Senin, 29 Juni 2020

Pada akhirnya, hanya bisa memandang dari kejauhan...

Oleh: Misno Mohd Djahri



Manusia adalah makhluk yang unik, selain jasad tempat bersemayamnya ruh ia juga memiliki rasa yang muncul dari dalam jiwa. Rasa yang mungkin sekali dipengaruhi oleh banyak hal; pengalaman hidup, lingkungan dan hasrat kemanusiaan. Ia muncul bergantian dan nampak dari perilaku dan tindakan dalam kehidupan.
Rasa suka adalah satu dari rasa yang muncul dari dalam jiwa, banyak penyebabnya. Mulai dari tampilan fisik yang sesuai dengan seleranya, kepribadian yang memesona hingga kecocokan yang terasa, seiring dengan lamanya bergaul bersama. Rasa suka juga muncul dari latarbelakang kehidupan yang memiliki banyak kesamaan, hingga seolah-olah ia separuh nyawa yang belum terkumpulkan.
Rasa suka pada seseorang akan terasa indah apabila disambut oleh Sang Tersuka, ia akan menjadikan dunia laksana surga. Keduanya akan mengikat janji setia untuk selalu bersama dalam suka dan duka, hingga menutup mata atau hujung usia.
Namun, jika rasa suka itu ternyata bertepuk sebelah tangan maka yang terjadi adalah neraka dunia. Layu sebelum berkembang, bahkan hidup seolah-olah tiada makna. Semua harapan sirna, bahkan rasa suka itu mungkin akan berubah menjadi benci luar biasa. Tetapi, jika rasa suka itu muncul dari jiwa yang paling dalam, niscaya ia akan tetap terus berkembang walau tak bisa selalu bersama. Karena suka tak semestinya berhujung dengan ikatan kebersamaan sepanjang zaman.
Rasa suka yang betul-betul tulus dari dalam jiwa, bukan ternodai oleh hawa dunia, bukan pula oleh kepentingan sesaat semata serta bukan untuk memaksa orang yang disuka. Walau rasa ini tak ada respon darinya, atau jawaban hampa sekadar ianya tidak mau menyakiti Sang Penyuka, terimalah ia dengan penuh keikhlasan.
“Pada akhirnya, hanya bisa memandang dari kejauhan...” itu kata yang muncul dari jiwa yang paling dalam. Memang, suka itu tidak harus memiliki. Tetapi ia perlu implementasi dan bukti hakiki dari Sang Penyuka kepada Yang Disuka. Memang, terasa sakit untuk dicerita, seiring bertambahnya usia rasa suka itu mungkin akan berubah menjadi lebih melihat realita.
Memandang orang yang disuka dari kejauhan bisa jadi adalah sekadar pelampiasan atas “Kasih Tak Sampai” yang ia rasakan. Memang, terlalu sakit untuk diingat dan dirasakan. Tetapi manusia juga punya pilihan dan kehidupannya masing-masing sehingga ia juga berhak menerima, menolak atau atau membiarkan rasa itu hilang dengan sendirinya. Mungkin bila seseorang itu punya rasa yang lain, ia akan sekadar “menghargai” supaya tidak muncul rasa kecewa. Lagi-lagi terimalah itu sebagai sebuah realita...
Akhirnya, rasa suka yang kita miliki adalah anugerah dari Allah Ta’ala. Suka dan kagum kepada orang lain itu adalah fitrah manusia, namun bila ternyata orang yang kita suka acuh tak acuh dan membiarkan rasa suka ini melayang entah kemana maka terimalah itu semua. Jadi rasa itu sebagai kekuatan baru, untuk terus mengisi kehidupan ini. jangan matikan rasa itu, jaga, pelihara dan biarkan ia memberi warna dalam kehidupan kita. Walau pada akhirnya, hanya bisa memandang dari kejauhan... itu sudah cukup membuktikan bahwa kita memiliki rasa.
Jika memang ia adalah takdirNya maka semoga di suatu masa hatinya akan terbuka menerima rasa kita. Jika rasa itupun tak ada dalam dirinya maka semoga akan datang kepada kita seseorang yang memiliki rasa yang sama dengan apa yang ada pada kita.
Kepada orang-orang yang pernah kita rasa maka jangan pernah ada rasa selain rasa yang telah ada sejak awal mula. Ini adalah anugerah dan takdir dariNya, selama tidak ada unsur hawa yang mendominasinya. Semoga...  Bogor, 29 Juni 2020.

Jumat, 26 Juni 2020

JANGAN PERNAH LELAH DI JALAN ALLAH


Abdurrahman Misno Abu Aisyah

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا  أَمَّا بَعْدُ
إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Alhamdulillah, syukur kepada Allah Ta’ala adalah sebuah keniscayaan. Ia menjadi tanda dari tanda-tanda keimanan seseorang. Syukur atas segala nikmat yang telah diberikan, khususnya nikmat iman, Islam dan ikhsan. Demikian juga syukur atas kenikmatan yang kita rasakan saat ini yaitu nikmat hidayah sehingga kita mampu melaksanakan shalat jumat secara berjamaah. Hidayah ini mahal harganya, bertingkat-tingkat pula derajatnya. Sehingga kita saksikan umat Islam ada yang tidak hadir dalam kewajiban ini, sebagian yang hadir menunda-nunda hingga khatib sudah naik mimbar, yang sudah di masjid sengajar duduk di belakang agar bisa bersandar atau sekadar melepas kepenatan. Sebagian sibuk dengan gadgetnya hingga terlewat dengan kewajiban serta waktu paling mustajab untuk berdoa. 
Shalawat dan salaam semoga tercurahkan kepada junjungan alam, habibana wa nabiyyana Muhammad Shalallahu alaihi wassalam, sebaik-baik insan dan suri tauladan untuk seluruh alam. Allahumma shalli wa sallim wa baarik alaihi, kepada seluruh ahli baitnya para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jejak sunnahnya hingga akhir zaman. Shalawat bermakna mendoakan beliau, keluarganya, para shahabatnya dan seluruh manusia, bahkan yang belum lahir di semesta raya. 
Selanjutnya, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi serta jamaah jumat rahimakumullah, wasiat takwa yang bermakna mengoptimalkan seluruh potensi jiwa dan raga kita untuk mendapatkan ridha dari Allah Azza Wa Jalla. 

Hadirin Jama’ah jum’ah rahimakumullah 
Hari-hari ini umat muslim di Indonesia khususnya sedang menghadapi berbagai fitnah, dari mulai berkembangnya siyasah sayyi’ah hingga musibah yang masih mewabah. Fitnah dari orang-orang yang hanya mengutamakan kepentingan dunia, hingga agama tidak diindahkannya. Fitnah wabah masih mengancam umat manusia, virus Corona masih memakan korban bahkan mencapai puluhan ribu orang. 
Sebagai orang yang beriman kita harus selalu meyakini bahwa semua ini adalah ketetapan Ar-Rahman, Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah Ta’ala telah berfirman: 
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, QS. Al-Baqarah: 155. 
Imam Baidhowi dalam Anwaru al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, menjelaskan lanabluwannakum, Allah pasti akan menguji kita dengan menimpakan musibah. Kenapa Allah harus memberikan musibah kepada manusia? Tiada lain supaya kita dapat memahami pelajaran, bersabar dan bersikap pasrah dari musibah tersebut  (1418 H: 1/114). 
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, (pada ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa Dia menguji dan menempa para hamba-Nya. Terkadang (mengujinya) dengan kebahagiaan, dan suatu waktu dengan kesulitan, seperti rasa takut dan kelaparan. 
Abdur-Rahman as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya menyatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan, bahwa Dia pasti akan menguji para hambaNya dengan bencana-bencana. Agar menjadi jelas siapa (di antara) hamba itu yang sejati dan pendusta, yang sabar dan yang berkeluh-kesah. Ini adalah ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas para hamba-Nya. 
Merujuk pada ayat-ayat ini maka adanya wabah, semakin mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala. Rasa ketakutan, kelemahan dan kelelahan menjadikan kita sangat membutuhkan Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Karena sebagai orang yang beriman kita harus yakin bahwa semua wabah dan musibah itu adalah datang dari Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya: 
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ٦٤:١١
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” [at Taghabun/64:11]. 

Hadirin Jama’ah jum’ah rahimakumullah 
Islam telah memberikan tuntunan, bagaimana setiap muslim menghadapi berbagai wabah dan musibah, diawali dengan keyakinan dalam hati kemudian terucap dengan lisannya: 
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" QS. Al-Baqarah: 156.
Wahbah Zuhaili dalam tafsir al-Munir menjelaskan, bahwa mereka yang berbahagia  adalah yang mengimani qadha’ dan qadar, juga sabar saat pertama kali menghadapi kejutan musibah. Seraya mereka berucap Inna lillahi Wainna Ilaihi raji’un, Allah akan memberi pahala kepada mereka yang berbahagia dan sabar atas musibah (1418 H:2/42).
Maknanya bahwa setelah kita meyakini bahwa wabah dan musibah ini datang dari Allah Ta’ala, selanjutnya adalah mengucapkan kalimat istirja, yaitu inna lillahi wa inna illahi raji'un (Sesungguhnya kita ini milik Allah Ta’ala dan akan kembali kepadaNya). Kalimat ini adalah energy positif yang harus terus ditanamkan ke dalam hati-hati setiap orang yang beriman. Selain itu merupakan bukti ketaatana total hanya kepadaNya, dan tersirat makna untuk selalu yakin bahwa Allah akan menolongnya. Hal sebagaimana dalam ayat selanjutnya: 
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. Al-Baqarah: 158.
Imam al Qurthubi rahimahullah : “Ini merupakan rangkaian kenikmatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang-orang yang bersabar dan mengucapkan kalimat istirja’. Yang dimaksud “shalawat” dari Allah bagi hamba-Nya, yaitu ampunan, rahmat dan keberkahan, serta kemuliaan yang diberikan kepadanya di dunia dan di akhirat. Sedangkan kata “rahmat” diulang lagi, untuk menunjukkan penekanan dan penegasan makna yang sudah disampaikan”. 
عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ 
Dari Shuhaib, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengherankan urusan seorang Mukmin. Sesungguhnya semua urusan orang Mukmin itu baik, dan itu tidaklah ada kecuali bagi orang mukmin. Jika kesenangan mengenainya, dia bersyukur, maka syukur itu baik baginya. Dan jika kesusahan mengenainya, dia bersabar, maka sabar itu baik baginya. HR. Muslim, no: 2999. 

Hadirin Jama’ah jum’ah rahimakumullah 
Wabah dan musibah ini seharusnya semakin mendekatkan diri kepadaNya, menjadi stimulus untuk selalu berbuat baik serta agar selalu kita bermuhasabah diri. Sebuah riwayat dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, di mana beliau bersabda:   
لَا يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا فَيَمُوتَ إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا
“Tidaklah seseorang sabar terhadap kesusahannya (Madinah) kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafa’at padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat. Jika dia seorang Muslim.” HR. Muslim.
Kesabaran sebagai awal dan akhir dari sebuah amal baik haruslah terus dikuatkan, karena inilah masanya di mana kesabaran kita betul-betul diuji oleh Allah Ta’ala: 
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana orang yang bersabar dalam agamanya bagaikan orang yang menggenggam bara api.” [HR. At-Tirmidzi, Al-Fitan, hadits no. 2361]
Maka teruslah berbuat baik, tingkatkan amal kebajikan karena itulah pesan dari Sang junjungan: 
بَلْ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنْ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعْ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ الْقَبْضِ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ
‘Teruskanlah olehmu untuk selalu melakukan amar makruf nahi munkar hingga engkau akan menyaksikan kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan, kehidupan dunia yang diutamakan, serta orang-orang yang terpesona terhadap berbagai pendapat yang dikeluarkannya. Hendaknya kamu hanya bergaul dengan orang-orang yang searah denganmu dan jauhilah orang-orang yang awam. Sebab setelah zamanmu itu akan datang suatu zaman penuh cobaan di mana orang yang memegang teguh agamanya ibarat menggenggam bara api. Ketahuilah, saat itu orang yang terus berusaha untuk memegangi agamanya maka pahalanya sama dengan 50 orang yang juga melakukan hal yang sama dari kalian’.” (Kemudian, Abdullah bin Mubarak berkata, “Orang selain Utbah menambahkan riwayat ini dengan redaksi: ‘Apakah yang 50 kali itu dari generasi kami kami atau generasi mereka?’ Rasulullah saw, ‘Untuk mereka’.”) [HR. Abu Dawud, Al-Malâhim, hadits no. 4319]
Maka teruslah berbuat kebajikan, karena itu adalah bukti dari keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Azza wa Jalla. 
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua: 
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصَحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَومِ الدِّينِ، أَمَّا بَعْدُ
Wabah dan musibah ini memberikan hikmah kepada kita untuk senantiasa berbuat kebajikan, jangan pernah lelah di jalan Allah. Teruslah beramal, walaupun sedikit tetapi berterusan. Sebagaimana sabda Sang Junjungan: 
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah ta‘ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit”. HR. Muslim No. 783. 
Hasan al-Bashri -rahimahullah- berkata, “Sebagian orang enggan untuk mudaawamah [kontinu dalam beramal]. Demi Allah, bukanlah seorang mukmin yang hanya beramal sebulan, dua bulan, setahun, atau dua tahun. Tidak, demi Allah! Allah tidak menjadikan batas akhir beramal bagi seorang mukmin kecuali kematian”. (Aqwal at-Tabi‘in fi Masa‘il at-Tauhid wa al-Iman, Hal. 1160). Sufyan bin Sa’id ats-Tsaury rahimahullah berkata:
‏إذا هممت بصدقة أو ببر أو بعمل صالح، فعجل مضيه من ساعته، من قبل أن يحول بينك وبينه الشيطان.
"Jika engkau ingin mengeluarkan shadaqah, atau melakukan sebuah kebaikan, atau amal shalih, maka segera laksanakan sejak saat itu, sebelum setan menghalangi dirimu untuk melakukannya." Hilyatul Auliya', jilid 7 hlm. 62. 
Jangan pernah bosan berbuat kebajikan, hingga datangnya kematian. Jangan pernah lelah untuk beribadah, beramal lillah fii sabilillah, di jalan Allah Yang maha Rahmah. Teruslah sembah Dzat yang Mah Rahman hingga datang kepada kita kematian. 

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى
رَبنا أَدْخِلْنا مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنا مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لنا مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عباد الله، إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم وادعوه يستجب لكم ولذكر الله أكبر.
أقم الصلاة

Kamis, 18 Juni 2020

Webinar IAIN Bukit Tinggi

Webinar Ekonomi Dan Bisnis Syariah di Masa New Normal di IAIN PALU

Webinar STAIKAP Pekalongan

"Berdamai" dengan Virus Corona

Oleh: Abd Misno Mohd Djahri 


Memasuki 18 Juni 2020 ternyata Covid-19 masih sangat tinggi di Indonesia hingga hari ini tercatat jumlah positif sebanyak 42.762 Positif, 16.798 sembuh dan 2.339 meninggal dunia. Sementara di seluruh dunia berdasarkan data Worldometers, tercatat ada 8.382.536 kasus infeksi virus corona, dari angka tersebut ada 450.213 kematian, dan 4.377.079 orang sembuh. 
Melihat fenomena ini maka tingkat kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap penyebaran virus ini harus terus ditingkatkan. Jangan sampai karena PSBB sudah mulai direnggangkan, kita memudah-mudahkan masalah pandemi ini. Efeknya tentu akan lebih besar daripada masa-masa sebelumnya. Virus ino akan semakin menyebar di tegah masyarakat. 

Prediksi para ahli yang menyatakan bahwa Virus Corona akan tetap ada di muka bumi ini, minimal akan berlangsung lama memaksa umat manusia untuk “berdamai” dengannya. Damai yang dimaksud adalah bagaimana bahwa virus ini akan selalu ada dalam kehidupan kita. Sehingga mau tidak mau kita harus dapat hidup “berdampingan” dengan virus Corona. Tentu saja dalam pemahaman bahasa berdamai di sini buka mengajak damai dengan Corona, karena virus ini juga gak bakalan mau berdamai dengan manusia. “Berdamai” dalam tanda petik di sini bermakna kita harus bisa hidup di dunia ini “bersama” dengan Virus Corona yang masih ada di dunia ini.
“Berdamai” dengan Corona berarti kita akan sama-sama tinggal di bumi Allah ini, sebagai maklukNya tentu saja kita sebagai manusia dan Corona memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama yaitu beribadah hanya kepadaNya. Lebih dari itu bahwa semua ini adalah sudah menjadi takdir dan kuasaNya. Karena semua yang terjadi di dunia ini adalah sudah tertulis di Lauh al Mahfudz bahkan sejak 50 ribu tahun sebelum diciptakanya langit dan bumi.  
Keyakinan ini menjadikan hidup kita akan lebih tenang, rasa pasrah dan tawakal kepadaNya membuat kita akan mampu hidup “berdamai” dengan Virus Corona. Pasrah dan tawakal ini tentu saja bukan meniadakan adanya ikhtiar, karena usaha untuk mencari vaksin Corona, terus berusaha menyembuhkan yang telah terkena inveksi juga merupakan bukti keyakinan kita kepadaNya. 

Melanjutkan kehidupan dengan “berdamai” dengan Corona tentu bukan sesuatu yang mudah, banyak hal harus berubah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga muncul istilah New Normal atau kenormalan baru, yaitu kebiasaan-kebiasaan baru yang mucnul karena adanya pendmi ini. Misalnya harus selalu mencuci tangan, memakai masker, tidak bersentuhan, menjaga jarak fisik dan menjauhi segala bentuk kerumunan. 
Normal Baru adalah upaya untuk dapat “berdamai” dengan Corona karena hanya itu yang kita bisa lakukan saat ini. Tentu saja normal baru tersebut hakikatnya telah diajarkan oleh Islam, dari mulai perintah untuk selalu berwudhu dan menjaga kebersihan, menjaga interaksi dengan orang lain serta selalu mengantisipasi dari berbagai bentuk penularan penyakit di masyarakat. 
Sehingga “berdamai” dengan Coroa sejatinya kita adalah kembali kepada aturan-aturan dalam Islam yang menjadi pedoman hidup kita. Islam telah mengatur seluruh sendi kehdiupan manusia, selalu menjaga kesehatan dan berusaha untuk menghindari segala bentuk kemudharatan. Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita kembali kepada kehidupan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang. 18062020.

Minggu, 14 Juni 2020

Menjadi Manusia Dewasa


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri



“Menjadi tua itu adalah takdir Allah Ta’ala, tetapi menjadi dewasa itu adalah pilihan”, istilah ini sering sekali kita dengar yang maknanya membedakan antara usia dan kedewasaan. Memang tua itu pasti akan terjadi, tetapi kedewasaan terkadang tidak datang bersamaan dengan bertambahnya usia. Maknanya bahwa belum tentu orang yang bertambah usianya akan semakin dewasa. Karena dewasa itu perlu latihan dan pembiasaaan.
Pemahaman mengenai dewasa sendiri banyak ragamnya, masing-masing orang bisa menafsirkan sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Ada yang berpendapat bahwa dewasa itu mampu untuk mengelola emosinya, melihat sesuatu dengan lebih komprehensif serta menyikapi segala hal dengan pertimbangan yang matang.
Semua pemahaman tersebut bisa jadi benar karena menggunakan perspektif yang berbeda-beda mengenai makna kedewasaan. Seseorang yang berfikir dewasa akan lebih mampu untuk mengendalikan emosinya, jika pada masa anak-anak, remaja dan menjelang usia 40-an seseorang cenderung mudah tersulut emosinya maka ketika beranjak dewasa ia sudah dapat mengelolanya. Tidak mudah marah pada hal-hal yang sifatnya memang tidak diperlukan, juga tidak mudah tersulut amarahnya hanya karena ucapan atau tindakan dari orang lain yang belum tentu bermaksud untuk itu.
Karakter dewasa yang kedua adalah melihat segala sesuatu lebih komprehensif, maknanya ketika melihat suatu permasalahan ia melihatnya dari berbagai sudut pandang. Mempertimbangkannya secara mendalam dan mengambil keputusan sesuai dengan pemahaman yang komprehensif tersebut. Ia tidak tersekat ada satu perspektif, ia juga tidak memutuskan karena hawa nafsu dan kepentingan pribadinya. Sikapnya terhadap permasalahan yang dihadapi lebih pada mencari solusi yang bisa memberikan jalan keuar terbaik.
Pertimbangan yang matang juga menjadi karakter dari seseorang yang dewasa, berbagai pengalaman hidupnya menjadi referensi dalam bersikap. Sehingga semakin banyak pengalaman hidupnya semakin banyak referensi yang dijadikan dasar dalam menyikap sesuatu. Tentu saja bukan sekadar pengalaman hidup, tetapi mampu mengambil pelajaran dari setiap kejadian dalam kehidupan. Pertimbangan yang juga melibatkan hati menjadikan setiap sikapnya lebih bijak dan tidak ada lagi unsur untuk menyakiti atau merugikan orang lain.
Sikap zuhud terhadap dunia dan memandangnya sebagai bekal menuju alam keabadian adalah karakter dari dewasa yang tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai agama. Ya... agama menjadi puncak dari kedewasaan seseorang, betapa semakin dewasa seseorang semakin dia memahami akan hakita dari kehidupannya. Terus berusaha untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan ujungnya adalah tunduk patuh atas seluruh syariahNya.
Seseorang yang dewasa akan memandang manusia sebagai manusia, bukan sebagai musuh atau penghalang dirinya. Mereka adalah makhlukNya yang juga menginginkan kedamaia di dunia, sehingga menempatkan posisi manusia sesuai dengan perilaku dan tindakannya adalah bukti dari kedewasaan manusia.
Kembali ke istilah di awal tulisan, bahwa tua adalah kepastian dan dewasa adalah pilihan maka kita saksikan orang yang bertambah usianya dan memasuki masa-masa tua tetapi ternyata tidak bisa bersikap dewasa. Ia masih tidak bisa mengontrol emosinya, bersikap arogan, mudah menyalahkan orang lain, menganggap dirinya paling benar dan menyelesaikan segala sesuatu sesuai dengan hawa nafsunya. Akibatnya sifat bijak yang seharusnya dimiliki sebagai buah dari dewasa seringkali tidak nampak dalam dirinya.
Oleh karena itu, mari kita terus belajar untuk menjadi dewasa, dan agama adalah sumber dari pembelajaran agar kita menjadi dewasa guna menyempurnakan kehidupan di dunia. Bogor Raya, Pagi buta 14 Juni 2020.

Persiapkan Segalanya Menuju Hari Tua


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri



Masa terus berlalu di antara manusia, hingga usia terus bertambah tanpa ada satupun makhluk yang bisa menghentikannya. Bertambahnya usia akan menjadikan kita semakin dapat bersikap dewasa dan berfikir jauh ke depan. Berfikir tentang masa depan kita baik di dunia ataupun di akhirat sana.
Berfikir ke depan tentang dunia adalah membayangkan tentang tahun-tahun ke depan. Hal ini akan membawa kepada persiapan yang harus dilakukan untuk menhadapinya. Menyiapkan segala hal, baik yang bersifat kebutuhan hidup, keinginan yang ingin dicapai dan harapan-harapan ke depannya. 
Memasuki usia 30 tahun, hendaknya seseorang itu mampu untuk bekerja kerasa dan cerdas untuk dapat menyiapkan perbekalan. Mengumpulkan harta benda untuk memenuhi kebutuhan, menabung untuk hari tua dan menyiapkan pula perbekalan dalam bentuk pemahaman agama. Rentang usia 30 hingga 49 adalah masa-masa puncak bagi seseorang, sehingga ia harus mengoptimalkan seluruh potensi dirinya. Maka bekerjalah, menabunglah, belajar ilmu agama sebagai bekal untuk masa-masa berikutnya.
Usia 40-an menjadi akhir dari segala persiapan, sudah selayaknya kehidupan keduniaannya sudah tercukupi. Pekerjaan dengan penghasilan sudah tetap, rumah dan kendaraan ada, anak-anak sudah mulai dewasa dan semua kebutuhan dasar sudah terpenuhi. Masih ada waktu hingga menjelang 49 untuk menyiapkan segala sesuatunya. Walaupun perlahan kesehatan mulai menurun, tetapi tenaga masih bisa diandalkan. Sehingga bagi yang telah memasuki usia 40 kuatkan lagi usaha untuk menyiapkan masa depan untuk mengisi tahun-tahun ke hadapan.
Bekerja lebih cerdasa dan keras, kumpulkan semua perbekalan dalam bentuk tabungan, kekayaan, dan harta benda. Tentu saja yang tidak boleh dilupa adalah pemahaman agama yang akan menjadikannya semakin dapat bersikap dewasa. Persiapkan perbekalan, karena usia 40 hingga 49 adalah masa akhir dari mencari perbekalan.
Rencanakan apa yang akan dilakukannya di suai 50 atau 60, di mana ia akan menghabiskan masa tuanya? Bagaimana ia mengisi hari-hari tuanya? Dengan siapa ia akan menikmati sisa umurnya? dan rencana ini harus disiapkan dari sekarang. Jangan sampai penyesalan itu datang ketika usia menjelang tua, tenaga sudah jauh berkurang padahal kebutuhan hidup masih terus berdatangan.
Persiapkan segala sesuatunya menuju hari tua, inilah makna dari kalam Allah Ta’ala yang mulia dalam QS. Al-Hasyr: 18 yang maknanya hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang disiapkan untuk hari esok? Maka, persiapkanlah... agar masa depan anda menjadi cerah, masa tua anda penuh dengan gairah hingga akan mudah menuju Mardhatillah... 14062020.

Senin, 01 Juni 2020

Membaca sebagai Implementasi Hifdz Al-‘Aql dalam Maqashid Shariah


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri

Membaca adalah aktifitas memaknai setiap huruf dan kata dalam sebuah kalimat, lebih dari itu adalah memahami pesan yang dibuat oleh penulis kepada para pembacanya. Sebagai aktifitas yang merupakan hasil dari peradaban menulis, maka membaca menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan membaca menjadi awal dari sebuah ilmu pengetahuan, ia juga menjadi stimulus bagi perkembangan ilmu dan peradaban umat manusia.
Secara internal membaca memiliki efek positif bagi setiap orang yang membacanya. Seseorang yang membaca sejatinya ia sedang memasukan berbagai nutrisi bergizi bagi akalnya. Kecerdasan manusia akan terus berkembang bila nutrisi dalam bentuk bacaan terus dimasukan. Tentu saja syaratnya adalah bacaan tersebut memiliki gizi positif bagi akal manusia. Membaca akan memberikan stimulus bagi akal agar terus berkembang, sehingga akalnya akan terus memiliki ketajaman yang optimal.
Membaca dalam perspektif Islam menjadi satu aktifitas yang merupakan implementasi dari Maqashid Syariah khususnya hifdz al-‘aql yaitu melindungi akal manusia. Islam sebagai agama yang memiliki perhatian kepada ilmu pengetahuan sangat menganjurkan umatnya untuk membaca. Jika hifdz al-‘aql oleh para ulama dipahami sebagai menjaga dan melindungi akal manusia dengan contoh klasik yaitu larangan mengonsumsi makanan atau minuman yang merusak akal seperti khamr dan minuman keras lainnya, maka dalam konteks yang lebih luas ia juga termasuk bagaimana stimulus agar akal juga harus mampu untuk berkembang. Mengembangkan dan mengoptimalkan fungsi akal menjadi bagian dari tujuan syariah Islam (Maqashid Syariah)
Membaca sebagai aktifitas yang secara langsung menstimulus akal agar mampu memahami makna yang tersirat dari setiap huruf dan kata serta yang tersurat dari makna-makna yang ada dalam bacaan tersebut. Sehingga sangat wajar jika aktifitas ini sangat dianjurkan dalam Islam. Wahyu pertama dengan kata “Iqra” yang berarti bacalah atau ikutilah adalah bukti nyata bagaimana Islam sangat memperhatikan aktifitas ini. Tentu saja membaca dalam konteks Islam didasari dan diawali dengan menyebut nama Rabb (Tuhan) sebagai awal dan sumber penciptaan.
Hifdz al-‘Aql sebagai satu dari maqashid syariah menjadi maksud dan tujuan diturunkannya syariah Islam. Menjaga dan melindungi akal berarti bagaimana agar akal itu selalu dalam keadaan sadar dan memiliki nilai kemanusiaan yang didasarkan kepada nilai-nilai Ilahiah. Setelah terjaga dan terlindungi dengan baik, selanjutkan akal tersebut harus dikembangkan dengan berbagai stimulus yang muncul dari dalam dan juga luar dirinya. Unsur dari dalam meliputi hidayah dari Allah Ta’ala yang masuk ke dalam qalbunya, kemudian diolah dengan akalnya sehingga melahirkan satu kesadaran mendalam tentang eksistensi dirinya di semesta hingga kemudian mampu memberikan kontribusi positif bagi alam raya. Unsur dari luar adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran yang diikutinya. Membaca adalah salah satu dari unsur dari luar yang akan mampu untuk mengembangkan akal pikiran manusia.
Sehingga ketika membaca adalah sebuah kebutuhan manusia, Islam telah memberikan stimulus yang sangat kuat agar manusia selalu menjaga, melindungi dan mengembangkan akalnya. Membaca adalah implementasi dari maksud dan tujuan hadirnya syariah Islam di semesta. Mari Membaca... ammd 01062020.

SEBA BADUY 2020 DISAAT PANDEMI COVID-19.


Oleh : Asep Kurnia
 

Penyebaran Wabah Covid-19  masih terus berlangsung dan masih mengkhawatirkan masyarakat, tanda tanda virus corona akan hilang masih lama dan belum bisa diprediksi secara akurat oleh negara manapun , kasus terinsfeksi di beberapa negara masih bertambah secara tajam termasuk di Indonesia. Dari data yang diperoleh di tingkat dunia sudah masuk pada angka 6.034.667 orang terinfeksi , 366.896 meninggal dan 2.661.257  sembuh sedang di Indonesia sudah masuk pada 25.773 kasus positif, 1.573 meninggal dan 7.015 sembuh (30/05/2020) .Ekses dari situasi tersebut mengakibatkan adanya perpanjangan lockdown bagi sebagian negara terdampak, namun lain hal dengan negara Republik Indonesia instruksi resmi Presiden tentang PSBB justru terjadi pelonggaran yang sifatnya mendadak bahkan presiden sendiri sebagai pemberi instruksi mengajak masyarakat untuk  “ Berdamai dengan Corona dan hidup berdampingan dengan Corona dan akhirnya meninstruksikan untuk melaksanakan The New Normal pada 4 provinsi dan 25 Kabupaten ”  tentunya ada alasan yang mendasar mengapa mengambil kebijakan seperti itu, entah karena alasan apa penulis tidak paham trick itu. Namun, yang jelas PSBB di setiap wilayah tetap dilaksanakan dengan diiringi kebijakan lokal pemda masing masing termasuk di wilayah Kabupaten Lebak tempat berdomisilinya Suku Baduy yang tiap tahun selalu menarik & meramaikan kunjungan wisatawan karena ada acara Ritual Adat Seba Baduy yang pelaksanaan di tahun 2020 ini akan jatuh pada akhir bulan Mei sampai awal bulan Juni 2020,  secara kebetulan negeri kita sedang diserang oleh  wabah covid-19. 

Tentunya sudah pada maklum bahwa demi menghormati aturan resmi yang dibuat negara melalui Surat Keputusan Presiden RI nomor 12 tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam tentang penyehatan Covid-19 ditambah dengan maklumat Kepolisian RI nomor Mak/02/II/2020 tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan penyehatan virus corona  ditambah lagi dengan Surat keputusan Buapti Lebak nomor 366/Kep 202-BPBD/2020 tentang penetapan khusus keadaan tertentu darurat bencana wabah akibat Covid-19 yang didalamnya tercantum aturan tidak boleh mengadakan kegiatan secara besar besaran termasuk dalam bentuk pesta yang sifatnya meriah masih diberlakukan oleh pemerintah dalam rangka memutus penyebaran virus corona, pemuka adat baduy pun sudah sangat mahpum & menyadari bahwa _pelaksanaan Seba Baduy untuk tahun 2020 ini akan ada perbedaan yang sangat mencolok dengan tahun tahun sebelumnya_ dan hal ini sudah mereka persiapkan bagaimana skenario seba tahun ini. Berdasarkan obrolan dengan Ayah Mursid tokoh muda Baduy Dalam Cibeo dan Jaro Sami wakil Puun Cibeo , mereka (tokoh adat tangtu tilu jaro tujuh ) sudah menyepakati bila aturan tersebut diatas masih diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten, maka baduy hanya akan memberangkatkan peserta seba maksimal sekitar 30 orang yang diwakili oleh jajaran Kokolotan tokoh adat saja plus 6 orang wakil dari warga Baduy Dalam. Namun, itu pun bisa berubah bila pemerintahan memberikan arahan lain, yah kami ikut bagaimana yang mengatur saja. Yang penting seba baduy tetap dilaksanakan walau hanya diterima di pinggir rumah pun sesuai dengan amanat leluhurnya : “sanajan disaksian ngan ukur ku tunggul oge seba tetap kudu dilaksanakeun kusabab Seba rukun tur kawajiban anu teu bisa di leungitkeun.”  artinya : walaupun hanya disaksikan oleh sisa pohon seba tetap harus dilaksanakan karena merupakan rukun dan kewajiban adat yang tidak bisa dihilangkan. 

Pada awal kesepakatan tanggal 30 Mei 2020 ‘Seba Baduy ‘ direncanakan pelaksanaanya secara sederhana yang akan dihadiri oleh Bupati Lebak, sehubungan dengan penyebaran wabah covid-19 masih tinggi dan mengkhawatirkan serta adanya warga lebak posistif covid-19 akhirnya *direkomendasikan tidak dilaksanakan* demi mencegah untuk melindungi warga baduy dari paparan virus corona. Mohon dicatat yah, yang dibatalkan itu adalah perayaan secara terbuka seperti biasanya ( even meriah ) bukan pada “ ritual seba nya” . Ritual seba tetap dilaksanakan karena itu merupakan ritual sakral yang wajib dilaksanakan oleh Suku Baduy karena termasuk RUKUN WIWITAN, urutannya tetap mulai dari Tanah Ulayat, ke Kecamatan Leuwidamar, disambung ke Lingkungan Pendopo Kabupaten Lebak, kemudian di Pendopo Pandeglang dilanjutkan ke Pendopo lama Provinsi Banten dan diakhiri di pendopo Kabupaten Serang dengan peserta hanya 12 orang terdari 4 orang wakil dari Baduy Dalam dan 8 orang dari tokoh adat Baduy Luar. Konsep pembacaan rajah seba dan penerimaan oleh petinggi pemda dilaksanakan secara tertutup yang terpenting pesan dari adat tersampaikan pada pemimpin negara begitupun laporan situasi dan kondisi pemerintah dan masyarakat serta negara saat ini mereka terima untuk disampaikan ke pemuka adat ( PUUN) untuk nanti didoakan sebagaimana salah satu tugas kesukuan mereka untuk tetap taat patuh melaksanakan ‘ Ngasuh Ratu Nyayak Menak’ , seperti harapan Jaro Sami yang disampaikan ke penulis untuk disampaikan ke semua masyarakat bahwa ; “ pihak Wiwitan tetap mendoakan agar semua aktifitas dan kegiatan kehidupan bisa normal kembali sepeerti sedia kala, dan semoga wabah Covid-19 segera hilang dan musnah dari negeri Indonesia tercinta ini. Karena wabah apapun semua didatangkan oleh nu Maha Kawasa buat menguji dan mengingatkan manusia agar tidak sombong dan khianat. Kami usaha secara bathiniah, negara berupaya secara lahiriyah. sing eling dan waspada wabah penyakit menular dan yang mematikan akan datang lebih dahsyat, pagi teserang sore masuk kuburan ” ( hari Senin, 25 Mei 2020 )

Badut tetap KUKUH PENGKUH dan taat pada hukum adat namum mereka pun menghormati aturan negara dan pemerintah ..sehingga baduy menampilkan ciri khasnya yaitu FLEKSIBEL dan DEMOKRASI. 

#Satria Wiwitan Sunda#
Ciboleger , 31 Mei 2020
Padepokan Sisi Leuit