Oleh: Abd Misno
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Ta’ala yang berbeda dengan makhluk
lainnya, perbedaan ini terletak pada kesempurnaan jiwa dan raga. Selain itu
adanya hawa yang menghiasi setiap persendiannya, ketika binatang dengan tanpa
aturan berbuat semaunya, maka manusia harus tunduk patuh pada aturanNya. Ketika
tumbuhan tidak dimintai pertanggungjawaban, maka manusia akan
mempertanggungjawabkan semuanya di akhirat sana. Pun demikian ketika Malaikat
diciptakan tanpa adanya hawa, maka manusia tercipta berselimut hawa dunia. Makhluk
yang agak dekat dengan manusia dalam hal dunia adalah jin dan teman-temannya,
mereka adalah makhluk yang memiliki hawa dan tentu saja akan
mempertanggungjawabkan semua yang dilakukannya.
Manusia dan hawa dunia, satu sisi memang menjadi hal yang istimewa
namun di sisi lain menjadi cobaan sangat berat bagi manusia. Hawa untuk
menikmati dunia, menikmati wanita, menikmati tahta, menikmati harta bahkan
menikmati sesuatu yang sejatinya perbuatan maksiat kepadaNya. Hawa nafsu
manusia selalu menyeretnya kepada perbuatan tercela, hingga jika ia terus
mengikutinya maka adzab neraka menanti di sana. Sebagian manusia tidak paham
dengan hal ini, sebagian lainnya mengetahui ilmunya namun masih terlena dengan
hawa dunia.
Hawa untuk menikmati dunia bisa jadi telah membawa manusia pada “kebodohan”,
yaitu memperturutkan hawa-nya. Bodoh karena akalnya telah tertutup dengan
kenikmatan sesaat yang justru merugikannya, baik di dunia ataupun di akhirat
sana. Ya… bisa jadi kita terlena dengan “kebodohan” itu hingga hanyut terbawa
dalam gelombang hawa dunia. Apalagi jika hawa tersebut terkait dengan
kenikmatan ragawi, menikmati sesuatu yang di matanya sangat menarik hati,
menyentuh dan menikmati raga manusia sejenisnya, hanya sekadar mengikuti dorongan
tabiatnya, mengeluarkan setetes dahaga dunia yang selalu menggelora.
Memang, dorongan ini begitu kuat terasa terutama bagi mereka yang
masih berusia muda hingga menjelas separuh abad usia. Ada juga yang hingga
menjelang enam puluh lima, masih terbawa dalam gelombang rasa yang berpuncak
pada kenikmatan raga yang tiada tara. Candu terhadap nafsu dunia memang dalam
beberapa keadaan tidak mengenal usia, kita bisa saksikan bersama orang tua yang
masih mengejar kenikmatan raga, padahal alam kubur sudah menantinya. Nafsu
kepada dunia, Wanita, sesama, harta dan tahta memang menjadikan manusia sering
lalai dalam mengingatNya. Setetes rasa yang selalu memaksanya untuk menuruti
hawanya, selalu menjadikannya buta dengan segala konsukensi yang ada. Sampai bila
wahai manusia akan terus terlena dengan hawa?
Berbagai peringatan sudah datang bergantian: cobaan dan kemalangan
berdatangan dalam kehidupan. Namun engkau masih belum berpaling dari jalan
kehidupan yang diharamkan, masih menunda entah sampai kapan. Mungkin sampai
ragamu layu dan tak lagi memiliki nafsu, atau hingga adzab Rabb-mu menyadarkanmu,
hanya Dia yang Maha Tahu. Walaupun dalam hati kecil engkau juga sadar, bahwa
perbuatanmu itu tidak sesuai dengan titah Ar-Rahman, terbelenggu nafsu hingga
membuatmu ragu. Keraguan yang nampak dalam kehidupanmu, rasa gundah gulana
sebagai tanda bahwa itu adalah perbuatan maksiat terhadap Rabbmu.
Wahai jiwa, sadarlah… wahai raga ingatlah. Jiwamu adalah inti dari
kemuliaanmu, ragamu itu adalah amanah yang sejatinya bukan milikmu. Semua akan
kembali kepadaNya, Allah Ta’ala sebagai Pemilik segalanya, sudahkah engkau
bersiap menghadapNya? Kenapa engkau masih terlena dengan nafsu dunia, kenapa
engkau mengorbankan surga dengan dunia yang sementara, kenapa hanya karena
setetes rasa dunia engkau abaikan syariah Allah Yang Maha Mulia? Raga ini tidak
akan pernah puas dengan setetes fitrah insani, ia akan terus merengek untuk
menambah dan menambah lagi. Jiwa-mu itu akan selalu berfantasi, tentang
kenikmatan ragawi yang sejatinya bukan kebahagiaan sejati.
Ya… manusia adalah tetap manusia, dorongan hawa begitu kuat di
dada, bisikan syaithan dan bala tentaranya semakin menambah himpitan di jiwa. Bahkan
keilmuwan yang dimilikinya terkadang terkubur dalam hawa dunia dengan setetes
rasa dunia. Iman di dada pun sering terkalahkan dengan pesona raga manusia
sesamanya, bukan hanya orang awamnya saja bahkan sekelas “ulama” pun terjerat
dalam kenikmatan raga. Hanya mereka yang diberikan rahmat oleh Rabb-nya yang
selalu menjaga dirinya (iffah) dari perbuatan nista, menguatkan raganya agar
tidak menumpahkan tetes hawa dunia bukan pada tempatnya dan tentu saja kuasa
(Takdir) yang Sang pemilik Jagat Raya ada di atas semuanya.
Tulisan ini sebagai ingatan, pertama untuk penulis sendiri sebagai
manusia biasa yang penuh dengan dosa dan terjebak ke dalam hawa dunia. Bagi pembaca,
ini sekadar ingatan dan ibrah nyata bahwa hawa dunia memang tidak dengan mudah
dilepaskan dari makhluk yang bernama manusia. Sebagian akan mencela mereka yang
terjerat dalam hawa, sebagian yang lebih bijaksana akan memahaminya dan selalu
ingin menyadarkannya, sebagian lainnya malah terjebak dalam memahami tanpa
adanya usaha untuk memperbaikinya. Semuanya terpulang kepada kita sebagai
manusia… kita hanya berdoa semoga hawa dunia ini perlahan tunduk pada
syariahNya, kembali kepada Rabb-nya dan dipanggil dengan ucapan mesra…. Ya
ayyatuhanafsul muthmainnah… (Wahai jiwa yang tenaang…) irji’i ila
rabbika radhiyatan mardhiyah (kembali-lah kepada Rabbmu dengan penuh keridhaan),
fadkhuli fi ‘ibaadi wadkhuli jannatii… (masuklah bersama dengan
hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu)… Allahu Akbar. 02022022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...