang lebih banyak bagi umat manusia. 
Banyak hikmah dari pandemi ini, dan kembali kepada agama sebagai jalan menuju Tuhan adalah solusinya.  Agama bukan candu masyarakat, ia adalah jalan menuju Tuhan karena dengan agama kebahagiaan sejati akan dapat didapatkan, tidak hanya di dunia tapi juga kebahagiaan abadi di alam sana. 
Semoga Allah Ta’ala segera menghentikan pandemi Corona ini sehingga umat Islam dan juga manusia pada umumnya kembali hidup tanpa ada rasa ketakutan, Aamiin Ya Rabbal alamiin.  Bogor, 08042020.

Jumat, 03 April 2020

TIGA JUMAT SUDAH BERLALU...

TIGA JUMAT SUDAH BERLALU...
Refleksi Pandemi Corona di  pekan ketiga
Oleh: Abd Misno BP

Hari ini, Jumat 03 April 2020 memasuki Jumat ketiga setelah pandemi Covid-19 hadir di muka bumi. Sudah tiga jumat berlalu, beberapa masjid tidak bisa merayakan shalat Jumat secara berjamaah. Ini adalah sejarah kelam bagi umat Islam dan juga umat manusia pada umumnya. 
Sebagai satu hari raya bagi umat Islam, penghulu hari dan adanya kewajiban shalat Jumat berjamaah benar-benar menjadi hambar tanpa adanya itu semua. Ya... tiga pekan telah berlalu di beberapa negara seperti Malaysia, Singapura dan sebagian Indonesia tidak bisa melaksanakan shalat Jumat. 
Alhamdulillah, saya sendiri yang tinggal di ujung selatan Bogor masih bisa shalat Jumat berjamaah, namun melihat saudara-saudara muslim lain yang tidak bisa melaksanakannya menjadikan ikut merasa berduka. 
Terlepas dari hukumnya, -karena memang mudharatnya akan lebih banyak apabila dilaksanakan- maka ketiadaan shalat jumat dengan khutbahnya menjadikan ada yang hilang dari umat Islam. Ya... shalat Jumat secara berjamaah, khutbah yang memberikan nasehat kepada umat Islam hingga tradisi setelah shalat jumat yang mau tidak mau akhirnya ikut berhenti sementara. 
Keagungan dari hari Jumat memang tidak bisa digantikan dengan nasehat melalui media sosial, karena kebersamaan ketika di masjid, syiar umat Islam hingga banyaknya pahala di hari ini hanya bisa didapatkan ketika kita melangkahkan kaki ke masjid. 
Kita semua berharap, semoga pandemi Covid-19 segera berakhir dan umat Islam kembali bisa melaksanakan shalat Jumat secara berjamaah ini. “Ya Allah, jauhkan umat Islam dari fitnah Covid-19 ini Ya Dzal Jalal wal Ikram. Selamatkanlah kami dari segala bentuk fitnah, dan berkahilah seluruh kehidupan kami. Aameen Ya Rabbal ‘Alaamiin.