Abdurrahman Misno BP
“Pak sepertinya saya tidak nyaman dengan kelas dan program studi saya” demikian keluhan mahasiswa Program Studi Magister Ekonomi Syariah tempat saya mengajar. Ketidaknyamanan tersebut utamanya adalah karena beberpa mata kuliah yang dia rasa tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan, khususnya terkait dengan bidang konsentrasi yang akan diambilnya. Ya... dia memang berkeinginan untuk melanjutkan riset pada level degree yang telah dilakukannya yaitu terkait dengan pengobatan ala Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam.
Saya sempat berfikir hal lain terkait dengan mata kuliah,
cara mengajar dosen, teman-teman satu kelas dan mungkin fakor usia menjadi
sebab ketidaknyamanan dari mahasiswa level master tersebut. Tetapi kemudian
saya berfikir, bahwa ketidaknyamanan yang paling utama adalah bahwa beberapa
mata kuliah memang tidak dia perlukan, karena ia ingin fokus pada satu bidang
yang menurutnya itulah passionnya.
Menarik untuk dibincangkan, bahwa pada level master tentu saja
pemikiran mahasiswa di level ini sudah sampai pada tingkat kematangan. Berbeda dengan
mahasiswa level degree atau sarjana yang terkadang masih mencari jati dirinya. Pada
level master mereka lebih memahami apa yang dibutuhkannya untuk dirinya, kariernya
dan masa depannya. Sehingga sangat wajar jika mereka akan memilih dan memilah
setiap program studi hingga mata kuliah yang diambilnya.
Padahal sejatinya sistem SKS yang telah lama diterapkan di
perguruan tinggi sejatinya juga mengakomodir mahasiswa untuk bisa memilih mata
kuliah yang dia butuhkan. Demikian juga penetapan mata kuliah dalam sebuah
kurikullum prodi telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga akan mewujudkan
lulusan sesuai dengan kompetensinya. Sayangnya hal ini terkadang masih belum
dipahami dengan baik oleh mahasiswa, sehingga sistem “berjama’ah” dalam artian
dari awal sampai akhi dalam satu rombongan kelas masih menjadi hal lumrah. Bahkan
kelihatan aneh kalau ada mahasiswa yang berpindah-pindah kelas karena mata
kuliah yang diambilnya.
Demikian pula pola mengajar dosen yang masih terkesan gaya “kolonial”
sehingga bukannya membimbing mahasiswa malah membebani mahasiswa. Masuk kelas,
menjelaskan, memberika tugas dan kemudian pulang adalah kebiasaan dosen yang
sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.
Customize University istilah ini muncul dalam pikiran
saya untuk menaanggapi kasus mahasiswa master saya. Lebih tepatnya mungkin Customize
Departement, yaitu program studi yang menyesuaikan kebutuhan dari
mahasiswa. Sebagai contoh ketika Ahmad ingin menjadi Dewan Pengawas Syariah
(DPS) maka ia harus mengambil mata kuliah yang akan mendukung profesi yang akan
dijalaninya. Mata kuliah yang tidak mendukung secara langsung sebaiknya tidak
perlu diambilnya. Bahkan sangat mungkin ia mengusulkan mata kuliah baru yang
belum ada dalam kurikullum.
Demikian juga Aisyah yang ingin menjadi seorang Peneliti
bidang Ekonomi Syariah, maka dia akan mengambil mata kuliah yang akan mendukung
bagi harapannya tersebut. Dia tidak akan mengambil mata kuliah yang tidak
dibutuhkannya serta tidak terkait langsung dengan profesi yang akan digelutinya
nantinya. Ia juga berhak mengusulkan mata kuliah baru ke prodi. Bukankah ini
juga fungsi dari rekonstruksi kurikullum? Ya... tepat sekali.
Gagasan ini mungkin hanya cocok untuk level magister dan
doktoral, dengan pertimbangan mahasiswa pada level ini lebih dapat memahami
kebutuhannya serta apa yang sebenarnya dia inginkan ketika akan masuk ke suatu
program studi di level Pascasarjana. Apabila dihubungkan dengan konsep Kampus
Merdeka atau Belajar Merdeka sepertinya ada korelasi yang kuat, di mana
mahasiswa memilih mata kuliah yang memang dia butuhkan dan sukai. Mahasiswa tidak
lagi dipaksa untuk mengambil mata kuliah yang tidak dia butuhkan atau tidak
disukainya. Tentu saja peran dosen pembimbing juga menjadi sangat penting
khususnya pada level sarjana. Mereka adalah konsultan dan pembimbing bagi
mahasiswa dalam menentukan masa depannya.
Customize University menjadi solusi bagi mahasiswa
yang memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda atau bagi mahasiswa yang
memang ingin fokus pada bidang yang akan ditekuninya. Program studi sendiri
menjadi gawang bagi kreatifitas mahasiswa agar senantiasa selaras dengan rumpun
keilmuan dari prodi tersebut. Namun, pilihan mahasiswa khususnya pada level
magister menjadi pertimbangan utama.
Gagasan ini menjadi satu awal bagi pengembangan pembelajaran
khususnya pada level Magister sehingga ke depan mahasiwa pada level ini
betul-betul menjadi ahli dalam bidang yang memang dia sukai dan diharapkan
menjadi ekspert di bidang tersebut. Maka bagi dosen dan tenaga kependidikan
harus bersiap untuk terus menjadi lebih baik, berani berubah daalam menghadapi
berbagai perkembangan yang ada di tengah masyarakat. Bogor, Waktu Dhuha,
06092020.
subhanallah,
BalasHapusKarya yg menyejukan... Tulisan yg pnuh arti dan makna sejati.. thnks so much Dr. AMBP
BalasHapusKarya yg menyejukan... Tulisan yg pnuh arti dan makna sejati.. thnks so much Dr. AMBP
BalasHapusKarya yg menyejukan... Tulisan yg pnuh arti dan makna sejati.. thnks so much Dr. AMBP
BalasHapusKarya yang inspiratif yang menjadikan saya termotivasi terimakasih Dr.AMBP
BalasHapus