Rabu, 20 Mei 2015

Selamat Malam Rohingnya

Good night to you Rohingya
Even you are sleeping by the corpse
Don't you cry my friend
God is testing you

Selamat Malam Rohingnya


Good night to you Rohingya
The world is in a deep sleep
We pray for you
May you have peace

Good night to you Rohingya
The sun will come out tomorrow
Don’t stop praying
Don’t you lose your faith

Rabu, 13 Mei 2015

Wilayah Penelitian Ilmu Agama Islam

PETA WILAYAH PENELITIAN PADA PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM
Drs. H. Cik Hasan Bisri, MA

A. IAI dan Wilayah Penelitian
Ada dua kata kunci dalam tulisan ini, yakni wilayah penelitian yang bertitik tolak dari Ilmu Agama Islam (IAI) dan perguruan tinggi agama Islam (PTAI), dalam hal ini PTAIS. Apabila dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara spesifik, IAI merupakan suatu institusi atau pranata, yang relatif abstrak. Sementara itu, PTAI merupakan suatu satuan penyelenggara pendidikan tinggi yang relatif konkret. Apabila masing-masing ditempatkan dalam sistem yang terpisah, IAI merupakan bagian dari sistem llmu yang bersifat universal. la merupakan suatu produk intelektual, melalui suatu proses yang panjang, melewati batas ruang dan waktu tertentu. Sedangkan PTAI, dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia, merupakan bagian dan sistem sosial, khususnya sistem pendidikan nasional, yakni sistem pendidikan tinggi.
Namun demikjan, IAI dan PTAI dapat berada dalam suatu kesatuan sistem, sebagaimana tercermin dalam pengembangan program studi dan penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi. Dalam program studi, misalnya, IAI dirumuskan dalam satu kesatuan kurikulum yang mengacu kepada tujuan institusional dan tujuan kurikuler sesuai dengan jenjang pendidikan yang dikembangkan dalam program srudi tersebut. IAI dapat dikemas secara hirarkis dalam kurikulum berbagai program studi pada jenjang pendidikan sarjana, jenjang pendidikan magister, dan jenjang pendidikan doktor. Bahkan, IAI, telah dikemas dalam mata rantai kurikulum mulai jenjang pendidikan dasar (ibtida'iyah dan tsanawiyah) dan jenjang pendidikan menengah (aliyah).
Manakala dirumuskan secara sederhana, IAI merupakan pengetahuan sistematis dan taat asas tentang seluk beluk agama Islam -(baik berupa ajaran maupun kehidupan para pemeluknya). Pengetahuan itu diperoleh dan disusun dengan berbagai cara kerja, dan mengerahkan kemampuan berpikir manusia (produk ijtihad). Agama Islam menjadi sasaran pengkajian IAI, yang dijelaskan secara abstrak, dan dikembangkan melalui berbagai media dan cara kerja. la merupakan salah satu "pohon" dalam "kebun" pengetahuan llmiah, yang dalam berbagai hal memiliki kesamaan dengan jenis "pohon lain", di antaranya llmu dalam "rumpun" ilmu-ilmu budaya dan rumpun ilmu-ilmu sosial. Hal itu menunjukkan bahwa IAI bukan rangkaian ajaran dan pemeluk agama Islam itu sendiri. la terbuka untuk dirumuskan dan dikembangkan oleh siapa pun, yang merruliki minat dan kemampuan, baik Muslim maupun non-Muslim. Oleh karena ltu, tidak heran, apabila di beberapa perguruan tinggi negara-negara Eropai dan Amerika Serikat, vang notabene non-Muslim, IAI dipelajari dan dikembangkan, dan didukung oleh para pakar yang memiliki reputasi internasional.
Sementara iru, PTAI, khususnya di Indonesia, merupakan satuan penyelenggara pendidikan tinggi dan pusat pengembangan IAI dalam lingkungan pemeluk agama Islam. Berkenaan dengan hal iru, IAI dalam lingkungan PTAI dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai metode yang tercermin dalam pelaksanaan tridarma perguruan tinggi. IAI dipandang sebagai produk, sebagaimana tercermin dalam pengalihan pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran (pendidikan). IAI dipandang sebagai proses sebagaimana tercermin dalam pengembangan berbagai unsur pengetahuan llmiah, yakni dalam kegiatan penelitian. IAI dipandang sebagai metode sebagaimana tercermin dalam pemecahan masalah keagamaan secara ilmiah, yakni dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Ketiga "wujud" IAI itu merupakan satu kesatuan terintegrasi. Demikian pula, ketiga darma perguruan tinggi tersebut merupakan satu kesatuan yang saling tergantung dan saling menunjang.
Berkenaan dengan hal itu, pengembangan IAI dalam lingkungan PTAI, secara umum, dapat dilakukan melalui penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi. Dalam penyelenggaraan pendidikan, dapat dilakukan melalui pengembangan program studi dan pembelajaran. Dalam penyelenggaraan penelitian, dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai unsur pengetahuan ilmiah. Sedangkan dalam penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat, dapat dilakukan melalui aplikasi dan pengujian keampuhan IAI dalam pemecahan masalah keagamaan sebagai bagian dari masalah kemasyarakatan. Dengan perkataan lain, tridarma perguruan tinggi merupakan media utama bagi pe-ngembangan IAI dalam lingkungan PTAI. Namun demikian, dalam rulisan ini hanya dibicarakan tentang pemetaan unsur IAI melalui penvelenggaraan penelitian. Itu pun terbatas pada unsur substansi, yakni wilayah penelitian terutama dalam kajian Qur'an, hukum Islam, dan pendidikan Islam.
Apabila kita membicarakan penelitian, muncul pertanyaan mendasar yang memerlukan jawaban yahg tepat dan akurat: apa yang akan diteliti? Pertanyaan itu, dalam ranah falsafah llmu mempersoalkan hakikat sesuatu yang ada, atau yang mungkin ada. Dalam rumpun dan disiplin ilmu, pertanyaan itu mempersoalkan objek atau subject matter. Apa yang menjadi objek material suatu rumpun llmu? Apa pula yang menjadi objek formal suatu disiplin ilmu? Selanjutnya, pertanyaan itu, dalam ranah metodologi penelitian, mempersoalkan wilayah penelitian. Suatu kawasan yang menjadi sasaran penelitian, yang merujuk kepada salah satu atau beberapa disiplin ilmu (bidang kajian) dalam hal ini IAI; lintas disiplin ilmu; atau lintas rumpun ilmu. Akhirnya, pertanyaan itu dalam ranah perencanaan penelitian mempersoalkan fokus penelitian yang kemudian dirinci menjadi pertanyaan penelitian. Jawaban atas pertanyaan di atas dapat disusun sccara gradual, namun pada dasarnya tetap satu: yang diteliti adalah sesuatu yang ada. Bukan yang diada-adakan, atau mengada-ada.
Pertanyaan serupa dapat diajukan ketika membicarakan penelitian agama Islam. Apakah agama Islam itu ada dalam entitas kehidupan manusia? Apabila ada, apakah agama Islam merupakan suatu kesatuan, atau berupa pecahan-pecahan? Apabila agama Islam merupakan suatu kesatuan, apa bagian-bagiannya? Apabila agama Islam memiliki komponen, apa hubungan antar komponen itu? Apabila antar komponen itu berhubungan, bagaimana perkembangan masing-masing komponen itu dan secara keseluruhan bagaimana perkembangan agama Islam? Apabila mengalami perkembangan, apakah agama Islam layak dijadikan sasaran penelitian yang diarahkan untuk mengembangkan llmu dan mengembangkan agama Islam ltu sendiri dalam kehidupan manusia? Dan, apa pula hubungan antara agama Islam dengan unsur lain dalam kehidupan manusia?
Jawaban mendasar tentang keberadaan agama Islam terletak pada gagasan yang bersifat abstrak tentang sesuatu yang ada. Gagasan itu menggunakan sudut pandang tertentu, yang produknya merupakan gambaran atau karakteristik suatu realitas. Di samping itu, sudut pandang tersebut menuntut pendekatan yang akan digunakan untuk memahami dan menjelaskan yang ada, yakni agama Islam dalam kehidupan manusia. Berkenaan dengan hal itu, agama Islam dapat dipandang sebagai "apa yang seharusnya" [das sollen). la dipandang sebagai suatu ajaran atau doktrin yang mesti dilaksanakan. Apabila diabaikan, maka terjadi ipenyimpangan yang harus diluruskan. Oleh karena agama Islam dipandang sebagai das sollen, maka djgunakan pendekatan normatif, idealistis, dan preskrptif. agama Islam juga dapat dipandang sebagai "apa yang senyatanya" (das sein). la dipandang sebagai suatu realitas sebagaimana adanya, yang dapat dipahami dan dijelaskan secara obyektif. Oleh karena agama Islam dipandang sebagai das sein, maka digunakan pendekatan empiris, aktualisus, dan deskriptif. "Apa yang seharusnya" dan "apa yang senyatanya" dapat dipandang sebagai suatu gejala dikotomis atau gejala kontinum. Apabila dipandang sebagai gejala dikotomis, maka keduanya merupakan pecahan-pecahan yang terkadang sulit dipertemukan. Apabila dipandang sebagai gejala kontinum, keduanya merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling berhubungan: kausal, atau fungsional, atau timbal-balik. Dalam tulisan ini agama Islam dipandang sebagai gejala kontinum. agama Islam dipandang sebagai unsur normatif bagi kehidupan manusia yang dijadikan acuan dalam realitas empiris, yang berhubungan secara timbale-balik dengan unsur lainnya, yakni unsur manusia dan unsur alam fisik. Demikian pula realitas empiris dalam kehidupan manusia merupakan salah satu unsur dalam perumusan norma-norma bagi kehidupan manusia. Hal serupa berlaku bagi pasangan idealisris dan aktualistis, dan pasangan preskriptif dan deskriptif.

Menuju Bogor Kota Pusaka


Oleh: Abdurrahman MBP

Sebagai warga Bogor, saya menyambut baik ide dari beberapa pejabat di lingkungan kota dan kabupaten Bogor untuk menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka. Pasalnya cita-cita ini memiliki dasar pijakan yang kokoh yaitu sejarah wilayah Bogor yang merupakan pusat kekuasasan kerajaan Pajajaran di masa lalu. Wilayah ini juga menjadi kediaman para penguassa negeri ini sejak zaman penajajahan hingga hari ini. Lebih dari itu bahwa Bogor memiliki khazanah budaya yang khas yang hingga saat ini masih terpelihara.
Ide menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka tentu saja bukan sekadar slogan atau hanya usaha menambah pendapat daerah. Walaupun hal ini sah-sah saja, namun lebih bijak jika diawali dengan niat luhur untuk mengangkat kembali warisan budaya karuhun Bogor. Hal ini sangat penting mengingat budaya barat dengan kapitalisnya telah mengikis secara perlahan karakter bangsa, hingga usaha membangkitkan kembali Ki Sunda dalam konteks modern menjadi sebuah keniscayaan.
Sebagai masyarakat yang telah mengalami berbagai peristiwa maka masyarakat Bogor sangat paham dengan apa yang harus dilakukan di masa yang akan datang. Termasuk dalam usaha menjadikan Bogor sebagai kota Pusaka. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat dalam mewujudkannya sudah mulai terlihat, kemunculan berbagai komunitas budaya dan Paguyuban merupakan fakta bahwa urang Bogor secara totalitas berusaha untuk menjaga identitasnya. Program Rebo Nyunda juga menjadi satu fakta usaha menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka di ruang publik.      
Political will dari para penguasa Bogor menjadi kunci dalam upaya menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka. Kebijakan-kebijakan yang ada sudah sepantasnya mendukung hal tersebut. Salah satu dari unsur sebuah kota pusaka adalah adanya pelestarian terhadap benda-benda cagar budaya khususnya yang menjadi kekhasan dari kota tersebut. hal ini dilakukan dengan menelurkan berbagai peraturan daerah mengenai pelestarian cagar budaya.
Hingga saat ini rupanya usaha untuk melestarikan benda-benda bersejarah tersebut masih belum nampak, bahkan di sebagian diantaranya malah diabaikan tidak terurus. Bangunan-bangunan yang berada di Jl. Suryakencana contohnya, yang katanya didaulat menjadi kawasan cagar budaya, ternyata didapati beberapa bangunan bersejarah di sana dihancurkan. Entah hal ini dilakukan oleh pemiliknya, atau ketidaktahuan tentang hal tersebut. namun intinya adalah keseriusan pihak pemerintah dalam hal ini harus dilakukan.
Tugu Kujang sebagai salah satu contoh dari icon Bogor yang seharusnya dijaga dan dilestarikan ternyata saat ini telah terkepung oleh bangunan-bangunan besar di sekitarnya, ia tampak kerdil di tengah kotanya sendiri. Walaupun ide untuk membuat Kujang Raja dengan ukurannya yang lebih besar sedang digodog oleh beberapa budayawan. Beberapa pejabat di kota dan kabupaten Bogor juga mengapresiasi ide ini.
Apalagi jika kita melihat wilayah yang lebih jauh, seperti kawasan Situs Purbakala Cibalay yang Nampak tidak terawat dan kotor. Ketika penulis menngunjungi tempat ini beberapa kali, tidak ada fasilitas yang bisa digunakan, namun yang lebih parah adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap peninggalan maha karya para pendahulu ini. Maka jangan mengharap Bogor akan menjadi Kota Pusaka, jika kebijakan-keibjakan yang dibuat oleh para penguasan tidak mengarah ke sana.
Sejatinya, program menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka adalah ide brilian yang harus terus digulirkan. Tujuan utamanya tentu saja adalah agar masyarakat Bogor semakin maju dengan tetap memiliki karakteristik jati diri bangsa yang kokoh. Karena karakter bangsa adalah benteng terakhir untuk menjaga kebersamaan bangsa. Ia juga merupakan local wisdom yang harus dipertahankan oleh para pejabat, agamawan, budayawan dan kita semua yang merasa memiliki Bogor.

Abdurrahman MBP
Dosen STAI Al-Hidayah, Wartarea Paguyuban Pakuan Pajajaran dan Humas Komunitas Iket Sunda 
(KIS) Wilayah Tatar Pakuan (Bogor)
Dimuat di Koran radar Bogor 07 Mei 2015 Rubrik Gagasan

Senin, 04 Mei 2015

METODE MEMAHAMI HADITS


Siti Khaledazia

Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkatan,perbuat,taqrir,sifat-sifat dan himammnya,
Hadits dapat  di sebut sebagai ajaran ke dua yaitu ajaran setelah al-qur’an yang mana menjelaskan tentang ayat-ayat al-qur’an. Bahkan secara mandiri hadits juga dapat berfungsi sebagai penetap suatu hukum yang blum di tetapkan oleh Al-qur’an oleh karna itu, diperlukan pemahaman yang baik dan benar untuk mengkaji hadits namu, untuk memahami hadits secara benar relatif tentu tidak gampang , khususnya jika kita menemukan hadits-hadits yang bertentangan tentu akan sedikit susah untuk di pahami dan dikajikan karana itu dalam hadits ada beberapa penjelasan lagi yang dapat dan bisa meyakinkan dan tidak memberikan keraguan dalam menetapkan suatu hukum yang blom di jelaskan di dalam Al-qur’an dan dapat di selesaikan dengan ijma,qiyas,al-aruuf,dan ijtihad. Dalam penjelasan seperti,
·         Ijma
( yang mana kesepakatan para ulama yang sesuai dengan ketentuan syariat yang diambil dari Al-qur’an dan As-sunnah).
·         Qiyas
( ialah yang meanalogikan dali-dali Al-qur’an dan As-sunnah kemudian melihat ijma para ulam)a.
·         Al-uruuf
( ialah kebiasan dan kondisi tersebut)
·         Ijtihad
Dan itu lah salah satu metode yang sering di paki karna dengan itu akan mudah dalam memahami hadits, namun tidak gampang untuk menetukan yang pastinya karena ada banyak metode yang perlu di lewati agara mendapatkan yang pastinya. Dan itu lah salah satu metode untuk menyelesaikan atau menyikapi permasalahn hadits atau permasalahan yang blom di bahas di Al-qur’an ataupun di hadits Seperti qiyas, ijma dan ain-lain.
 Itulah kaidah-kaidah dan metode yang dapat memudahkan dalam hal tersebut, dan sebenarnya selain itu hadits juga tidak cukup hanya dibaca dan di pelajari tapi banyak yang perulu dikaji agar dapat di pahami dan bisa diamalakan di dalam kehidupan sehari-hari. Dan karna itu hadist tidak hanya di pelajari saja karan hadits yang shohih adalah penjelasa- penjelasan ayat-ayat Al-qur’an maka, jika sudah memahami hadits ayat-ayat Al-qur’an pun dapat di pahami dengan mudah, karena itu untuk memahami hadits ada banyak sekail metodenya, seperti kita harus mebacanya terlebih dahulu, dan di jelesakan oleh orang yang sudah mahir dalam ilmu hadits yang bisa ditanyakan banyak hal dengan sangat mendasara karna hadits sangat penting. Dan hadits ialah sunmber hukum yang ke dua karna yaang pertama adalah Al-qur’an dan sumber hukum yang ke tiga itu ijma dan yang ke empat adalah dalil akal . itu lah sumber hukum setelah Al-qur’an karna itu hadist sangat lang harus untuk difahami karena ialah
·         Yang memperkuat hykum yang ada di Al-qur’an
·         Menerangkan (bayan) hukum yang disebutkan dalam Al-qur’an
·         Merinci hukuman yang di sebutkan dalam Al-qur’an
·         Mentakhsis ( meng khususkan) dari ketentuan yang umum dari Al-qur’an
·         Melengkapi hukum yang ada di Al-qur’an
Dan agar dengan mudah memahaminya dan dengan baik tentang hal ini di perlukan ilmu-ilmunya seperti memhami nahwu dan sharaf, bahasa arab, ulummul qor’an.









Referensi

Bagan


Metode memahami hadits
 
 

 

                                      
Nahwu & sharaf
 
Ulummul qur’an
 


Bahasa arab
 
 


















Referensi





Bait Al-Mal pada Masa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam

BAITUL MALL PADA ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW.

A. PENDAHULUAN
            Islam adalah the way of life, islam bukan hanya mengatur dalam aspek ibadah saja namun dalam segala aspek termasuk dalam aspek Ekonomi. Bisa kita lihat pada zaman nabi muhammad SAW beliau menerapkan sistem pengumpulan harta atau bisa disebut dengan baitul mal. Masyarakat pada zaman sekarang ini lebih mengutamakan budaya hedonisme (budaya mencintai kesenangan dunia) dan materialisme (mengedepankan kebutuhan materi) sehingga kurangnya rasa kepedulian terhadap sesama. Adanya tuntutan sodaqoh, zakat dalam islam menambah rasa kepedulian kita terhadap sesama. Dengan berdirinya BAZ (badan amil zakat) itu salah satu cara membudayakan baitul mal yang awalnya diterapkan oleh nabi muhammad SAW.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas pembuatan essai mata kuliah SPI (sejarah peradaban islam), dan di dalamnya sedikit mengupas tentang baitul mal pda zaman nabi muhammad SAW, semoga bisa bermanfaat dan bisa menjadi rujukan dikemudian hari.
B. DEFINISI
Baitul mal diambil dari b. Arab, bait; rumah dan mal;harta, jadi secara bahasa baitul mal artinya rumah harta / tempat penyimpanan harta. Baitul mal adalah salah satu lembaga  umat isalam dalam bidang ekonomi dengan tujuan untuk tempat pengempulan harta harta umat islam yang akan didistribusikan untuk kebutuhan negara dan untuk yang membutuhkan.
C. SEJARAH BAITUL MALL
            Kegiatan Baitul Mal ini sudah dimulai sejak zaman Rasulullah saw, hanya saja  pada masa itu belum berbentuk suatu lembaga yang berdiri sendiri. Pada masa Nabi Muhammad saw, semua  uang dan kekayaan lain yang terkumpul dari berbagai sumber langsung dibagi-bagikan oleh Nabi Muhammad saw sendiri kepada pos-pos yang ditetapkannya.Baitul Mal baru-baru benar-benar berdiri sebagai suatu lembaga pada zaman khalifah Umar ibn al-Khattab, yaitu ketika telam muncul kebutuhan-kebutuhan yang besar dari masyarakat Islam yang telah mengusai daerah-daerah baru.
D. PERKEMBANGAN BAITUL MAL PADA ZAMAN RASULL (1H-11H/622-623M)
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, ‘Harta rampasan perang itu adalah milik Allah dan Rasul-Nya, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman'.” (QS. Al anfal:1)

ayat ini turun ketika kaum Muslimin mendapatkan ghanimah (rampasan perang) pada Perang Badar. saat itu para sahabat berselisih paham mengenai cara pembagian harta rampasan tersebut sehingga turun firman Allah SWT menjelaskan hal itu. Dengan ayat ini alllah menjelaska tentang kepemilikan harta ghanimah sekaligus memberikan wewenang kepada rasullullah untuk mengelola harta ghanimah perang badar sesuai kemaslahatan umat muslim pada saat itu. Inilah awal mula pengellaan sistem baitul mal pada zaman rasul.
E. PENGGUNAAN HARTA BAITUL MALL
eksistensi Baitul Maal cukup tinggi dari zaman Rasulullah SAW hingga masa pemerintahan berikutnya dan juga hingga saat ini. Eksistensi Baitul Maal sangat membantu para muslim dalam pengelolaan harta yang diterima oleh kaum muslim. Semasa Rasulullah, dana Baitul Maal digunakan dan didistribusikan sepenuhnya untuk kepentingan kaum muslim Saat itu. penggunaan dana Baitul Mal pada prinsipnya untuk memenuhi kebutuhan kaum muslim. Berikut rincian penggunaan dana Baitul Maal, yaitu:
v  Penggunaan dana untuk penyebaran islam
v  Gerakan pendidikan dan kebudayaan
v  Penyediaan layanan kesejahtraan sosial;
§  Menyantuni fakir miskin
§  Menampung
§  tuna wisma
§  Membayar gaji para pengumpul zakat
§  Melunasi utang-utang yang tidak mampu membayarnya
§  Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
§  Membebaskan budak
§  Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum
F. PENDAPATAN BAITUL MAL
Ø  Khums (pajak tanah)
Ø  Pendapatan dari tebusan perang
Ø  Jizyah (pajak non muslim)
Ø  Kharaj (kebijakan fiskal atas tanah pertanian untuk negara-negara islamyang baru berdiri)
Ø  Zakat
Ø  Ushr (bea cukai impor untuk para pedagang)
G.PENUTUP
            Dengan demikian, pada masa Rasulullah SAW, Baitul Mal mempunyai pengertian sebagai pihak yang menangani harta benda kaum Muslimin, baik pendapatan maupun pengeluaran. Karena belum melembaga, harta yang ada di Baitul Mal selalu habis seketika pada hari diperolehnya harta tersebut karena dibagikan ataupun dibelanjakan untuk urusan kaum Muslimin.