Jumat, 31 Desember 2021

Sejarah Pemikiran Ekonomi Syariah

 


Judul Buku: Sejarah Pemikiran Ekonomi Syariah

Penulis: Dr. Abd Misno, MEI dan U. Buchori Muslim, M.ESy

Penerbit: Pustaka Amma Alamia Bogor

Tahun Terbit: Desember 2021

Info: 085885753838



Program Studi Magister Ekonomi Syariah

 


Program Studi Magister Ekonomi Syariah


Penerimaan Mahasiswa Baru 

Tahun Akademik 2022-2023


Program Studi Magister Ekonomi Syariah

Program Pascasarjana INAIS Bogor


Mari bergabung bersama kami menjadi Master bidang Ekonomi dan Bisnis Syariah


Info: 

Abd Misno: 085885753838 

Ahmad: 085881160453

Tahun Baru: Hakikat Pergantian Waktu

Oleh: Misno Mohamad Djahri

 

Hari ini adalah hari terakhir tahun 2021, gegap gempita manusia menyambut pergantian tahun menjadi fenomena yang biasa saat ini. Perayaan menyambut tahun baru menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat, tidak hanya pada kalangan non muslim, umat Islam sendiri beberapa ikut merayakan momen ini. Sebagai hasil dari perjalanan Panjang peradaban manusia perayaan pergantian tahun baru tentu tidak lepas dari peradaban yang menggunakan penaggalan masehi. Maka hadirnya tahun baru membawa harapan baru bagi mereka yang menggunakan system kalender ini, tentu saja dengan adanya percampuran peradaban perayaan ini juga dilaksanakan oleh mereka yang ikut-ikutan atau terbawa dalam system penanggalan masehi.

Beberapa peradaban lain semisal China, Jawa, India dan peradaban lainnya juga merayakan perayaan tahun baru masing-masing mereka. Umat Islam juga akhirnya terbawa dalam perayaan Tahun Baru Hijriyah yang dirayakan setiap tahun. Ini menjadi fenomena yang memang telah menjadi budaya di masyarakat, pergantian tahun dirayakan dengan menyambut tahun baru yang segera menjelang.

Terlepas dari berbagai kontroversi tentang perayaan menyambut tahun baru baik masehi ataupun hijriyah maka sejatinya Al-Qur’an secara tersirat telah mengingatkan kita akan hakikat dari pergantian masa. Allah Ta’ala berfirman “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,” QS. Ali Imran: 140. Ayat ini menjelaskan tentang perputaran waktu yang dipergilirikan di antara manusia, yaitu ada masa kejayaan dan masa kehancuran, ada masa suka dan ada masa duka, ada masa berbahagia dan ada masa sengsara. Itulah hakikat dari pergantian masa.

Pergantian tahun, di mana berakhirnya tahun yang lama dan hadirnya tahun baru hakikatnya adalah pergantian waktu yang sudah menjadi kuasa dari Sang Pemilik Waktu yaitu Allah Ta’ala. Ia memberikan banyak pelajaran kepada umat manusia bahwa mereka tidak bisa lepas dari waktu. Hari ini kita mungkin dalam keadaan Bahagia, esok lusa bisa jadi duka nestapa melanda. Tahun ini kita dalam derita karena melanda, semoga tahun depannya akan hadir kebahagiaan karena tiada lagi gundah gulana karena virus corona. Tahun baru yang membawa harapan baru, kebahagiaan baru dan segala yang membawa pada kebahagiaan yang mengharu biru adalah dambaan setiap individu. Namun tentu saja, seringkali harapan tidak sesuai dengan kenyataan, apa yang kita harapkan kebahagiaan ternyata kesengsaraan yang tidak berkesudahan. Jelas ini tidak diharapkan oleh semua insan. Tapi kita harus sadar, karena pada hakikatnya KEHIDUPAN ITU ADALAH ANTARA TAWA BAHAGIA DARI DERAI AIR MATA. Tidak mungkin kita akan Bahagia selamanya, demikian pula tidak mungkin kita akan sengsara sepanjang masa.

Maka, sebagian umat Islam kita harus yakin bahwa TAHUN BARU HAKIKATNYA ADALAH PERGANTIAN WAKTU, ia telah menjadi takdir dan kuasa dari Allah Ta’ala Sang Pemilik Waktu. Sebagai orang yang beriman kita juga harus sadar, bahwa kebahagiaan dan kesengsaraan juga sudah menjadi kuasaNya. Duka nestapa dan suka cita itu adalah warna dalam kehidupan kita, sehingga dengan iman di dada kita akan dapat menyikapinya dengan lapang dada. Ingatlah bahwa semua yang menimpa kita adalah takdir dariNya, tinggal bagaimana kita dapat menyikapinya. Ketika tawa Bahagia dan suka cita ada maka bersyukur kepadaNya adalah hal luar biasa, jika duka nestapa dan gundah gulana melanda maka bersabar dan yakin akan pahalan di sebaliknya, itu lebih istimewa.

Inilah ciri dari seorang muslim sejati sebagaimana sabda Nabi yang mulia “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” HR. Muslim, no. 2999. Hadits sebagai bekal dalam menghadpi tahun hadapan, juga masa-masa yang akan datang, bahwa semua takdirNya adalah baik bagi manusia.

Maka di akhir tahun 2021 ini dan menjelang tahun baru 2022, kita harus ingat selalu bahwa hakikat tahun baru adalah pergantian waktu yang akan membuktikan hakikat darimu. Hadapi tahun-tahun yang akan datang dengan iman di dada, beramal kebajikan sepanjang masa dan teruslah memperbaiki diri, karena itulah hakikatnya ciri insan sejati.

Akhirnya kita diingatkan dengan kalamNya yang mulia “”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” QS. Al ‘Ashr: 1-3. Akhir tahun 2021, Jumat 31122021.

BAHKAN TUBUH KITA BUKAN MILIK KITA

Oleh: Misno Mohd Djahri


 

Manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasad dan juga nyawa (ruh), keduanya tidak bisa dipisahkan, apabila terpisah maka jasad menjadi mayat, sedangkan nyawa (ruh) akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Sebagai manusia yang masih terdiri dari jiwa (ruh) dan raga (jasad) seringkali kita terlupa bahwa keduanya adalah milik Sang Pencipta yaitu Allah Subhaanahu wa ta’ala. Ini tentu bukan hanya teori belaka, karena faktanya kita sendiri sebagai manusia seringkali tidak mampu untuk mengendalikan jasad kita.

Jasad, raga atau tubuh manusia sejatinya adalah juga milik Allah Ta’ala, manusia hanya diberikan titipan agar dijaga dan dipelihara. Raga menjadi sarana dalam rangka beribadah dan melaksanakan ketaatan kepadaNya, sementara nyawa menjadi perantara agar sampai kepada yang Maha Segalanya. Sebagai sebuah titipan, maka kita sebagai manusia sering sekali tidak mampu untuk mengendalikan tubuh kita. Sering sekali tubuh kita merasakan sakit, terluka atau bahkan mati rasa dan semua itu di luar dari kontrol kita.  Bahkan tubuh kita bukan milik kita…

Ya, tubuh dan jasad yang kita miliki sejatinya bukanlah milik kita, ia adalah milik dari Allah Ta’ala yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Kita sendiri sering sekali tidak mampu untuk mengontrol tubuh kita, misalnya ketika kita sakit maka yang kita lakukan adalah mengobatinya sesuai dengan pemahaman kita. Tubuh yang memang berupa materi jasadiyah sering merasakan kesakitan, luka dan berbagai penyakit yang menimpanya. Kita tidak bisa menolak ketika tubuh tiba-tiba lemah, masuk angin atau terserang berbagai penyakit. Lagi-lagi yang kita lakukan adalah mengobatinya atau sebelumnya menjaga agar tidak terserang penyakit.

Menyikapi hal ini, maka muncul kesadaran dalam diri kita bahwa tubuh kita adalah bukan milik kita, ia adalah milik Allah Ta’ala. Kita tidak berdaya ketika jasad ini merasakan luka dan berbagai penyakit lainnya. Karena kita sadar maka muncul rasa pasrah kepada Sang Pemilik Raga, karena tidak ada yang dapat menjadikan ruh ini tenang jika kesadaran itu tiada. Terlukanya raga, sakitnya jasad sejatinya haruslah kita nikmati adanya. Bahkan iya bisa menjadi ladang pahala ketika kita bersabar dengan keadaannya. Karena kebahagiaan sejatinya bukan hanya pada jasad belaka, bahkan kebahagiaan sempurna adalah yang dapat dirasakan oleh ruh kita.

Jika demikian adanya maka jangan pernah merasa gundah gulana, jangan berduka nestapa ketika tubuh ini terluka, atau terkena berbagai penyakit yang ada. Karena ia adalah milikNya, serta kita telah paham akhirnya ianya juga akan binasa Ketika ruh telah keluar dari raga, kebahagiaan sebenarnya adalah ketika ruh itu telah menghadap kepada Rabbnya. Maka jangan terjerat dan terpenjara dengan raga, karena ia hanya sarana untuk dapat kembali kepadaNya. Jangan pula terpedaya dengan raga dan hanya bersenang-senang dengannya.

Didik terus raga kita agar nantinya akan mendapatkan kebahagiaan nyata. Jangan pula terus merasa berduka ketika tubuh ini tidak sesuai denga napa yang kita suka, bahkan jangan pernah berputus asa ketika raga tidak lagi ada fungsinya. Karena dinamakan manusia ketika masih tergabung antara jiwa dan raga, lebih dari itu adalah ruh atau nyawa yang menjadi puncak kebahagiaan sempurna. Jumat akhir di tahun 2021. 31122021.

 

Minggu, 26 Desember 2021

DENDAM DAN SOLUSI DALAM ISLAM

Oleh: Misno bin Mohamad Djahri

 


Dendam menjadi tema utama dalam berbagai cerita, sinetron dan film. Adanya kedzaliman yang dilakukan oleh seseorang membawa dendam bagi pihak yang didzalimi, termasuk keluarga dan anak-cucu, maka kita saksikan bagaimana pihak-pihak yang merasa didzalimi akan berusaha sekuat tenaga bahkan berani mengorbankan segalanya untuk membalas dendamnya. Bahkan muncul di masyarakat istilah dendam tujuh turunan, di mana dendam yang diwariskan kepada anak cucu mereka akan mencari waktu dan kesempatan untuk dibalaskan.

Islam sebagai agama yang memberi keadilan untuk semuanya telah memberikan aturan terkait dengan dendam ini, bagaimana keadilan itu harus ditegakan sehingga setiap kedzaliman yang muncul haruslah dihilangkan. Hanya saja cara untuk menegakan keadilan dengan menghilangkan kedzaliman dilakukan secara elegan dalam Islam. Bahkan aturan Islam sejatinya berusaha agar tidak ada dendam pada diri insan, karena setiap kedzaliman yang dilakukan harus dihilangkan.

Seseorang yang menyakiti orang lain maka dia harus dihukum dengan balasan yang setimpal, dalam Al-Qur’an dijelaskan “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim” QS. Al-Maidah: 45. Ayat ini secara jelas memberikan hak qishas, yaitu membalas atas kedzaliman yang dilakukan orang lain. Tentu saja kedzaliman tersebut dilakukan dengan sengaja dan niat sejak awal, jika tanpa niat atau tidak sengaja maka berbeda lagi hukumannya.

Setiap kedzaliman akan diberikan hukuman dalam Islam, sesuai dengan ukuran kedzaliman tersebut. Seseorang yang memerkosa orang lain maka hukumannya sama dengan berzina, jika dia sudah menikah maka harus dibunuh, dan jika belum menikah maka didera sebanyak 100 kali, sebagaimana kalamNya “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera…” QS. An-Nur: 2. Demikian pula orang yang membunuh orang lain dengan sengaja maka hukumannya adalah dibunuh kembali sebagaimana dia membunuh. Memang, sebagian manusia menganggap bahwa hukuman ini terlalu sadis, sehingga banyak cendekiawan muslim yang kemudian melakukan interpretasi lain. Walaupun dalam kenyataan bahwa pelaksanaan hukuman ini saat ini khususnya di Indonesia memang belum bisa dilakukan karena seharusnya yang melaksanakannya adalah pemerintah. Maka hukuman yang setimpal dan memberikan efek jera menjadi pilihan sementara saat ini, yang bisa dilakukan umat Islam.

Jika hukuman yang paling berat yaitu potong tangan, rajam, dan dibunuh telah diatur dalam Islam, maka hukuman yang bersifat ta’zir (sesuai keputusan hakim) juga telah diberikan rambu-rambunya dalam Islam. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penegakkan keadilan dan menghilangkan segala bentuk dendam yang ada pada diri insan. Karena hakikatnya manusia itu akan terus mencari keadilan, maka ketika keadilan tidak ditegakkan mereka akan mencari keadilan sesuai dengan apa yang dianggap baik oleh mereka. Seseorang yang orang tuanya dibunuh, maka dia akan memiliki sifat dendam kepada orang-orang yang membunuhnya dan dia akan berusaha untuk membalasnya. Sekali lagi ini terjadi karena hukuman yang telah disyariatkan dalam Islam tidak dilaksanakan.

Jika dalam sinetron yang saat ini lagi tenar yaitu “Ikatan Cinta” dendam dari Om Irfan kepada Ibu Rosa yang dianggap sebagai dalang pemerkosaan anaknya tidak pernah padam, maka Islam memberikan solusi yang sangat berkemanusiaan. Dari mulai pelaksanaan hukuman bagi pemerkosa dan dalangnya sesuai dengan Islam, hingga upaya untuk terus membersihkan hati agar tidak ada lagi dendam di hati. Walaupun ini hanya sekadar sinetron tapi fakta di masyarakat banyak terjadi, di mana karena dendam seseorang terus berusaha membalas dendamnya kepada mereka yang dianggap mendzaliminya.

Kesimpulannya adalah bahwa Islam sebagai way of life atau jalan hidup memberikan solusi bagi berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat manusia. Terkait dengan munculnya dendam karena adanya kedzaliman yang menimpa diri, keluarga atau orang terdekatnya maka Islam sudah memberikan solusinya. Tegakan hukuman sesuai syariah Islam dan terus men-tarbiyah jiwa agar tidak ada lagi dendam di dada dari pihak yang didzalimi pelakunya. Semoga kita terus bisa melaksanakan syariahNya… Aameen.   26122021.

Kamis, 23 Desember 2021

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam



Info Buku

Judul Buku: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Penulis: Dr. Abd Misno, MEI dkk.

Penerbit: Media Sains Indonesia

Tahun Terbit: Desember 2021

 

Buku ini diharapkan dapat hadir memberi kontribusi positif dalam ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dan Pengembangan keilmuan Ekonomi Islam di Indonesia.

Sistematika buku Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam ini tidak hanya meliputi biografi dan pemikirannya namun juga Relevansi pemikirannya terhadap perkembangan ekonomi di zaman modern. Buku ini terdiri atas 15 bab yang dibahas secara rinci, diantaranya Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam Pada Zaman Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Dinasti Umayyah - Al Haq, Dinasti Abbasiyah, Pemikiran Ekonomi Islam Syekh Abu Yusuf, Pemikiran Ekonomi Islam Syekh Muhammad Bin Hasan Al-Syaibani, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Ubaid Al Qasim Ibnu Sallam, Pemikiran Ekonomi Islam Yahya Bin Umar, Pemikiran Ekonomi Islam Al Mawardi, Pemikiran Ekonomi Islam Imam Al Ghazali, Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyah, Pemikiran Ekonomi Islam Syekh Abu Ishaq Al-Syatibi, Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Khaldun, Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Miskawaih, Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Hazm.

Informasi: 085885753838

 

 

 

 

Rabu, 22 Desember 2021

LOGIKA ISLAMOPHOBIA

Oleh: Abd Misno

 


Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, sebagaimana firmanNya "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." QS. ar-Rum: 30.  Maka seluruh syariat Allah Ta’ala akan sesuai dengan manusia kapan saja, di mana saja dan dalam keadaan bagaimanapun juga. Lantas, bagaimana logika Islamophobia sehingga mereka selalu menghina, mencela dan mendeskriditkan syariat Islam?

Hari-hari yang terus berganti membawa kepada berbagai fitnah di tengah ummah, fitnah yang selalu merendahkan dan menghina syariat Islam yang datang dari orang-orang yang tidak suka dengan Islam bahkan phobia dengan syariatNya (Islamophobia). Belum lama ini beredar video yang menggambarkan seseorang yang duduk di depan seorang perempuan memakai bikini yang sedang rebahan. Laki-laki tersebut menyatakan “Jadi jangan ngatur wanita berpakaian tapi atur otak Anda supaya tidak ngeres,”. Semoga pembaca sudah paham laki-laki tersebut tanpa perlu disebutkan di sini. Perkataan ini diawali dengan beredarnya berita seorang pengasuh boarding school di wilayah Bandung yang menggauli murid-muridnya hingga puluhan orang dan sebagian bahkan hamil dan melahirkan anak.  Logika dari laki-laki dalam video dan kelompok islamophobia adalah bahwa perempuan yang digauli pengasuh tersebut memakai pakaian islami, namun tetap menjadi “korban” dari pengasuh tersebut. Maka kemudian yang diserang adalah “Jangan mengatur urusan pakaian Wanita”.

Tentu saja, kasus di Bandung tersebut hanya sebagai alasan untuk kembali eksis di dunia, entah karena dibayar oleh atasannya atau memang sudah menjadi ideologinya, yang pasti ini adlah serangan dan fitnah dari mereka yang tidak suka dengan Islam dan selalu mencari celah untuk menghina Islam dan syariatnya. Memang sejak awal, kelompok islamophobia terus menyerang Islam, dari mulai istilah “kafir”, hijab, syariah, khilafah, bendera dan atribut Islam selalu diserang dan difitnah. Tidak kalah kejinya juga mereka memfitnah para tokoh Islam yang konsisten dengan agamanya, tentu saja ujungnya adalah memberikan statement di tengah masyarakat bahwa Islam ketinggalan zaman, agama Islam sudah using tidak sesuai dengan kemajuan zaman, tidak sesuai dengan hak asasi manusia, melanggar kebebasan Wanita dan lain sebagainya. Jangan lupa, kelompok ini juga yang selalu menyebarkan bahwa Islam adalah agama radikal yang menyebarkan kekerasan. Padahal jelas sekali bahwa Islam adalah agama yang damai, tidak suka kekerasan, sesuai dengan fitrah manusia dan tidak pernah menyakiti pemeluk agama lainnya.

Islam melarang untuk menghina tuhan dan sesembahan agama lain, sebagaimana kalamNya “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”. Mengenai ayat tersebut, Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam dalam Al-Qur’an untuk selalu menunjukkan akhlak yang baik, yang mana salah satunya adalah tidak mencaci maki agama lain. Dalam menafsirkan ayat tersebut, Az-Zamakhsyari dalam tafsirnya Al-Kasyaf memahaminya bahwa alasan dilarang untuk mencaci agama lain adalah karena perbuatan tersebut dapat merugikan bagi umat Islam sendiri, yang mana tentu mereka akan membalasnya dengan mencaci maki agama Islam.

Sejatinya logika Islamophobia dibangun atas dasar kebencian kepada Islam, berdasarkan penelusuran sejarah memiliki akar sejak awal kehadiran Islam, kalahnya umat lain oleh kekuatan Islam, perang salib yang terjadi puluhan tahun lamanya, penaklukan Konstaninopel hingga berkembangnya Islam di Amerika dan Eropa saat ini. Maka kebencian mereka terhadap Islam dilakukan dengan berbagai cara, dari mulai menghina Islam secara langsung, hingga secara tersembunyi melalui tangan-tangan umat Islam sendiri.

Maka bermunculanlah pemikiran yang menyebar fitnah atas Islam, dari mulai perguruan tinggi yang memberikan beasiswa kepada umat Islam yang kemudian memasukan pemikiran Islamophobia kepada mereka hingga umat Islam yang memiliki iman lemah yang menukarkan akidah dengan harga dunia yang sangat murah. Akhirnya fitnah dari kalangan islamophobia terus berjalan, dan bisa jadi ke depan setiap sendi syariat Islam akan mereka serang.

Sebagai umat Islam kita harus sadar, terus menambah ilmu pengetahuan tentang Islam, melaksanakannya dan mendakwahkan sesuai dengan kemampuan kita. Pelajari terus agama Islam agar semakin paham bahwa Islam memang menjadi rahmat bagi seluruh alam, selanjutnya melaksanakan seluruh syariat Islam secara kaafah. Terakhir mendakwahkan, menyampaikan kepada seluruh umat manusia bahwa logika yang dibangun oleh islamophobia adalah didasari oleh kebencian terhadap Islam. Sampaikan kepada dunia bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, Islam tidak pernah mengajarkan tindak terorisme, Islam sangat menghormati hak asasi manusia apapun agama dan kepercayaannya dan Islam menjunjung tinggi derajat Wanita karena mereka adalah ibu yang melahirkan kita semua. Dengan dakwah yang terus-menerus, mudah-mudahan fitnah itu menjadi hilang atau minimal berkurang serta masyarakat dapat tercerahkan dan semakin membuktikan bahwa Islam adalah agama kedamaian yang membawa kepada kesejahteraan (rahmat) seluruh umat manusia dan semesta. Wallahu’alam. 22122021.

Setiap Hari adalah Hari Ibu

Oleh: Abd Misno


 

Perayaan Hari Ibu setiap 22 Desember menjadi momen untuk Kembali mengingat kedudukan ibu, tentu saja ada nilai positif dalam peringatan ini di mana masyarakat tersadarkan kembali dengan kedudukan seorang ibu bagi individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Namun, di balik peringatan ini justru seolah-olah ada yang hilang, ke mana selama ini sosok ibu itu apakah kedudukannya mengalami kemerosotan hingga harus diperingati setiap tahun sebagai pengingat bagi masyarakat?

Semua orang sepakat bahwa ibu adalah sosok yang sangat istimewa, ia adalah madrasah (sekolah/tempat belajar) pertama bagi setiap manusia. Selain itu, besarnya kasih sayang seorang ibu sudah tidak diragukan lagi sehingga Islam sendiri telah menempatkan ibu memiliki tiga derajat lebih tinggi daripada seorang ayah. Kewajiban berbuat baik pada ibu berlaku kapan saja, di mana saja dan dalam keadaan bagaimanapun juga. Tidak ada batas waktu, usia dan kehidupan dunia yang dapat membatasi hak dari seorang ibu khususnya atas anak-anaknya. Maka mengingat Kembali peran ibu dan memosisikan kedudukannya yang mulia menjadi hal yang harus selalu terjaga:

Pertama, ibu sebagai orang tua adalah sosok yang harus selalu dihormati, dimuliakan dan dipenuhi segala kebutuhannya. Seorang anak wajib untuk taat kepada ibu-nya dalam kebajikan melebihi ketaatannya kepada ayahnya. Bagi mereka yang masih anak-anak dan remaja maka berbuat baik kepada ibu adalah dengan selalu taat aturannya dan menghormatinya. Selanjutnya Ketika usia menginjak dewasa dan memiliki penghasilan hendaknya seorang anak memberikan nafkah kepada ibunya, walaupun dia sudah punya keluarga tetap memberi nafkah kepada ibu menjadi sebuah kewajiban. Apabila ibu sudah tiada, maka kewajiban anak adalah selalu mendoakan dan berbuat baik (amal sholeh) uang akan bermanfaat kepada ibunya. Pahala amal sholeh seorang anak akan mengalir kepada ibu yang telah meninggal dunia. Maka berbuat baik kepada ibu itu sepanjang waktu dan tidak ada batas akhirnya.

Kedua, introspeksi peran ibu di era sekarang ini di mana beberapa perempuan yang menjadi calon ibu, serta ibu-ibu muda dan ibu pada umumnya sudah mulai kehilangan posisinya sebagai ibu. Entah itu karena ketidaktahuannya, kebutuhan keluarga hingga gaya hidup yang tidak lagi sesuai dengan fitrah manusia. Banyak calon ibu yang tidak memperatikan dan menyiapkan masa depan anak-anaknya hingga dia terbawa dalam pergaulan bebas yang dapat menyengsarakan calon anak-anaknya. Ada juga ibu-ibu muda yang lebih memilih karir dan pekerjaannya hingga justru mengorbankan anak dan Pendidikan mereka. Memang ada ibu yang terpaksa bekerja karena memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya, namun tentu saja jangan sampai lupa bahwa keluarga adalah yang utama. Adalagi trend perempuan dan keluarga yang saat ini tidak mau memiliki anak, alasannya adalah ribet, sudah Bahagia dengan pasangan walau tanpa putra serta alas an lainnya yang bertentangan dengan fitrah manusia serta agama Islam yang mulia. Maka, memosisikan Kembali peran ibu sebagai ibu yang menjadi pendidik anak-anak, pasangan suami dan menjadi tempat untuk berbagi antara anak dan suami.

Peringatan hari ibu adalah sekadar pengingat bagi masyarakat modern yang sering terlupa dengan hak dan tanggungjawab seorang ibu. Hakikatnya dalam Islam setiap hari adalah hari ibu, karena kita memiliki tanggungjawab untuk berbuat baik kepada ibu setiap waktu. Seorang ibu juga memiliki hak dan tanggungjawab yang harus dilaksanakannya, semua itu sudah diatur dalam syariat Allah Taa’ala yang Mulia.

 

Lakum diinukum wa liyadiin (Bagi Anda Agama dan Perayaannya dan Bagi Kami Agama dan Perayaan Kami)

Oleh: Abd Misno

 


Hal yang terus-menerus berulang setiap tahun khususnya ketika perayaan keagamaan tiba adalah perdebatan mengenai ucapan selamat kepada non muslim dari muslim. Ya… kehidupan memang sudah berubah jika di masa lalu umat Islam seolah-olah terpisahkan dengan umat agama lain karena situasi budaya dan politik, kini umat Islam sudah dapat berdampingan bahkan bertetangga dan bersaudara penuh kedekatan dalam jarak, tempat dan keseharian. Maka menjadi masalah tersendiri ketika tidak mengucapkan selamat kepada saudara, tetangga atau temannya yang berbeda agama, dalam konteks budaya Indonesia biasanya muncul rasa sungkan dan tidak enak. Sehingga permasalahan hukum dalam mengucapkan selalu menjadi permasalahan, belum lagi isu toleransi yang seringkali kebablasan hingga mengkampanyekan pluralisme berlebihan yang menganggap semua agama sama dan mengucapkan selamat atas perayaan agama lain menjadi satu bukti dan keniscayaan antara pemeluk agama. Bagaimana sebenarnya bila kita mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama selain Islam?

Islam sejatinya telah memberikan pedoman yang elegan, tuntunan yang berkemanusiaan dan syariat yang sangat terhormat. Allah ta’ala berfirman dalam QS. Al-Kaafirun: 6 “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku", maka setiap pemeluk agama diberikan kebebasan untuk melaksanakan agama dan kepercayaannya masing-masing, termasuk merayakan hari raya dan peringatannya. Umat Islam tidak boleh menghalangi atau menggangu setiap perayaan keagamaan oleh orang-orang non-muslim. Demikian pula orang non-muslim hendaknya tidak mengganggu dan menghalangi perayaan umat Islam terkait dengan hari raya yang dilaksanakan. Inilah sejatinya toleransi yang sebenarnya, hidup damai tanpa saling mengganggu dan menghalangi agama dan semua perayaannya.

Namun, bagaimana jika harus mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama lainnya? Apakah haram hukumnya sebagaimana disebutkan oleh para ulama salaf dan para pengikutnya? Atau tetap mengucapkan sebagaimana pendapat dari beberapa tokoh agama kontemporer dan kalangan pluralism? Untuk menjawab hal ini maka kita kembalikan kepada Al-Qur’an, Al-Hadits dan pendapat dari para ulama. Karena Islam telah memberikan pedoman yang jelas, yaitu bahwa agama tidak boleh dicampuradukan, silahkan bagi mereka yang non muslim untuk melaksanakan agamanya, demikian pula kita sebagai muslim harus melaksanakan agama Islam secara kaafah (menyeluruh/totalitas). Tidak boleh dicampurkan antara satu agama dengan agama lainnya, karena memang berbeda. Demikian pula mengucapkan selamat hari raya, karena merupakan syiar dan tidak bisa dilepaskan dari agama dan kepercayaannya.

Tentu saja, walaupun kita tidak mengucapkan selamat hari raya kepada tetangga, saudara dan teman kita yang non muslim bukan berarti kita tidak memiliki toleransi atau merenggangkan hubungan. Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar hubungan ini tetap terjaga, berbuat baik kepada mereka dalam berbagai kesempatan, baik sebagai tetangga, saudara dan juga teman bisa menjadi pilihan. Demikian pula menyampaikan dengan baik-baik bahwa ucapan selamat hari raya dalam Islam kepada non muslim tidak disyariatkan, hal ini agar mereka tidak tersinggung Ketika perayaan datang. Lebih dari itu adalah menjaga hubungan baik dalam konteks muamalah dan keduniaan yang diperbolehkan dalam Islam.

Semoga dengan cara ini kita sebagai muslim tetap mampu melaksanakan syariah Islam dan menjaga akidah Islamiyah. Di samping itu mereka yang non muslim juga tidak merasa dikesampingkan dengan kita tidak mengucapkan selamat hari raya mereka. Inshaallah dengan ini akan terwujud kehidupan beragama yang harmonis, di mana dalam masalah dunia kita bersama-sama dengan non muslim saling membantu dan menolong. Adapun dalam masalah agama maka berlaku ayat “Lakum diinukum wa liyadiin  (Bagi Anda Agama dan Perayaannya Anda dan Bagi Kami Agama dan Perayaan Kami). Wallahu a’lam… 22122021.

 

 

 

 

 

Senin, 20 Desember 2021

SAMPAI KAPAN BERGELIMANG KEMAKSIATAN?

Oleh: Abdurrahman

 


Manusia memang tempat salah dan kealpaan, dosa dan kemaksiatan selalu ada dalam kehidupan insan. Namun, hal itu bukan menjadikan alasan untuk terus bergelimang dalam dosa dan kemaksiatan. Berbagai alasan mungkin akan dilontarkan, sebagai jawaban atas dosa dan kemaksiatan yang tengah berjalan. Sampai kapan bergelimang kemaksiatan?

Pesona dosa memang selalu menggugah jiwa, kenikmatan kemaksiatan memang menjadikan raga terpuaskan. Imaginasi di luar nalar seringkali liar menjerat jiwa dan raga lapar, hingga sejatinya sesuatu yang menjijikan menjadi indah dalam khayalan. Itulah dosa dan kemaksiatan, yang bersumber dari hawa dalam diri manusia, serta godaan dari syaithan dan bala tentaranya.

Seseorang yang yang tenggelam dalam dosa dan maksiat, akan merasa nikmat hingga terlupa dengan akhirat. Manusia yang terlena dengan dosa akan merasa selesa (nyaman) dengan apa yang dilakukan. Banyak godaan yang menyebabkan ia masih tenggelam dalam kemaksiatan, dari mulai perputaran zaman hingga takdir yang tengah berjalan. Ada juga yang jahil (bodoh) dan menganggap apa yang dilakukan bukanlah kesalahan, sementara yang lainnya memahami bahwa itu adalah kesalahan, namun belum bisa meninggalkan. Entah sampai kapan…

Bisikan hawa memang begitu terasa, memberi “angin surga” tentang pesona dosa. Berbagai khayalan dihembuskan; dari mulai menganggap ringan kesalahan hingga menunda pertaubatan. Ada juga yang telah tenggelam di dalam kemaksiatan, hingga sulit untuk melepaskan bahkan akhirnya menikmati dosa dan kemaksiatan. Na’udzubillah, kita berlindung dari sifat yang demikian. Tapi ini memang fakta adanya, dan banyak terjadi di kalangan manusia. Mereka yang tengah tenggelam dalam dosa, sulit untuk melepaskannya, berjuta alasan selalu diungkapkan padahal sejatinya itu adalah sumber kelemahan.

Sebab selanjutnya adalah godaan syaithan yang begitu memabukkan, memberi harapan tentang kenikmatan kemaksiatan. Menghiasi kemaksiatan di setiap sendi badan, hingga kepuasan keduniaan boleh didapatkan. Iblis, syaithan dan bala tentaranya akan selalu menggoda manusia dengan memberikan rasa kenikmatan dalam melakukan dosa dan kemaksiatan. Godaan ini tidak ada Batasan hingga bersama masuk ke dalam kutukan, neraka yang penuh adzab keabadian. Syaithan menggoda manusia dengan memberikan kenikmatan keduniaan, menjerat sukma dan memperdaya raga, hingga kebanyakan manusia akhirnya terlupa, akan larangan syariat Allah Yang Maha Mulia.

Sampai kapan bergelimang kemaksiatan? Apakah menunggu tua hingga jasadmu renta, atau menunggu malaikat pencabut nyawa yang menarik ruh mu dengan penuh murka? Sampai bila terlena dengan dosa? Menunggu hidayah yang seharusnya engkau berusaha? atau menunggu adzab karena selalu lalai dan melupakan laranganNya?

Bagi mereka yang terbawa dengan hawa yang ada di jiwa, maka teruslah mendidiknya agar selalu patuh pada syariatNya. Teruslah berusaha untuk mengajarkan kepada raga, tentang kenikmatan yang sejatinya yaitu masuk surga dan memandang wajah Rabbnya. Teruslah ber-mujahadah (bersungguh-sungguh) fi sabilillah (di jalan Allah) untuk meninggalkan dosa, karena nilai mujahadah-mu akan menjadi dinding dari adzab Rabbmu. Terus tahan hawa-mu, jaga ragamu bahkan hingga hancur tubuhmu itu lebih baik daripada harus terus terbelenggu dalam nafsu yang terus memburu.

Adapun untuk menghindari godaan dari syaithan, maka selalu berdo’a dan bermohon kepada Ar-Rahman, membiasakan berdzikir dan membaca doa dalam setiap kesempatan. Karena sejatinya syaithan itu lemah, jika kita berlindung kepada Allah yang Maha Rahmah. Teruslah berjuang untuk mengalahkan godaan syaithan, jadikan mereka musuh karena memang permusuhan itu telah mereka kumandangkan sejak masa Nabi Adam hingga akhir zaman. Jangan tergoda dengan semua bisikannya, walau terasa nikmat di raga, tapi merusak jiwa sejatinya.

Inilah sedikit coretan, sebagai introspeksi diri (muhasabah bi nafsi) dan sekadar ingatan untuk insan sekalian. Memang berat meninggalkan dosa dan kemaksiatan, apalagi yang telah lama tenggelam dan terpenjara di dalam kubangan kesalahan. Tapi yakinlah bahwa Allah Ta’ala Maha Pengasih dan Penyayang, segeralah kembali kepadaNya karena ampunanNya seluas samudera. Teruslah berjuang, kuatkan dan terus kuatkan untuk meninggalkan segala bentuk dosa dan kemaksiatan, hingga jasad ini tak ada lagi nafas kehidupan, proses pertaubatan itulah yang diharapkan. Hingga kita bersama masuk ke dalam surgaNya, serta memandang wajahNya Yang Maha Mulia, itulah sejatinya kenikmatan yang tiada tara. Semoga… Isnin, Siang Menjelang. 20122021.

Senin, 13 Desember 2021

A TOXIC RELATIONSHIP: ISLAMIC PERSPECTIVE

Oleh: Abd Misno

 


Manusia adalah makhluk sosial, sehingga mereka membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Kebutuhan kepada orang lain tersalurkan melalui interaksi yang dilakukan antar mereka, sehingga komunikasi dan saling bertemu, bertukar informasi dan aktifitas lainnya tidak bisa dielakkan dalam kehidupan. Sehingga hubungan atau interaksi antara manusia dengan manusia lainnya menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Sayangnya manusia yang merupakan tempat salah dan dosa, sering bersikap egois, mementingkan diri sendiri seringkali memunculkan konflik dalam hubungan ini, sehingga tidak jarang konflik terjadi dalam setiap hubungan ini. Dalam hubungan yang lebih dekat maka konflik yang ada memunculkan pola hubungan yang tidak sehat, di mana salah satu pihak merasa terintimidasi, direndahkan bahkan disakiti. Istilah yang cocok untuk keadaan ini disebut dengan toxic relationship atau hubungan beracun.

Istilah toxic relationship pertama kali dikenalkan oleh seorang ahli komunikasi dan psikologi yang berbasis di California AS yaitu Dr. Lillian Glass dalam bukunya berjudul “Toxic People” pada 1995. Ia menyatakan toxic relationship berarti hubungan yang bersifat merusak karena konflik, tidak saling mendukung, muncul persaingan, sampai hilangnya rasa hormat dan kekompakan. Glass tidak memungkiri bahwa setiap hubungan niscaya mengalami pasang surut. Namun, pasang surutnya hubungan tersebut berbeda dari toxic relationship. Hubungan dikatakan toksik apabila sisi negatifnya berkepanjangan sampai menguras energi.

Menurut Glass, penyebab toxic relationship bisa beragam, tergantung latar belakang dan kondisi seseorang. Perilaku toksik bisa dilatari masalah kesehatan mental yang tidak terdiagnosis, seperti depresi, gangguan kecemasan, atau trauma. Toxic relationship atau hubungan beracun juga bisa timbul karena ketimpangan kepribadian pasangan. Misal, orang yang berwatak keras dan suka mengontrol berhadapan dengan orang tipe suka mengalah. Verywell Mind mencatat bahwa toxic relationship juga bisa muncul secara bertahap apabila salah satu pihak terus-menerus egois, tidak sopan, menuntut, dan bersikap negatif lainnya

Hubungan dan interaksi antar manusia dalam pandangan Islam adalah sebuah fitrah, bahkan dalam kalamNya yang mulia dijelaskan “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. QS. Al-Hujuraat: 13. Ayat ini sejatinya memberikan pelajaran tentang penciptaan suku bangsa dan manusia yang berbeda-beda agar saling mengenal, maka dalam proses saling mengenal ini sering sekali terjadi konflik di antara mereka. Pada hubungan yang lebih dekat misal dalam keluarga, rumah tangga hingga hubungan antara dua orang yang pasang surut karena berbagai keadaan yang mereka hadapi.

Toxic relationship dalam pandangan Islam berrti hubungan yang tidak harmonis karena salah satu pihak didzalimi. Ini banyak sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, jika ditarik pada istilah ini maka banyak digunakan untuk hubungan antar keluarga dan antar personal semisal suami istri, pasangan atau sebatas pacar. Islam memandang bahwa toxic relationship adalah semua hubungan yang tidak dilandasi oleh keimanan kepada Allah Ta’ala. Hubungan yang terjalin hanya karena kebutuhan dunia, karena kekayaan, kecantikan dan kegagahan, bisnis, dan hubungan lainnya yang ujung-ujungnya adalah keduniaan. Sebagian kita mungkin pernah mengalami hal ini, atau mungkin ada yang sedang mengalaminya, di mana hubungan dengan seseorang hanya dilandasi oleh kepentingan dunia dan hawa nafsu saja. Akibatnya adalah kita tersiksa dengan segala perilakunya, selalu dikontrol, susah untuk menjadi diri sendiri dan selalu disalahkan olehnya.

Hubungan beracun ini tidak boleh dibiarkan, ia harus diselesaikan sesegera mungkin, apalagi jika hubungan tersebut dilarang oleh Islam maka memutuskan hubungan menjadi hal yang wajib untuk dilakukan. Misalnya seseorang yang mempunyai hubungan dengan orang lain yang tidak sehat, dia selalu dikekang walaupun sebenarnya dia sayang dengan orang tersebut. Tapi baik secara etika apalagi agama ternyata hubungan tersebut justru dilarang oleh agama maka segeralah untuk memutuskannya. Tentu saja bagi mereka yang terjebak ke dalam toxic relationship akan sangat susah untuk memutuskan, apalagi jika hubungan tersebut adalah special, misalnya suami istri, pasangan baru atau pacar yang pada awalnya saling mengasihi. Sangat sulit sekali untuk melepaskan dan memutuskan hubungan dengan orang yang kita kasihi, walaupun dia selalu menyakiti kita, mengontrol, cemburu buta, dan intinya menjadi kita sejatinya tersiksa dengan hubungan ini.

Maka, diawali dengan keyakinan terhadap agama, menimbang hubungan ini dengan agama apakah memang diridhaiNya atau malah mendatangkan murka. Bisa juga hubungan ini membuat kita semakin tersiksa dan semakin menjauhkan diri dari jalan Allah ta’ala. Jika hal ini terjadi maka segera putus hubungan tersebut, bisa secara langsung atau secara perlahan, sesuai dengan kemampuan dan kepribadian kita. Tapi ujungnya adalah pustus hubungan karena hanya akan membawa kepada dosa dan kesalahan atau kesengsaraan di dunia dan akhirat sana.

Upaya untuk memutuskan kemudian melupakan orang yang memiliki hubungan beracun dengan kita haruslah dilakukan secara perlahan dan memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebenarnya tergantung pada kepribadian kita, jika kita ikhlas melepaskannya dan menjadikan masa lalu tanpa perlu menoleh lagi ke belakang maka akan mudah. Tentu saja harus diiringi dengan doa kepadaNya agar hal ini selalu dalam naungan syariahNya. Faktor eksternal semisal orang dekat, keluarga atau orang yang kita percaya bisa membantu mempercepat baiknya keadaan. Dukungan mereka menjadi energi untuk kita agar selalu menjadi yang lebih baik.

Semoga kita terhindar dari toxic relationship ini, salah satu caranya adalah dengan membangun hubungan yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah Ta’ala. Hanya karenaNya dan dalam lindungan syariahNya sebuah hubungan akan semakin baik, tidak hanya di dunia namun juga di akhirat sana. Tentu kita ingat dengan dua penghuni surga yang saling mencintai karena Allah Ta’ala, mereka di dunia selalu bersama bahkan di hingga masuk surga secara bersama. Semua itu karena hubungan mereka dilandasi oleh keimanan dan cinta karena Allah Ta’ala. Bogor, 13122021.

   

Minggu, 12 Desember 2021

BELANJA, BELANJA DAN BELANJA… SETELAH USAHA, USAHA DAN USAHA

Oleh: Abd Misno



Dunia belanja saat ini semakin dimanjakan, khususnya dengan hadirnya market place yang menawarkan berbagai kemudahan dalam berbelanja. Hanya bermodalkan smart phone, anda akan dapat berbelanja sepuasnya. Mau barang apa saja, semuanya ada; dari barang kecil semisal peniti, hingga sekelas property semuanya ada. Tenang saja, jika anda kehabisan uang maka kartu sistem pay later dapat anda digunakan, atau bisa juga dengan sistem cicilan. Semuanya dimudahkan berbelanja di dunia maya, hanya dengan satu klik saja.

Para pemilik market place juga sangat paham terhadap para calon konsumennya, hingga mereka membuat berbagai program yang menawarkan dunia belanja penuh pesona. Ada promo besar-besaran Ketika waktu gajian tiba, hingga program bulanan yang disesuaikan dengan hari dan buan berjalan, misalnya hari ini hamper semua market place menawarkan program 12.12. Ya hari ini adalah tanggal 12 bulan ke-12 (Desember) yang bertepatan dengan akhir tahun 2021. Momen ini dimanfaatkan dengan maksimal oleh para pemiliknya, hingga discount gila-gilaan pun ditawarkan dan membuat masyarakat terbawa dalam gempita belanja.

Belanja dan membeli barang-barang kebutuhan pada dasarnya memang menjadi kebutuhan, apalagi jika kebutuhan memang mendesak dan ada uang untuk membelinya. Kita tentu harus makan hingga harus membeli beras atau makanan lainnya, ini adalah kebutuhan utama. Namun ada juga sebuah benda yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan, dalam istilah ilmu ekonomi biasanya adalah want atau keinginan. Kebutuhan kita mungkin tidak terlalu banyak, tapi keinginan kita tidak ada batasnya. Inilah yang dimanfaatkan oleh para pedagang digital, di mana mereka memancing berbagai keinginan masyarakat agar mau membeli dagangannya.

Kembali ke kita, bijak dalam berbelanja menjadi sebuah keniscayaan dan hal ini bisa dilakukan dengan pengelolaan keuangan yang baik. Mengawali dengan usaha dan kerja agar mendapatkan uang; kerja keras, kerca cerdas dan kerja penuh vitalitas menjadi sebuah keharusan bagi yang ingin berbelanja. Kerja yang dalam ajaran Islam juga bisa bermakna ibadah harus dilakukan oleh semua umat Islam, bisa dengan berwirausaha atau bekerja agar mendapatkan penghasilan. Setelah uang didapatkan maka mengelolanya adalah sebuah langkah cerdas, memulai dari adanya simpanan (saving) yang harus diutamakan, kemudian membayar cicilan atau hutang, lalu memenuhi kebutuhan pokok hingga akhirnya ada bagian untuk berbelanja dan memenuhi kebutuhan yang sifatnya sekunder dan tersier.

Jika pengelolaan keuangan sudah benar, maka sangat wajar jika kita berbelanja tentu saja harus sesuai dengan kebutuhan. Tawaran yang sangat menggiurkan di market place sudah seharusnya tidak membuat kita terpesona dengannya. Membeli apa yang kita butuhkan memang sebuah keharusan, caranya dengan memastikan bahwa barang-barang tersebut memang diperlukan. Jika ternyata hanya keinginan yang tidak sangat dibutuhkan maka sebaiknya ditunda atau dibatalkan. Apalagi jika ternyata barang tersebut tidak dibutuhkan dan hanya keinginan yang tidak pernah ada habisnya.

Bijak dalam berbelanja dengan membeli hanya yang dibutuhkan saja dan menunda atau tidak membeli yang tidak dibutuhkan itulah solusinya. Silahkan berbelanja, tapi timbanglah apakah barnag tersebut adalah kebutuhan atau keinginan. Sebelum itu tentu saja harus bekerja dan berusaha agar mendapatkan uang untuk berbelanja. Kerja dengan keras, cerdas dan penuh vitalisatas (semangat) adalah cara untuk mendapatkan uang. Jangan pernah malas untuk bekerja,  untuk berusaha dan mendapatkan uang untuk berbelanja, jangan lupa untuk meniatkan kerja kita sebagai bentuk ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. 12122021

Sabtu, 11 Desember 2021

ALLAH MASIH MENJAGA 'AIB KITA, SAMPAI BILA? (Refleksi Kasus Perkosaan oleh HW di Bandung)

Oleh: Misno Mohd Djahri


Berita viral yang saat ini beredar adalah tentang seorang ustadz di wilayah Bandung yang “memperkosa” santriwatinya sebanyak 12 orang. Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian dan aparat terkait diketahui bahwa kejadian ini telah berlangsung sejak 2016, hingga beberapa dari santriwati tersebut hamil dan meahirkan.

Berita ini langsung menyebar dan menjadi trending di berbagai platform media, berbagai kutukan dari dari berbagai pihak muncul dengan langsung memberikan usulan hukuman bagi pelaku. Dari mulai hukuman mati, penjara seumur hidup hingga dikebiri.

Tentu saja berita ini semakin disebarkan oleh mereka yang memiliki rasa tidak suka dengan Islam, pesantren dan tokoh agama (ustadz). Hingga muncul stigma di masyarakat “oh… pesantren juga selain sarang teroris juga sarang predator seks”.

Penulis sangat mengecam keras tindakan ini, karena telah melanggar aturan dari Allah Ta’ala tentang keharaman berzina yang sudah jelas hukumnya dalam Islam. Selain itu perbuatan ini memberikan dampak negatif dan trauma berkepanjangan kepada para korbannya, sehingga sangat jelas kenapa Islam juga mengharamkan perbuatan pemerkosaan, zina dan hal-hal yang menjurus kepada hubungan di luar pernikahan yang sah.

Oknum ustadz tersebut memang telah berbuat salah, haram dan berdosa karena telah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Demikian pula telah menodai kesucian tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah dalam Islam. Tentu saja perbuatannya tidak memiliki hubungan signifikan dengan Islam dan lembaga pendidikannya semisal pesantren. Oknum ini adalah manusia biasa yang memiliki kesalahan dan dosa, sebagai tokoh agama iya mungkin dia memiliki ilmu dan keimanan yang pada suatu masa lebih tinggi dari manusia kebanyakan. Namun di suatu masa imannya menurun hingga kemudian melakukan perbuatan haram tersebut. Di sinilah kita harus menyikapi masalah ini dengan bijak, mengambil hikmah dari peristiwa ini.

Hukuman bagi pelaku tentu saja dalam Islam sudah sangat jelas, yaitu bagi pezina yang sudah menikah adalah dirajam sampai meninggal dunia, hal ini dilaksanakan oleh pemerintah yang sah. Namun dalam konteks Indonesia karena belum ada hukuma rajam maka digantikan dengan hukuman yang akan membuat pelakunya jera, taubat dan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Dalam hal ini bisa berupa penjara, hukuman seumur hidup atau bahkan dihukum mati, tergantung pada efek negatif yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Tentu saja hukuman yang paling ideal adalah sebagaimana diatur dalam syariat Islam, yaitu hukum rajam bagi pezina yang telah menikah dan dicambuk serta diasingkan jika pelaku belum menikah. Namun jika belum bisa dilaksanakan maka boleh menggunakan hukuman lainnya yang memberikan efek jera bagi pelakunya serta pelajaran bagi masyarakat.

Kembali ke sifat manusia yang penuh dosa dan kesalahan, oknum ustadz ini memang telah berbuat salah sehingga layak untuk diberikan hukuman. Dosa dan kesalahan seseorang terkadang berbanding lurus dengan tingkat keimanannya, maksudnya adalah bahwa semakin tinggi tingkat keimanan seseorang maka semakin besar godaan yang akan menerpanya. Sebuah pepatah menyatakan “Semakin tinggi pohon maka semakin kencang angin yang menerpanya”. Oknum ustadz ini tidak kuat menghadapi terpaan angin yang begitu kuat, hingga akhirnya roboh dan tumbang. Keimanannya merosot tajam hingga kemudian hawa nafsu mendominasinya dan akhirnya terjerat di dalamnya, sehingga dia layak untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bagaimana dengan kita? Ya… kita juga manusia. Begitu banyak dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan hingga sering sekali mengakibatkan kita tergelincir ke dalam lembah kehinaan. Sama seperti oknum ustadz tersebut, bedanya dosa yang dilakukannya terkait dengan pihak lain yang dirugikan lahir dan batin. Mungkin dosa dan kesalahan kita tidak sampai merugikan orang lain, hanya kita dan Rabb yang mengetahuinya, perbuatan syirik, riya, sum’ah, sombong, takabur, iri, dengki ada dosa yang banyak menimpa orang beriman utamanya mereka yang memiliki ilmu dan keimanan. Sehingga introspeksi diri (muhasabah) menjadi sebuah keniscyaan…

Allah masih sayang kita sehingga menutup seluruh dosa dan kesalahan kita, oknum ustadz tadi jelas sudah sangat keterlaluan sehingga Allah Ta’ala membuka aib dan kesalahannya. Sementara kita? Allah masih sayang dengan kita sehingga aib kita masih terjaga, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala dan kita sebagai hamba. Sangat mudah jika Allah menghendaki aib kita terbuka, tapi kasih sayang Allah lebih besar dari segala kasih di dunia. Sehingga terusah kita memperbaiki diri, jauhi segala dosa dan kesalahan diri, walau terkadang kita terjatuh, maka segera bangkit lagi, perbaiki diri, mujahadah diri. Semoga aib kita masih terjaga, dan di suatu masa akan hilang selamanya. Sampai nanti menutup mata, dan berjumpa dengan Rabb yang Maha Mulia di surgaNya. Aameen… 111221.

Senin, 06 Desember 2021

SEMERU MEMERAH: MUSIBAH DAN HIKMAH BAGI UMMAH

 Oleh: Misno Abu Aisyah



Sabtu, 04 Desember 2021 menjadi hari yang sangat menakutkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Semeru. Suara ledakan diiringi dengan gemuruh serta kemudian muncul awan hitam serta percikan api di atas puncaknya mengundang ketakutan tersendiri bagi mereka yang melihatnya. Ya… hari itu Semeru memerah dan memuntahkan lahar yang selama ini tersumbat di dalamnya. Ini adalah musibah di mata manusia, dan selalu akan ada hikmah di sebaliknya, bagaimana kita sebagai seorang muslim menyikapinya?

Setiap muslim adalah saudara dari muslim lainnya, maka ketika musibah melanda pada saudara kita maka kitapun ikut merasakannya. Menolong mereka, mengurangi beban mereka, membantu dan minimal mendoakan mereka adalah kewajiban bagi semua muslim di dunia. Maka hal yang harus dilakukan Ketika musibah melanda menimpa saudara kita adalah segera membantu mereka, atau minimal mendoakan mereka.

Sejatinya, Ketika musibah melanda maka kita sebagai seorang muslim wajib untuk membantu mereka yang tertimpa, baik mereka muslim ataupun non muslim. Inilah keindahan Islam, bahwa membantu setiap orang yang terkena musibah tidak memandang pada agama dan kepercayaannya. Jika mereka muslim maka mereka adalah saudara kita yang harus dibantu, Ketika mereka bukan muslim maka kewajiban kita untuk menolong mereka sebagai bukti ukhuwah insaniyah (hubungan antar manusia).

Musibah ini memang terasa berat bagi manusia, khususnya mereka yang tertimpa, hilangnya harta benda, luka-luka dan cacat selamanya hingga hilangnya nyawa manusia. Tidak jarang akan memunculkan trauma dan penderitaan yang cukup lama. Belum lagi setelah musibah ini melanda, upaya perbaikan (recovery) tempat tinggal, hingga mata pencaharian menjadi tantangan baru yang harus dihadapi dengan penuh ketabahan.

Semua itu hanya bisa dihadapi dengan keyakinan agama dan iman di dada, keyakinan bahwa semua yang terjadi adalah karena takdirNya, sebagaimana firmanNya “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. Ath-Thaghabun: 11. Ayat ini secara jelas memberikan pelajaran kepada kita bahwa semua musibah yang melanda adalah menjadi kuasaNya.

Selanjutnya harus yakin juga bahwa setiap musibah pasti ada hikmah bagi ummah, hal ini karena sebagai muslim harus yakin bahwa semua takdirNya itu adalah baik sehingga apapun yang menimpa kita itu adalah baik untuk kita. Yakin dengan seyakin-yakinya bahwa musibah ini pasti ada hikmah di dalamNya.

Satu di antara hikmah dari musibah adalah sebagai peringatan bagi umat manusia bahwa mereka itu lemah di sisiNya bahkan ketika berhadapan dengan alam yang merupakan ciptaanNya saja tidak berdaya apalagi dengan kuasaNya. Demikian pula sebagai satu peringatan kecil, tentang kesalahan dalam masalah akidah, ibadah atau muamalah yang selama ini kita lakukan. Bisa jadi kita lalai dengan keyakinan mendalam dalam aqidah, atau ibadah kita yang sering terlalaikan hingga muamalah yang sering tidak selaras dengan Syariah. Maka, musibah ini membawa introspeksi diri tentang kuasa Ilahi, tentang insan yang lemah ini hingga tentang penghambaan kita kepada Rabbi.

Jika aqidah kita sudah baik (inshaallah), ibadah kita sudah sesuai sunnah dan muamalah kita selaras dengan Syariah maka musibah itu menjadi wasilah untuk menghapus segala kesalahan di masa lalu dan pengangkat derajat kita di sisiNya. Inilah hikmah terbesar, ketika musibah datang dan inshaallah kita berada dalam ketaatan, bahwa musibah itu menghapus kesalahan dan meningkatkan derajat kita di sisiNya baik di dunia ataupun di akhirat sana.

Semoga Semeru yang memerah dan menjadi musibah menjadikan kita selalu muhasabah dan dapat mengambil hikmah. Bagi mereka yang tertimpa musibah maka kewajiban kita untuk membantu meringankan beban mereka serta mendoakannya. Wallahu a’lam bi shawab, Bogor 06122021.

 

 

 

JANGAN TERLALU DALAM BELAJAR AGAMA, KENAPA?

Oleh: Abd Misno 



Agama adalah satu-satunya solusi dalam menghadapi berbagai problema dalam kehidupan umat manusia. Sifatnya yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, menjadi agama memberikan jalan keluar yang komprehensif dan tuntas bagi setiap permasalahan. Tidak hanya masalah-masalah yang bersifat lahiriyah, bahkan yang bersifat batiniyah akan diberikan jalan keluarnya oleh agama. Dari permasalahan kecil sekitar keributan dalam rumah tangga, hingga permasalahan besar yang dihadapi oleh bangsa dan negara, semua ada aturan dan solusinya.

Sehingga, mempelajari agama menjadi sebuah keniscayaan bagi umat manusia, Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam sejak awal telah menstimulus umatnya untuk terus belajar. Bahkan dalam surat At-Taubah: 122 disebutkan tentang keharusan bagi sebagian orang untuk tetap belajar, sementara Sebagian yang lain berjuang dalam membela kemuliaan. Demikian juga dalam banyak hadits nabi menunjukan bahwa belajar agama (thalibul ilmi) adalah sebuah kewajiban baik bagi muslim ataupun Muslimah.

Tentu saja dalam belajar dan memahami agama ini tidak boleh setengah-setengah, harus menyeluruh. Sebagaimana kita diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan (QS. Al-Baqarah: 208). Maka mempelajari agama juga harus secara keseluruhan, inilah ciri dari seorang muslim yang berilmu. Pendalaman terhadap agama juga harus terus dilakukan oleh semua umat Islam, karena dengan ilmu inilah seseorang akan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan ilmu yang mendalam maka ia akan dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi, dengan ilmu yang mendalam ia akan mampu menyikapi berbagai persoalan dalam kehidupan.

Maka, jika ada yang menyatakan “JANGAN TERLALU DALAM BELAJAR AGAMA” maka sejatinya ini menunjukan kejahilannya tentang agama. Karena agama mengajarkan kita untuk mempelajarinya agar dapat berbicara dan bertindak sesuai dengan aturanNya. Semakin seseorang belajar agama dengan mendalam maka semakin ia bijak dalam menghadapi berbagai persoalan. Sebaliknya, orang-orang yang sering sekali terjebak pada kesalahan, paham kesyirikan, kebaharuan hingga tindakan kekerasan seperti terorisme adalah mereka yang belajar agama tidak mendalam sehingga tidak memahami Islam yang membawa kepada keselamatan.

Oleh karena itu, mari sebagai umat Islam kita terus belajar dan mendalami ilmu agama, bahkan para ulama kita yang mulia telah memberikan wasiat yang sangat luar biasa “thalibul ilmi minal mahdi ila lahdi, menuntut ilmu dari sejak buaian hingga liang lahad”. Dengan ilmu kita akan mampu untuk bersikap lebih bijak, sehingga dapat mengambil sikap yang sesuai dengan aturan dari Allah Ta’ala. Mari memperdalam agama, agar kita bisa selamat di dunia dan juga di akhirat sana… Bogor, 061221.