Rabu, 28 Oktober 2020

Dunia damai: Saling Menghormati antar Agama dan Kepercayaan

Oleh: Abdurrahman Misno Abu Aisyah

 


Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian, mengajarkan umatnya untuk selalu berdamai dan menyebarkan kedamaian  kepada sleuruh umat manusia dan semesta. Kedamaian dalam bentuk saling menghormati atas agama dan kepercayaan dari masing-masing manusia. Hal ini lah yang akan mewujudkan kedamaian yang sebenarnya di dunia, yaitu saling menghormati antar sesama pemeluk agam adan kepercayaan.

Salah satu kepercayaan dalam Islam yang tidak boleh diganggu gugat adalah berkenaan dengan kenabian Nabi Muhammad  Shalallahu Alaihi Wassalam dan yang terkait dengannya. Salah satu yang sangat penting adalah larangan menggambar Nabi, apalagi dalam bentuk gambaran yang menghina beliau. Maka jika hal ini terjadi maka kemarahan umat Islam tentu tidak bisa disalahkan.

Inilah yang terjadi dalam pekan ini, di mana diawali dengan hukuman atas seorang guru yang menunjukan gambar kartun nabi dengan alasan kebebasan berekspresi , kemudian presiden Perancis membelanya dengan menyatakan bahwa negaranya tidak akan berhenti menerbitkan atau membicarakan kartun yang menggambarkan Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam.

Pembelaaan  yang dilakukan Presidn Macron tentu saja merupakan dukungan secara langsung terhadap pembolehan  pembuatan kartun Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Inilah yang kemudian menyulut kemarahan dari umat Islam yang diwakili oleh beberapa pemimpin negara Islam.  Pemboikotan produk Perancis menjadi cara yang dilakukan oleh umat Islam sebagai respon pembelaan presiden Perancis.

Melihat fenomena ini tentu saja seluruh pihak haruslah saling mawas diri, kedamaian dunia yang dicita-citakan haruslah dalam bingkai saling menghormati agama dan kepercayaan masing-masing. Islam sendiri mengajarkan umatnya agar tidak menghina agama dan Tuhan orang lain, karena hal tersebut bisa jadi akan berbalik dima na mereka akan menghina Allah Ta’ala. Ini menjadi pedoman utama bagi umat Islam, maka tidak ditemukan sejak awal ada umat Islam yang menghina agama atau tuhan dari kepercayaan lainnya. Kalaupun ada itu karena ketidakpahamannya secara Islam, bukan dengan sadar dan sungguh-sungguh.

Kembali kepada kasus presiden Peraancis maka sangat disayangkan sekali ketika seorang presiden di negara yang menjunjung tinggi demokrasi justru mmembela seorang yang menunjukan kartun Nabi. Tentu saja bukan asal menunjukan, tetapi unsur kebencian kepada Islam yang menjadi sebab utama perbuatan tersebut.

Maka, jika kedamaian dunia adalah harapan setiap manusia, maka sudah selayaknya kita memiliki skpa tenggang rasa, saling menghormati antar sesama umat beragama. Inilah yang diajarkan dalam Islam sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Kaafirun yang maknanya “Bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami”.

 

Bogor, 28 Oktober 2020

My Opinion: My Flag – Merah Putih VS Radikalisme

(Realitas Kontras Komunitas Tertindas)

Oleh: Abdi Misno


 Sebuah film adalah hasil rasa, cipta dan karya, terkadang ia adalah gambaran dari realitas yang ada di masyarakat. Tentu saja sesuai dengan sudut pandang dari pembuatnya, apakah ia akan membuatnya seobyektif mungkin atau menambahnya dengan pesan-pesan yang diinginkannya.

Film dengan judul “My Flag – Merah Putih VS Radikalisme” adalah sebuah karya yang tercipta karena pembuatnya melihat realitas yang ada di masyarakat. Lepas dari prasangka dari mereka yang berniat memunculkan perseteruan yang semakin tajam di antara umat Islam maka film ini menurut saya memang mencerminkan keadaan umat Islam saat ini. Walaupun dalam sebuah film tentu saja harus dikasih “bumbu” lebih pedas agar lebih terasa konflik dan membuat penonton terkessan dengannya.

Sebelum menyaksikan film ini dengan hanya berbekal kepada bacaan di beberapa media sosial saya berfikir bahwa ini adalah ulah dari orang-orang yang benci dengan Islam dan ingin mengadu domba di antara mereka. Memanfaatkan “api dalam sekam” yang ada pada internal umat Islam adalah sejata paling ampuh untuk memantik api permusuhan itu tersulut dan membakar amarah umat.

Saya akhirnya penasaran dan membuka langsung kilasan dari film ini dari NU Channel pada 28 Oktober 2020. Jumlah penonton telah mencapai 615 ribu dan telah tanyang sejak 4 hari lalu. Jumlah ini bisa jadi akan bertambah karena kontroversi dari isinya, apalagi dengan blow upa dari media akan semakin ramailah film pendek ini.

Film didominasi oleh sekumpulan pemuda dan pemudi dengan atribut khas muslim Indonesia, memakai baju koko, peci hitam dan sarung. Sementara perempuannya memakai jubah dan jilbab biasa. Fokus perhatian pada kecintaan mereka kepada bendera, dari mulai membeli ke pasar, membagi-bagikan ke pengguna jalan dan menempatkan di beberapa tempat.

“Cinta tanah air sebagian dari iman” itulah pesan utamanya, dengan mencintai bendera murah putih maka itu adalah bukti kecintaan tersebut. Maka kata-kata yang kemudian muncul ketika kelompok pemuda dan pemudi ini bertemu dengan kelompok pemuda dan pemudi lainnya dengan tampilan celana cingkrang, pemudinya memakai cadar dan membawa bendera dua warna; merah dan putih.

Inilah fokus dari tulisan ini dan menjadi kontroversi di masyarakat, “Tidak boleh ada bendera lain selain merah putih” itulah ucapan seorang pemudi yang membawa merah putih ketika berhadapan dengan pemudi lain yang menggunakan jilbab panjang dan cadar. Adegan dilanjutkan dengan perkelahian antara mereka, oleh sutradara sepertinya dijadikan pesan yang sangat mendalam. Khususnya ketika dengan gerakan lambat seorang pemudi yang tadi berteriak membuka secara paksa cadar dari pemudi lawannya. Adegan ini terjadi dua kali, hingga sangat jelas pesan yang ada di dalamnya. Bahwa memakai cadar dan celana cingkrang adalah simbol dari radikalisme dan tidak cinta dengan tanah air dan bendera merah putih.

Apabila kita memperhatikan adegan dalam film ini, khususnya ketika dua kelompok pemuda tersebut berkelahi maka jelaslah bahwa inilah realitas umat Islam saat ini. Di mana kelompok “tradisional” dengan simbol peci hitam dan sarung berhadapan dengan kelompok celana cingkrang dan cadar bagi wanitanya. Sebuah adegan yang menggambarkan realitas dari masyarakat saat ini, di mana kelompok “tradisional” sangat khawatir dengan kehadiran kelompok “baru” yang membawa simbol dan “ideologi” yang menurut mereka berbeda. Realitas ini sudah terbaca oleh para pemerhati umat Islam khususnya di Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya, di mana ada “api dalam sekam” di antara umat Islam.

Namun, tentu saja film ini dalam perspektif lain memberikan stigma yang tidak bagus tentang Islam apalagi bagi generasi muda yang masih harus banyak belajar tentang Islam. Perlunya tabayun (check and recheck) terhadap mereka yang menggunakan simbol-simbol yang berbeda dengan kita adalah sebuah keniscyaan. Apalagi jika hanya terkait dengan fiqh semisal celana cingkrang dan cadar. Jika berkaitan dengan “ideologi” pun itu perlu di-check kembali, karena sejatinya umat Islam di Indonesia sangat cinta dengan NKRI. Ketakutan munculnya gerakan radikalisme hanyalah ilusi dari orang-orang yang ingin mengadu domba Islam. Celana cingkrang dan cadar bukanlah simbol dari anti NKRI, bukan pula simbol dari tidak cinta dengan Bendera Merah Putih. Itu adalah manifestasi agama dan kepercayaan anak negeri, tidak mengurangi cinta pada NKRI.

Maka, hendaklah bagi kita semua terus mempelajari Islam ini, jangan mudah terprovokasi dan berikanlah pencerahan secara elegan kepada generasi muda kita. Perbedaan yang terjadi jangan diperuncing dengan kepentingan duniawi, berikan qudwah (contoh) yang terbaik bagi generasi muda kita. Jangan mudah menuduh saudara kita yang sedikit berbeda dengan cap radikalisme atau ekstrimisme, karena sejatinya itu menunjukan kurangnya ilmu pada diri kita.

Kepada teman-teman yang menggunakan simbol-simbol yang belum terbiasa ada di masyarakat khususnya celana cingkrang, cadar, bendera hitam dan putih dan yang lainnya maka teruslah belajar tentang agama ini. Islam bukan hanya berhenti pada simbol-simbol tersebut, banyak hal yang harus kita pelajari kembali. Bersyukurlah hidayah atas sunnah itu sudah anda dapatkan, berikutnya adalah berikan pencerahan kepada masyarakat tentang sunnah Nabi yang suci ini tentu saja dengan cara elegan. Jangan udah menyalahkan apalagi kita belum memiliki ilmu tentangnya, teruslah belajar karena di sanalah puncak dari kepahaman. Iman, amal dan akhlak adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan. Jika anda ingin mengamalkan sunnah Nabi maka amalkanlah keseluruhannya, termasuk cinta beliau dengan sesama umat Islam, menghormati agama lain dan cinta dengan negeri sendiri.

Kepada pemuda dan pemudi Islam harapan bangsa, teruslah belajar... jangan mudah terprovokasi dengan film seperti ini. Jangan pula mudah diadu domba oleh skenario untuk menghancurkan Islam dan Indonesia. Kita semua adalah saudara, sesama muslim dan satu tanah air. Teruslah belajar, dengan itu kita akan tahu arti dari toleransi, arti dari Islam yang murni dan tidak mudah terprovokasi.

 

Pagi cerah di Kota Hujan, Bogor.

28 Oktober 2020.

 

Semangat Pagi...

Semangat Pagi...

Mentari
Telah menyinari bumi
Dari ujung Timur Negeri 
Tak ada lagi mimpi
Bangun dan berdiri 

Memberi makna insani
Sebagai hamba Ilahi
Kontribusi untuk Negeri 
Karena kedzaliman merajai

Lakukan yang mesti 
Ilmu diawali
RidhaNya Kita cari

Untuk Ilahi 
Kemudian Negeri 

#pagimenjelangsiang
#bogor28102020
❤️🌹❤️

Selasa, 20 Oktober 2020

MOTIVACINTA: Motivasi Cinta karena Allah Ta'ala

*MOTIVACINTA*: _Motivasi Cinta Karena Allah Ta'ala_

Cinta adalah anugerah dari Allah Ta’ala, ia adalah rasa kasih sayang yang muncul dalam diri setiap insan. Terkadang, rasa cinta datang tanpa diundang, tanpa memandang rupa dan juga harta benda, ia hadir membawa rasa nyaman, ketenteraman dan kebahagiaan tiada tara. 
Sebagai anugerah dari Dzat yang Maha Cinta, maka rasa ini haruslah didasarkan pada kecintaan hanya kepada Allah Ta’ala. Maknanya adalah bahwa cinta kita kepada manusia haruslah didasarkan kepada cinta kepadaNya. Kita mencintai seseorang karena Allah Ta’ala cinta kepadanya. 
Sayangnya, banyak cinta yang dilumuri oleh hawa dunia, terjerat oleh rupa dan perhiasan dunia lainnya. Cinta yang berkalang hawa selalu didasari oleh syahwat dunia hingga sifatnya hanya sementara. Ia akan runtuh bersama dengan berlalunya masa. Ia akan hilang bersama dengan musnahnya wajah yang rupawan. 
Cinta karena Allah Ta’ala adalah energi luar biasa untuk merasakan lezatnya cinta dengan sesama. MOTIVACINTA adalah motivasi cinta karena Allah Ta’ala. Mari merayakan cinta...

Judul Buku: *MOTIVACINTA*: _Motivasi Cinta karena Allah Ta'ala_

Info; 085885753838

Selasa, 06 Oktober 2020

Customize University: Perguruan Tinggi Berbasis Kebutuhan Mahasiswa

Abdurrahman Misno BP



 

“Pak sepertinya saya tidak nyaman dengan kelas dan program studi saya” demikian keluhan mahasiswa Program Studi Magister Ekonomi Syariah tempat saya mengajar. Ketidaknyamanan tersebut utamanya adalah karena beberpa mata kuliah yang dia rasa tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan, khususnya terkait dengan bidang konsentrasi yang akan diambilnya. Ya... dia memang berkeinginan untuk melanjutkan riset pada level degree yang telah dilakukannya yaitu terkait dengan pengobatan ala Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam.  

Saya sempat berfikir hal lain terkait dengan mata kuliah, cara mengajar dosen, teman-teman satu kelas dan mungkin fakor usia menjadi sebab ketidaknyamanan dari mahasiswa level master tersebut. Tetapi kemudian saya berfikir, bahwa ketidaknyamanan yang paling utama adalah bahwa beberapa mata kuliah memang tidak dia perlukan, karena ia ingin fokus pada satu bidang yang menurutnya itulah passionnya.

Menarik untuk dibincangkan, bahwa pada level master tentu saja pemikiran mahasiswa di level ini sudah sampai pada tingkat kematangan. Berbeda dengan mahasiswa level degree atau sarjana yang terkadang masih mencari jati dirinya. Pada level master mereka lebih memahami apa yang dibutuhkannya untuk dirinya, kariernya dan masa depannya. Sehingga sangat wajar jika mereka akan memilih dan memilah setiap program studi hingga mata kuliah yang diambilnya.

Padahal sejatinya sistem SKS yang telah lama diterapkan di perguruan tinggi sejatinya juga mengakomodir mahasiswa untuk bisa memilih mata kuliah yang dia butuhkan. Demikian juga penetapan mata kuliah dalam sebuah kurikullum prodi telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga akan mewujudkan lulusan sesuai dengan kompetensinya. Sayangnya hal ini terkadang masih belum dipahami dengan baik oleh mahasiswa, sehingga sistem “berjama’ah” dalam artian dari awal sampai akhi dalam satu rombongan kelas masih menjadi hal lumrah. Bahkan kelihatan aneh kalau ada mahasiswa yang berpindah-pindah kelas karena mata kuliah yang diambilnya.

Demikian pula pola mengajar dosen yang masih terkesan gaya “kolonial” sehingga bukannya membimbing mahasiswa malah membebani mahasiswa. Masuk kelas, menjelaskan, memberika tugas dan kemudian pulang adalah kebiasaan dosen yang sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.

Customize University istilah ini muncul dalam pikiran saya untuk menaanggapi kasus mahasiswa master saya. Lebih tepatnya mungkin Customize Departement, yaitu program studi yang menyesuaikan kebutuhan dari mahasiswa. Sebagai contoh ketika Ahmad ingin menjadi Dewan Pengawas Syariah (DPS) maka ia harus mengambil mata kuliah yang akan mendukung profesi yang akan dijalaninya. Mata kuliah yang tidak mendukung secara langsung sebaiknya tidak perlu diambilnya. Bahkan sangat mungkin ia mengusulkan mata kuliah baru yang belum ada dalam kurikullum.

Demikian juga Aisyah yang ingin menjadi seorang Peneliti bidang Ekonomi Syariah, maka dia akan mengambil mata kuliah yang akan mendukung bagi harapannya tersebut. Dia tidak akan mengambil mata kuliah yang tidak dibutuhkannya serta tidak terkait langsung dengan profesi yang akan digelutinya nantinya. Ia juga berhak mengusulkan mata kuliah baru ke prodi. Bukankah ini juga fungsi dari rekonstruksi kurikullum? Ya... tepat sekali.

Gagasan ini mungkin hanya cocok untuk level magister dan doktoral, dengan pertimbangan mahasiswa pada level ini lebih dapat memahami kebutuhannya serta apa yang sebenarnya dia inginkan ketika akan masuk ke suatu program studi di level Pascasarjana. Apabila dihubungkan dengan konsep Kampus Merdeka atau Belajar Merdeka sepertinya ada korelasi yang kuat, di mana mahasiswa memilih mata kuliah yang memang dia butuhkan dan sukai. Mahasiswa tidak lagi dipaksa untuk mengambil mata kuliah yang tidak dia butuhkan atau tidak disukainya. Tentu saja peran dosen pembimbing juga menjadi sangat penting khususnya pada level sarjana. Mereka adalah konsultan dan pembimbing bagi mahasiswa dalam menentukan masa depannya.

Customize University menjadi solusi bagi mahasiswa yang memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda atau bagi mahasiswa yang memang ingin fokus pada bidang yang akan ditekuninya. Program studi sendiri menjadi gawang bagi kreatifitas mahasiswa agar senantiasa selaras dengan rumpun keilmuan dari prodi tersebut. Namun, pilihan mahasiswa khususnya pada level magister menjadi pertimbangan utama.

Gagasan ini menjadi satu awal bagi pengembangan pembelajaran khususnya pada level Magister sehingga ke depan mahasiwa pada level ini betul-betul menjadi ahli dalam bidang yang memang dia sukai dan diharapkan menjadi ekspert di bidang tersebut. Maka bagi dosen dan tenaga kependidikan harus bersiap untuk terus menjadi lebih baik, berani berubah daalam menghadapi berbagai perkembangan yang ada di tengah masyarakat. Bogor, Waktu Dhuha, 06092020.