Kamis, 24 Februari 2022

Kontroversi Pengaturan Kumandang Kemenangan (Adzan)

Oleh: Abdurrahman Misno

 


Umat Islam sepertinya betul-betul berada pada posisi yang selalu menjadi obyek dalam berbagai kebijakan yang kontroversial. Kebijakan terbaru adalah Surat Edaran Menteri Agama No. SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla. Surat edaran ini disambut dengan pro dan kontra oleh masyarakat muslim, karena seolah-olah membatasi syiar dari agama Islam.

Apabila kita melihat ke belakang, maka pengaturan mengenai hal ini juga telah ada sejak tahun 2018 dengan dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No: B.3940/DJ.III/HK.00.07/2018 tanggal 24 Agustus 2018 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla. Sebelum itu di tahun 1978 dikeluarkan Surat Instruksi Dirjen Birmas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara atau toa Masjid, Langgar, dan Mushalla. Merujuk pada berbagai aturan ini maka sejatinya pengaturan tentang pengeras suara (toa) di masjid, langgar, surau dan mushalla telah ada sejak lama.

Namun tentu saja, kebijakan Kementerian Agama di Tahun 2022 ini semakin mengundang kontroversi dengan penjelasan dari Menteri Agama sendiri yang memisalkan suara adzan dengan gonggongan anjing. Dalam sebuah wawancara di TV Menteri Agama menyatakan “"Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" ucapnya. "Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan,". Itulah transkrip dari ucapan Menteri Agama.

Tentu saja ucapan ini mengundang pro kontra di tengah umat Islam, pihak kementerian dan yang sepaham dengan mereka bersusah payah untuk menjelaskan tentang tidak adanya niat untuk menyamakan adzan dengan gonggongan anjing. Tapi berita sudah menyebar dan masyarakat sudah memahami tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ya… kejadian seperti ini sudah berulang kali terjadi di tengah umat Islam, sehingga kita pun dapat memahami fenomena di balik pengaturan ini. Pihak Kementerian Agama tentu saja dengan berbagai upaya juga membuat pembelaan atas kebijakan yang dikeluarkannya, namun masyarakat juga memiliki pendapat dan sikapnya sendiri. Belum lagi tingkat kepercayaan masyarakat yang mengalami penurunan karena berbagai kontroversi yang seringkali dimunculkan.

Melihat fenomena ini kita dapat berfikir ulang dan menganalisis secara lebih mendalam, baik sikap secara tekstual-kontekstual ataupun melihat sesuatu di balik fenomena ini. Sikap tekstual-kontekstual terkait dengan isi dari aturan ini, bahwa pengaturan pengeras suara perlu ditertibkan tetapi dengan cara yang elegan. Pengaturan yang dilakukan secara general dan tanpa penelitian mendalam justru mengesankan sikap berlebihan dalam mengatur ibadah umat Islam. Walaupun mereka menyatakan bahwa kebijakan ini melalui berbagai diskusi dan penelitian dengan berbagai pihak, namun faktanya bahwa jelas sekali penelitian ini masih belum komprehensif.

Di sisi lain, bahwa Negara Indonesia memberikan kebebasan warganya untuk melaksanakan ibadah dan kepercayaannya masing-masing. Kumandang adzan yang mengganggu sebagian orang sejatinya adalah klaim sepihak yang berasal dari orang-orang yang tidak suka dengan Islam, baik dia orang non muslim atau orang Islam sendiri. Sementara masih banyak orang-orang yang sangat terbantu dengan adanya kumandang adzan ini, bahkan menjadikannya sebagian syiar agama yang memberikan semangat dalam berbuat kebajikan. Maka pengaturan ini terkesan membatasi umat Islam dalam melaksanakan syiar-syiar Islam yang sudah sejak dahulu dilaksanakan.

Selanjutnya fenomena di balik pengaturan ini, bahwa umat Islam selalu menjadi obyek dalam kebijakan yang merugikan umat Islam akhir-akhir ini. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Lembaga pemerintahan banyak sekali yang merugikan umat Islam dari sisi sebagai warga negara atau sebagai umat Islam. Pengaturan mengenai pengeras suara hanya sebagian kecil dari fenomena yang ada, di balik itu musuh-musuh Islam terus berusaha menghancurkan Islam. Upaya penghancuran Islam dilakukan baik secara terang-terangan atau melalui anak-anak umat Islam yang telah dicuci otaknya dengan pemikiran Islamophobia, sehingga KTP mereka Islam tapi pemikiran mereka benci dengan Islam. Mereka terus melakukan berbagai upaya agar umat Islam jauh dari agamanya, jauh dari syariahNya dan ujungnya Islam ditinggalkan oleh para pemeluknya.

Keadaan ini tentu tidak bisa dibiarkan, maka kepada seluruh umat Islam, hendaknya terus berjuang dalam menegakan panji-panji Islam. Tentu saja Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, jangan pernah lelah untuk belajar Islam, mengamalkannya dan mendakwahkan kedamaian Islam ke seluruh semesta. Selain itu selalu waspada dengan musuh-musuh Islam yang selalu mencari celah dalam menghancurkan Islam, mereka tidak akan pernah berhenti untuk terus merongrong dan secara perlahan menghancurkan Islam.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menolong umat Islam dari berbagai fitnah dan bala’ yang menimpa dan menjadikan kita sebagai salah satu dari hambaNya yang memperjuangan Islam dan syariahNya.  24022022. Wallahua’lam.

Senin, 21 Februari 2022

TENTANG WAYANG

Oleh: Abdurrahman Misno


 Kembali masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita viral terkait dengan ucapan seorang dai yang “mengharamkan” wayang dan menganjurkan untuk memusnahkannya. Berita ini semakin panas karena dibantah dengan sangat keras oleh budayawan serta tokoh Islam yang terkenal dengan pembelaannya terhadap tradisi. Walaupun ucapan maaf dan klarifikasi sudah disampaikan oleh sang da’i, namun berita ini masih hangat diperbincangkan di tengah masyarakat. Beberapa da’i lain mencoba memberikan jalan tengah dengan mengungkapkan bahwa patung yang berbentuk secara jelas seperti berhala itu yang diharamkan dalam Islam, sementara wayang yang ada di Indonesia justru pada masa lalu digunkana oleh para da’i untuk menyebarkan Islam. Lantas, bagaimana sebenarnya kita sebagai umat Islam menyikapi tentang wayang?

Islam hadir di persada Nusantara ketika masyarakatnya sudah memiliki keyakinan dan berbagai system kepercayaan. Keyakinan kuno yang kemudian dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha menjadi fenomena nyata ketika Islam tiba. Maka tidak mudah untuk menyebarkan Islam kepada mereka yang telah memiliki keyakinan, perlu adanya strategi dan ijtihad dakwah agar mereka tertarik kepada Islam. Salah satunya adalah wayang yang menjadi tradisi dan kebiasaan masyarakat khususnya di pulau Jawa. maka para da’i memanfaatkannya sebagai wasilah (sarana) dalam menyebarkan Islam. Tentu saja modifikasi dan penyesuaian secara perlahan dengan keyakinan Islam dilakukan dengan tetap memperhatikan hal-hal sensitif di masyarakat yang belum boleh diganggu untuk sementara waktu.

Sejatinya penggunaan wasilah dakwah dan budaya lokal dilakukan dalam berbagai sendi dalam menyebarkan Islam. Bentuk bangunan masjid di Nusantara yang berbeda dengan masjid di India dan Timur tengah adalah bukti nyata yang saat ini masih terlihat adanya. Masjid Kudus dengan menaranya yang mirim dengan candi, serta bentuk atap masjid yang tidak menggunakan kubah adalah satu cara mendekatkan Islam kepada masyarakat. Demikian pula di wilayah Jawa, khususnya di Kudus, kurban tidak menggunakan sapi, karena pada masa itu sapi adalah binatang suci yang tidak boleh disembelih. Demikian pula penggunaan kebaya oleh para wanita Jawa yang merupakan adaptasi dari abaya timur tengah juga menjadi cara dalam menyebarkan Islam secara elegan dan perlahan. Masih banyak lagi berbagai sendi budaya di Nusantara yang digunakan oleh para dai dalam menyebarkan Islam di persada ini.

Tentang wayang, sebagai budaya yang ada di tengah masyarakat dan sudah mandarah daging tentu tidak mudah untuk meninggalkannya. Sehingga para dai memanfaatkannya untuk merubah keyakinan masyarakat dengan memasukan berbagai unsur Islam di dalamnya. Keyakinan mengenai dewa-dewa secara perlahan disisipi dengan adanya para Nabi dan Rasul di dalamnya. Demikian pula keyakinan adanya kayangan, yaitu alam di atas sana kemudian didekati dengan Jannah (surga) yang menjadi keyakinan dalam Islam. Neraka yang ada dalam keyakinan Islam sebagai tempat kembali orang-orang yang berdosa pun dimasukan ke dalam budaya wayang hingga secara perlahan para penonton terbawa dalam keyakinan Islam.

Tradisi wayang terus berlanjut sampai sekarang, walaupun peminatnya semakin berkurang tapi trend kebangkitan kembali kearifan lokal (local wisdom) memunculkan beberapa komunitas yang memperjuangkan tradisi lokal, termasuk juga wayang. Sementara di tengah masyarakat sudah banyak dalang wayang yang beragama Islam dan mempelajari Islam dengan baik sehingga mereka memasukan lebih banyak lagi unsur Islam ke dalam pertunjukan wayangnya. Misalnya dari segi penampilan, jika dulu dalang hanya menggunakan blankon saja, maka dalang sekarang ada yang menggunakan sorban di pundaknya dan sindennya pun sudah memakai kerudung. Belum lagi pertunjukan wayangnya yang diiringi dengan shalawatan serta pujian pada Ar-Rahman.

Sementara Gerakan Tajdid dan pembaharuan Islam dari kalangan modernis Islam yang berasal dari timur tengah semisal Mesir, Saudi Arabia, Yaman dan sekitarnya juga telah masuk ke Indonesia dengan pola pemahaman yang lebih tekstual dan ketat. Merujuk pada sejarah kelahiran dari Gerakan-gerakan ini memang tidak menempatkan budaya dalam dakwah mereka karena pemahaman yang cenderung tekstual. Dari segi pakaian misalnya mereka akan tampak berbeda dengan umat Islam pada umumnya, memakai celana cingkrang dan berjenggot bagi laki-laki serta memakai cadar dan jilbab lebar bagi para perempuannya. Lebih dalam lagi adalah keyakinan, kepercayaan dan amal ibadah yang dilakukan memang sedikit berbeda dengan amalan umat Islam kebanyakan di Indonesia yang bermadzhab syafi’i. hasilnya berbagai konflik baik skala kecil atau besar sering sekali terjadi, dari mulai perdebatan sengit, hingga pembakaran pesantren dan pelarangan pembangunan masjid. Berita viral di mana salah satu dari dai mereka mengharamkan wayang hanya satu bagian dari keyakinan mereka.

Bagaimana kita sebagai umat Islam dalam menyikapinya? Pertama kita harus belajar terlebih dahulu tentang agama Islam secara benar. Pahami betul-betul setiap dimensi dari Islam, mulai dari aqidah yang shahihah, syariah yang mutaba’ah serta muamalah yang mashlahah. Kedua, memahami waqi’ (kenyataan dan fakta) yang terjadi di masyarakat sebagai pertimbangan dalam menyampaikan setiap kebenaran. Karena faktanya tidak semua kebenaran yang disampaikan itu mendapatkan sambutan yang menyenangkan. Bisa jadi justru karena caranya tidak tepat, waktunya tidak sesuai serta belum siapnya masyarakat menerima kebenaran itu. Kita tidak mengecilkan mengenai tantangan dakwah, tapi bila caranya tidak benar tentu bukan tantangan tapi efek dari kebodohan dalam menyampaikan yang harus disalahkan. Ketiga adalah memahami prinsip amar makruf nahi mungkar dalam Islam serta yang telah dirumuskan oleh para ulama. Konteks masyarakat Indonesia yang masih terus belajar Islam haruslah kita pahami dan dakwah dilakukan dengan perlahan.

Kembali tentang wayang, jika pada masa lalu wayang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat di Nusantara sehingga para dai memanfaatkannya untuk berdakwah maka saat ini wayang juga masih ada di tengah masyarakat dan umat Islam, bahkan beberapa komunitas kembali menghidupkan tradisi lokal termasuk wayang. Hal ini didukung oleh pemerintah yang mencoba menghidupkan berbagai tradisi, baik untuk kepentingan karakter bangsa ataupun pariwisata yang mendatangkan pundi-pundi kekayaan. Intinya adalah wayang masih ada di masyarakat dan dijadikan sebagai budaya bangsa. Sehingga kita sebagai dai harus betul-betul berhati-hati dalam menyikapinya, menafsir ulang mengenai makna suurah yang dilarang dalam Islam menjadi satu alternatif yang bisa dilakukan. Walaupun ini juga akan mengundang diskusi juga dari para cendekiawan. Sementara menjadikannya wasilah dakwah seperti yang dilakukan oleh dai terdahulu juga sudah dilakukan oleh para dalang yang juga memahami sebagian ajaran Islam. Selain itu menjadikannya sebagai sebuah budaya bangsa serta memberikan ruang bagi mereka menjadi jalan yang lebih bijaksana tentunya.

Inilah yang menjadi pilihan saya (penulis), bahwa wayang sebagai bagian dari budaya masyarakat yang saat ini masih ada hendaklah diberikan ruang khususnya bagi mereka yang masih menyukai atau melestarikannya. Secara perlahan teruskanlah dakwah Islam dengan memberikan pemahaman mengenai aqidah yang benar, syariah yang mashlahah serta akhlak yang mulia. Termasuk bagian dari akhlak yang mulia adalah bermuamalah dengan para peminat dan pelestari wayang, dengan memberikan berbagai pencerahan tentang Islam sehingga secara perlahan budaya ini tidak lagi bertentangan dengan unsur-unsur yang diharamkan oleh Islam. Perlahan dan secara bertahap, entah sampai kapan? Mungkin sampai kita dipanggil oleh Ar-Rahman, tapi kita harus yakin bahwa tugas kita adalah menyampaikan hasilnya kita serahkan kepada Allah Ta’ala Dzat Yang Maha Rahman. Wallahu a’lam. 21022022

Jumat, 11 Februari 2022

Webinar: Kukira Kau Binary...


*Kukira Kau Binary:*
Jutaan Orang Tidak Menyadari....
Apa itu *Binary Option*
Dan Bagaimana ajaran agama Islam memandangnya.

πŸ”ΈπŸ”ΈπŸ”ΈπŸ”ΈπŸ”ΈπŸ”ΈπŸ”ΈπŸ”Έ

Mari kita diskusikan bersama isu tersebut bersama:

*Pemantik:*
πŸ‘³πŸ»‍♀️ Dr. Abdurrahman Misno, MEI
🏒 Direktu Pascasarjana  Institut Agama Islam Sahid Bogor

Pewara:
🀡🏻‍♂️ Bagas Heradhyaksa, LL.M.
🏒 FSH UIN Walisongo Semarang

Insyaallah akan dilaksanakan pada:
πŸ—“️ *Ahad, 13 Februari 2022*
⏰ *20.00-21.00 WIB*

Live Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/84755281207?pwd=OUp3RSt0VnRqYXBYTXdmTlduQ2JlUT09
Meeting ID: 847 5528 1207
Passcode: inaisbogor

🎊 *Gratis & Untuk Umum* 
πŸŽ—️ *Tersedia E-Sertifikat*

πŸ“± Contact Person: wa.me/6287881321993

πŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”Ή

Presented by
*Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPEISI)*
In collaborating with
*Postgraduate Program Institut Agama Islam Sahid Bogor*

Rabu, 02 Februari 2022

Metaverse Perspektif Ekonomi Syariah

Assalamualaikum wr wb

*Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPHEISI)*
in collaboration with *PPs INAIS Bogor* 

invites you to the Islamic Economic Law Discussion with the topic:

*WELCOME TO METAVERSE: ISLAMIC PERSPECTVE*

01 Feb 2022
20.30-21.00 WIB

Speaker:
Dr. Abdurrahman Misno, MEI.
(Department of Literacy Strengthening and Community Advocacy APPHEISI)
(INSTITUT AGAMA ISLAM, SAHID BOGOR)

Host:
Bagas Heradhyaksa, LL.M.
(Member of APPHEISI)
(FSH UIN Walisongo)


Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/86094035615?pwd=RVNOSktQR25OTWUwTERuZSsvUlpVUT09

Meeting ID: 860 9403 5615
Passcode: appheisi

Join by Skype for Business
https://us02web.zoom.us/skype/86094035615

*free and open to the public*

CP: wa.me/6287881321993

see you in this event

Wassalamualaikum wr wb

Cincin Api Pernikahan

Assalamu`alaikum wr.wb.

Rumah Tangga bisa menjadi "surga' di dunia. Namun, tidak jarang serasa "neraka" adanya, ketika 'cincin pernikahan" membara dan menjadi awal malapetaka.
Bagaimana mengatasinya? Temukan dalam Diskusi Penuh Makna "Cincin Api Pernikahan" yang akan dilaksanakan:

Hari, tgl : Ahad, 6 Februari 2022
Waktu  : 09.30-11.30 WIB
Tempat : Zoom dan YouTube
Registrasi: https://bit.ly/Sharia_CincinApi

Demikian, terima kasih atas partisipasi dan kehadiran Bapak/Ibu.

Wassalamu`alaikum wr. wb.

Manusia dan Hawa Dunia

Oleh: Abd Misno

 


Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Ta’ala yang berbeda dengan makhluk lainnya, perbedaan ini terletak pada kesempurnaan jiwa dan raga. Selain itu adanya hawa yang menghiasi setiap persendiannya, ketika binatang dengan tanpa aturan berbuat semaunya, maka manusia harus tunduk patuh pada aturanNya. Ketika tumbuhan tidak dimintai pertanggungjawaban, maka manusia akan mempertanggungjawabkan semuanya di akhirat sana. Pun demikian ketika Malaikat diciptakan tanpa adanya hawa, maka manusia tercipta berselimut hawa dunia. Makhluk yang agak dekat dengan manusia dalam hal dunia adalah jin dan teman-temannya, mereka adalah makhluk yang memiliki hawa dan tentu saja akan mempertanggungjawabkan semua yang dilakukannya.

Manusia dan hawa dunia, satu sisi memang menjadi hal yang istimewa namun di sisi lain menjadi cobaan sangat berat bagi manusia. Hawa untuk menikmati dunia, menikmati wanita, menikmati tahta, menikmati harta bahkan menikmati sesuatu yang sejatinya perbuatan maksiat kepadaNya. Hawa nafsu manusia selalu menyeretnya kepada perbuatan tercela, hingga jika ia terus mengikutinya maka adzab neraka menanti di sana. Sebagian manusia tidak paham dengan hal ini, sebagian lainnya mengetahui ilmunya namun masih terlena dengan hawa dunia.

Hawa untuk menikmati dunia bisa jadi telah membawa manusia pada “kebodohan”, yaitu memperturutkan hawa-nya. Bodoh karena akalnya telah tertutup dengan kenikmatan sesaat yang justru merugikannya, baik di dunia ataupun di akhirat sana. Ya… bisa jadi kita terlena dengan “kebodohan” itu hingga hanyut terbawa dalam gelombang hawa dunia. Apalagi jika hawa tersebut terkait dengan kenikmatan ragawi, menikmati sesuatu yang di matanya sangat menarik hati, menyentuh dan menikmati raga manusia sejenisnya, hanya sekadar mengikuti dorongan tabiatnya, mengeluarkan setetes dahaga dunia yang selalu menggelora.

Memang, dorongan ini begitu kuat terasa terutama bagi mereka yang masih berusia muda hingga menjelas separuh abad usia. Ada juga yang hingga menjelang enam puluh lima, masih terbawa dalam gelombang rasa yang berpuncak pada kenikmatan raga yang tiada tara. Candu terhadap nafsu dunia memang dalam beberapa keadaan tidak mengenal usia, kita bisa saksikan bersama orang tua yang masih mengejar kenikmatan raga, padahal alam kubur sudah menantinya. Nafsu kepada dunia, Wanita, sesama, harta dan tahta memang menjadikan manusia sering lalai dalam mengingatNya. Setetes rasa yang selalu memaksanya untuk menuruti hawanya, selalu menjadikannya buta dengan segala konsukensi yang ada. Sampai bila wahai manusia akan terus terlena dengan hawa?

Berbagai peringatan sudah datang bergantian: cobaan dan kemalangan berdatangan dalam kehidupan. Namun engkau masih belum berpaling dari jalan kehidupan yang diharamkan, masih menunda entah sampai kapan. Mungkin sampai ragamu layu dan tak lagi memiliki nafsu, atau hingga adzab Rabb-mu menyadarkanmu, hanya Dia yang Maha Tahu. Walaupun dalam hati kecil engkau juga sadar, bahwa perbuatanmu itu tidak sesuai dengan titah Ar-Rahman, terbelenggu nafsu hingga membuatmu ragu. Keraguan yang nampak dalam kehidupanmu, rasa gundah gulana sebagai tanda bahwa itu adalah perbuatan maksiat terhadap Rabbmu.

Wahai jiwa, sadarlah… wahai raga ingatlah. Jiwamu adalah inti dari kemuliaanmu, ragamu itu adalah amanah yang sejatinya bukan milikmu. Semua akan kembali kepadaNya, Allah Ta’ala sebagai Pemilik segalanya, sudahkah engkau bersiap menghadapNya? Kenapa engkau masih terlena dengan nafsu dunia, kenapa engkau mengorbankan surga dengan dunia yang sementara, kenapa hanya karena setetes rasa dunia engkau abaikan syariah Allah Yang Maha Mulia? Raga ini tidak akan pernah puas dengan setetes fitrah insani, ia akan terus merengek untuk menambah dan menambah lagi. Jiwa-mu itu akan selalu berfantasi, tentang kenikmatan ragawi yang sejatinya bukan kebahagiaan sejati.

Ya… manusia adalah tetap manusia, dorongan hawa begitu kuat di dada, bisikan syaithan dan bala tentaranya semakin menambah himpitan di jiwa. Bahkan keilmuwan yang dimilikinya terkadang terkubur dalam hawa dunia dengan setetes rasa dunia. Iman di dada pun sering terkalahkan dengan pesona raga manusia sesamanya, bukan hanya orang awamnya saja bahkan sekelas “ulama” pun terjerat dalam kenikmatan raga. Hanya mereka yang diberikan rahmat oleh Rabb-nya yang selalu menjaga dirinya (iffah) dari perbuatan nista, menguatkan raganya agar tidak menumpahkan tetes hawa dunia bukan pada tempatnya dan tentu saja kuasa (Takdir) yang Sang pemilik Jagat Raya ada di atas semuanya.

Tulisan ini sebagai ingatan, pertama untuk penulis sendiri sebagai manusia biasa yang penuh dengan dosa dan terjebak ke dalam hawa dunia. Bagi pembaca, ini sekadar ingatan dan ibrah nyata bahwa hawa dunia memang tidak dengan mudah dilepaskan dari makhluk yang bernama manusia. Sebagian akan mencela mereka yang terjerat dalam hawa, sebagian yang lebih bijaksana akan memahaminya dan selalu ingin menyadarkannya, sebagian lainnya malah terjebak dalam memahami tanpa adanya usaha untuk memperbaikinya. Semuanya terpulang kepada kita sebagai manusia… kita hanya berdoa semoga hawa dunia ini perlahan tunduk pada syariahNya, kembali kepada Rabb-nya dan dipanggil dengan ucapan mesra…. Ya ayyatuhanafsul muthmainnah… (Wahai jiwa yang tenaang…) irji’i ila rabbika radhiyatan mardhiyah (kembali-lah kepada Rabbmu dengan penuh keridhaan), fadkhuli fi ‘ibaadi wadkhuli jannatii… (masuklah bersama dengan hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu)…  Allahu Akbar. 02022022.