Senin, 30 November 2020

Islam di Indonesia: Dari Fitnah pada Ulama hingga Terorisme yang kembali mengemuka

Oleh: Misno


 

Akhir Nopember 2020 menjadi catatan kelam bagi umat Islam khususnya di Indonesia. Bagaimana tidak? Berbagai fitnah atas nama Islam berkembang dan menyebar di berbagai media sosial. Fitnah yang belum tentu kebenarannya, serta kebenaran yang diselimuti oleh sejuta dusta yang bertujuan untuk mendeskriditikan Islam. Dari mulai fitnah yang terjadi pada seorang tokoh terkemuka di Indonesia, hingga munculnya kembali kelompok teroris di Sulawesi sana.

Kebencian terhadap Islam yang termanifestasi dengan fitnah yang terus dilancarkan kepada tokoh umat Islam menjadi bahan berita yang mungkin akan terus ada entah sampai kapan berakhirnya. Sikap yang konsisten terhadap perjuangan Islam, walaupun terkadang muncul sedikit kesalahan ucapan menjadikan tokoh ini terus diburu dan menjadi obyek sasaran orang-orang yang tidak suka dengan Islam. Ada yang memang karena kebenciannya terhadap Islam, ada pula yang karena beda golongan, sementara sebagian lainnya adalah yang karena kepentingan harta dan dunia hingga rela mengorbankan agamanya untuk memfitnahnya. Sebagian lainnya terfitnah dan terbawa dalam berita-berita yang tidak benar, hingga karena kebodohannya dengan mudah percaya dengannya. Semuanya berujung pada kebencian yang berada di puncaknya, bahkan hingga ke ubun-ubun kepala mereka.

Fitnah pada Islam berikutnya adalah dengan munculnya kelompok bersenjata yang membuat kergaduhan di Sulawesi sana. Berdasarkan beberapa berita yang beredar bahwa mereka adalah kelompok Islam yang merupakan aliansi dari ISIS yang terus berjuang menegakan syariah Islam di Indonesia. Kelompok ini kembali muncul dengan melakukan pembantaian terhadap keluarga dan merusak beberapa rumah penduduk di sana.

Tentu saja Islam jauh dari sifat yang seperti itu, kalaupun kelompok tersebut betul-betul ada maka sejatinya mereka adalah umat Islam yang memiliki pemahaman yang salah. Membunuh dalam Islam adalah perbuatan dosa besar, demikian pula membuat kerusakan di muka bumi dengan merampok atau membakar rumah-rumah penduduk. Suasana politik yang cukup panas sepertinya menjadi alasan kuat kelompok ini muncul atau dimunculkan kembali. Tentu saja kita harus cerdas dalam menyikapi munculnya kelompok ini, seperti “teroris-teroris” lainnya maka kemunculannya selalu tepat berkaitan dengan berbagai isu besar yang muncul. Bukan buruk sangka, tetapi ini dengan mudah dapat dianalisa. Walaupun kembali seperti tulisan saya sebelumnya bahwa kalaupun mereka benar ada, sejatinya itu bukanlah ajaran Islam. Mereka yang memiliki pemahaman yang salah tentang Islam hingga kemudian dengan tega membunuh dan membuat kerusakan di masyarakat. Islam berlepas diri dari segala bentuk perbuatan ini, karena dalam Islam perbuatan tersebut diharamkan.

Melihat dunia fenomena ini serta berbagai fitnah terhadap Islam saat ini, maka penulis kembali merenung. Terlalu banyak fitnah yang melanda Islam, terlalu banyak manusia yang benci dengan Islam dengan berbagai kepentingannya. Bahkan muncul image bahwa setiap teroris itu Islam, sebagaimana muncul pandangan bahwa kalau kita berpegang teguh dengan Islam berarti menentangan Pancasila dan NKRI.

Tentu saja hal ini sangat tidak benar, Islam yang telah ada di bumi pertiwi ini tidak bperah sekalipun membuat kerusakan. Tidak pernah... kalaupun ada gerakan Islam di masa lalu maka kalau kita telaah lagi, mereka bukan membuat kerusakan. Bahkan justru fitnah yang dilakukan kepada Islam dan umatnya yang menjadikan nama Islam tercoreng di bumi pertiwi ini. Hingga Islam seolah-olah selalu membawa kekerasan, bahkan fitnah ini masih ada hingga hari ini.

Hari-hari ini dan mungkin ke depan kita akan disuguhkan berbagai fitnah yang akan dilancarkan kepada para ulama dan Islam pada umumnya. Para ulama yang mencoba konsisten perlahan akan menjadi obyek fitnah dari orang-orang yang tidak suka dengan Islam dan mereka yang menginginkan keuntungan duniawi. Islam juga akan terus difitnah hingga seolah-olah semua kekerasan bersumber dari Islam.

Oleh karena itu, saudaraku dalam Islam (fiillah), persiapkanlah perbekalan. Bukan persiapan untuk berjihad dengan senjata, tetapi persiapan dengan iman dan takwa. Bersikap cerdas dan bijak dalam menyikapi setiap berita dan fenomena yang ada, optimalkan seluruh potensi dirimu untuk izzul islam wal muslimin. Karena itulah sejatinya tujuan dari hadirnya kita di semesta ini... teruslah membela Islam hingga titik darah penghabisan. Wallahu a’alam. 30 Nopember 2020. Menjelang tengah malam, gerimis manis di Bogor Selatan.

 

 

 

 

Senin, 23 November 2020

Kebencian yang Menghinakan

Oleh Abdurrahman


 Kebencian kepada seseorang muncul karena banyak hal, dari mulai dia pernah menyakiti kita hingga ide dan gagasannya yang tidak sama. Manusia dengan berjuta hawa nafsunya memang seringkali memiliki rasa benci kepada orang lainnya, namun tentu saja rasa ini harus dapat di-manage dengan benar. Kebencian karena syariat Allah Ta’ala dilecehkan atau dihinakan adalah sebuah keniscayaan. Bahkan tidak benci kepada kekufuran dan segala bentuk kemaksiatan adalah tanda dari kemunafikan. Oleh karena itu rasa benci dengan orang lain haruslah didasarkan kepada syariah Islam, bughdhu fiillah benci karena Allah Ta’ala.

Tentu saja benci karena Allah Ta’ala adalah kebencian yang muncul atas perbuatan dari seseorang yang menghina Allah dan RasulNya atau syariahNya, kebencian ini akan membawa kepada kebajikan karena sejatinya seluruh syariahNya adalah baik dan untuk kebaikan manusia. Seseorang membenci perbuatan maksiat, karena maksiat itu akan merusak kehidupan manusia, demikian pula kita membenci perbuatan zina karena akan membawa kerusakan di tengah masyarakat.

Sayangnya kebencian seseorang terhadap orang lain sering sekali membabi buta, hingga semua yang ada pada orang yang dibenci menjadi tercela semuanya. Bahkan ia tidak segan-segan untuk mencaci dan menghina orang yang dibencinya. Ini adalah bentuk benci yang karena hawa nafsunya, karena kepentingan dunianya serta kepentingan kelompok dan golongannya. Ada juga yang benci karena terprovokasi atau dipengaruhi oleh orang lain, sehingga dengan mudah ia mempercayai setiap yang sampai kepadanya tanpa tabayun terlebih dahulu.

Kebencian inilah yang saat ini terjadi pada anak negeri, karena bukan dari kelompoknya kemudian ia membenci orang lain yang ada di luar golongannya. Ia tidak segan-segan untuk menghina dan menyebarkan keburukan dari orang lain yang dibencinya. Jika dasarnya ia tidak mengetahui dan kebenciannya karena terprovokasi atau karena membela golongannya mungkin agak lebih ringan dibanding dengan mereka yang membenci dengen kebencian yang memuncak terhadap orang lain yang berada di luar golongannya. Mereka sangat membenci lawan politiknya, membenci orang lain yang berada di luar golongannya tanpa memahami kenapa ia harus membencinya.

Menyebarnya photo Anis Baswedan yang sedang membaca buku “How Democracies Die” menjadi viral di media sosial. Namun orang-orang yang membencinya kemudian menggantinya buku yang dibacanya dengan majalah “Hidayah” dengan tema “Bangkit Dari Kubur”.  Tentu saja ini secara jelas adalah bentuk dari penghinaan kepada seseorang sebagai bentuk rasa kebenciannya. Kebencian yang memuncak, mungkin orang umum mengatakan sudah sampai ubun-ubun sehingga semua yang dilakukan oleh orang yang dibencinya akan terlihat buruk dan dibuat sedemkian rupa agar selalu buruk.

Inilah kebencian yang tidak diperbolehkan dalam Islam, Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 8 memberikan pedoman kepada kita, firmanNya  “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Maknanya adalah bahwa sekalipun kita benci dengan seseorang atau sekelompok orang maka janganlah kebencian kita menjadikan kita tidak adil. Makna tidak adil dalam ayat ini adalah tidak jujur, tidak menerima sebuah kebenaran, berbuat curang  dan selalu menjadikan mereka sebagai sumber kesalahan.

Merujuk pada ayat ini serta dalil-dalil dalam Islam lainnya maka haram bagi kita untuk tidak berbuat adil, misalnya karena kita tidak suka deng seseorang kemudian kita berkata dan berbuat bohong atas namanya. Maka hal ini adalah termasuk dosa besar. Apalagi sampai menyebarkannya di tengah masyarakat, padahal dia sendiri tidak melakukannya. Kebencian ini hanya akan membawa kehinaan, ya... Kebencian yang menghinakan diri sang pembenci sendiri. 

Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai muslim, sebagai warga negara Indonesia yang baik, janganlah karena beda pandangan politik atau beda golongan kemudian kita begitu senang ketika orang atau kelompok yang kita benci terhina. Apalagi jika kebencian itu  sengaja dilakukan, dengan cara membuat kebohongan dalam tulisan dan ucapan kemudian menyebarkannya ke ditengah masyarakat, maka ini adalah termasuk dosa besar.  Semoga ke depan kita lebih dewasa, lebih beretika dan lebih beradab sehingga akan menjadikan kita dan seluruh bangsa Indoneisa diridhai oleh Allah Ta’ala.

 

Gerimis Senja di Bogor, 23 Nopember 2020.

 

Selasa, 10 November 2020

Selamat Datang di Indonesia Ya Imam...

 Abdurrahman Misno BP

 

Tanggal 10 Nopember diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh bangsa Indonesia, tahun 2020 ini memiliki terasa istimewa karena bertepatan dengan kembalinya seorang tokoh Islam yang memiliki banyak pengikut, yaitu Habib Rizieq Shihab atau yang biasa dikenal dengan HRS. Para pengikutnya menyebut sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia, karena ketokohan dan sepak terjangnya dalam dunia dakwah dan politik di Indonesia.

Rizieq Shihab memang terasa istimewa bagi umat Islam di Indonesia, kiprahnya pada peristiwa 212 yang telah menghadirkan lebih dari 7 Juta umat Islam di Monas adalah prestasi luar biasa. Magnet dan karismanya telah mampu menarik begitu banyak umat Islam untuk menghadiri peristiwa bersejarah tersebut.

Hari ini, Selasa 10 Nopember 2020 keistimewaan HRS terbukti kembali, ribuan orang menyambut kedatangannya setelah sekian lama berada di Mekah, Saudi Arabia. Ya, sebuah kedatangan yang juga istimewa karena beberapa kali kepulangannya disiarkan namun selalu tertunda. Hingga akhirnya Sang Imam Besar hari ini menginjakkan kakinya di bumi pertiwi.

Selamat Datang di Indonesia, para simpatisannya mengucapkan “Ahlan Wa Sahlan Ya Habib, Ya Imam...” Sebuah ungkapan sebagai bukti simpati dan memuliakan pemimpin mereka. Bukan hanya dengan ucapan tetapi peristiwa penjemputan di Bandara yang belum pernah terjadi sebelumnya telah membuktikan bagaimana magnet dari HRS begitu luar biasa.

Berbagai spekulasi dan prediksi bermunculan seiring dengan kembalinya beliau ke negeri ini. Apalagi suasana politik yang masih belum juga dingin walaupun pemilihan presiden sudah berlalu beberapa tahun. Berbagai isu hangat masih saja menjadi pemantik bagi berbagai golongan untuk menguatkan masing-masing kelompoknya.

Habib Rizieq Shihab sebagai pelopor dari gerakan Islam yang berusaha untuk menjadikan Islam sebagai pedoman hidup mendapatkan lawan dari kalangan nasionalis ektrim dan Islamophobia. Organisasi yang dibentuknya selalu menjadi incaran dan obyek bagi fitnah radikalisme dan anarkisme. Front Pembela Islam atau FPI selalu menjadi kambing hitam bagi setiap peristiwa anarki dan tindakan teror oleh mereka yang berseberangan.

Kini Sang Imam sudah berada di Indonesia, apa yang akan dilakukannya? Revolusi Akhlak tiba-tiba menyeruak sebagai tandingan dari Revolusi Mental dari pihak yang berseberangan dengannya. Sepertinya ia akan vis a vis dan menjadi episode panjang drama sosial politik dan agama di Indonesia. Ya, kondisi saat ini yang memang masih cukup panas eolah-olah mendapatkan moment terbaik dengan kehadiran HRS.

Selamat Datang di Indonesia, inilah negeri yang saat ini penuh dengan fitnah dan cobaan. Belum lagi Corona hilang dari persada, berbagai intrik politik yang tidak suka dengan Islam terus berdatangan. Stigma Islam yang anti Pancasila, anti NKRI hingga para penjilat penguasa yang selalu menebarkan kesan bahwa Islam radikal tersimbolkan dengan celana cingkrang dan cadar.

Kehadiran HRS di Persada ini akan membawa sejarah baru, kita lihat saja nanti apa yang akan dilakukannya. Apakah akan berdakwah dengan cara lebih bijak atau semakin memosisikan diri sebagai oposisi pemerintah yang lantang menyerukan berbagai kedzaliman yang saat ini begitu nyat adi depan mata? Atau mungkin akan lebih lembek karena banyaknya tekanan dari sana-sini yang terus merangsek?

Semoga saja kehadiran HRS membawa Islam kepada makna sejatinya, tidak keras tetapi tegas, tidak lembek tetapi penuh hikmah. Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.