Oleh: Misno Mohd Djahri
Berita viral yang saat ini beredar adalah tentang seorang ustadz di
wilayah Bandung yang “memperkosa” santriwatinya sebanyak 12 orang. Berdasarkan hasil
penyelidikan kepolisian dan aparat terkait diketahui bahwa kejadian ini telah berlangsung
sejak 2016, hingga beberapa dari santriwati tersebut hamil dan meahirkan.
Berita ini langsung menyebar dan menjadi trending di berbagai
platform media, berbagai kutukan dari dari berbagai pihak muncul dengan
langsung memberikan usulan hukuman bagi pelaku. Dari mulai hukuman mati,
penjara seumur hidup hingga dikebiri.
Tentu saja berita ini semakin disebarkan oleh mereka yang memiliki
rasa tidak suka dengan Islam, pesantren dan tokoh agama (ustadz). Hingga muncul
stigma di masyarakat “oh… pesantren juga selain sarang teroris juga sarang predator
seks”.
Penulis sangat mengecam keras tindakan ini, karena telah melanggar
aturan dari Allah Ta’ala tentang keharaman berzina yang sudah jelas hukumnya
dalam Islam. Selain itu perbuatan ini memberikan dampak negatif dan trauma
berkepanjangan kepada para korbannya, sehingga sangat jelas kenapa Islam juga
mengharamkan perbuatan pemerkosaan, zina dan hal-hal yang menjurus kepada hubungan
di luar pernikahan yang sah.
Oknum ustadz tersebut memang telah berbuat salah, haram dan berdosa
karena telah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Demikian pula telah
menodai kesucian tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah dalam Islam. Tentu saja
perbuatannya tidak memiliki hubungan signifikan dengan Islam dan lembaga pendidikannya
semisal pesantren. Oknum ini adalah manusia biasa yang memiliki kesalahan dan dosa,
sebagai tokoh agama iya mungkin dia memiliki ilmu dan keimanan yang pada suatu
masa lebih tinggi dari manusia kebanyakan. Namun di suatu masa imannya menurun
hingga kemudian melakukan perbuatan haram tersebut. Di sinilah kita harus menyikapi
masalah ini dengan bijak, mengambil hikmah dari peristiwa ini.
Hukuman bagi pelaku tentu saja dalam Islam sudah sangat jelas,
yaitu bagi pezina yang sudah menikah adalah dirajam sampai meninggal dunia, hal
ini dilaksanakan oleh pemerintah yang sah. Namun dalam konteks Indonesia karena
belum ada hukuma rajam maka digantikan dengan hukuman yang akan membuat
pelakunya jera, taubat dan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Dalam hal
ini bisa berupa penjara, hukuman seumur hidup atau bahkan dihukum mati,
tergantung pada efek negatif yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Tentu saja
hukuman yang paling ideal adalah sebagaimana diatur dalam syariat Islam, yaitu
hukum rajam bagi pezina yang telah menikah dan dicambuk serta diasingkan jika
pelaku belum menikah. Namun jika belum bisa dilaksanakan maka boleh menggunakan
hukuman lainnya yang memberikan efek jera bagi pelakunya serta pelajaran bagi
masyarakat.
Kembali ke sifat manusia yang penuh dosa dan kesalahan, oknum
ustadz ini memang telah berbuat salah sehingga layak untuk diberikan hukuman. Dosa
dan kesalahan seseorang terkadang berbanding lurus dengan tingkat keimanannya,
maksudnya adalah bahwa semakin tinggi tingkat keimanan seseorang maka semakin
besar godaan yang akan menerpanya. Sebuah pepatah menyatakan “Semakin tinggi
pohon maka semakin kencang angin yang menerpanya”. Oknum ustadz ini tidak kuat
menghadapi terpaan angin yang begitu kuat, hingga akhirnya roboh dan tumbang. Keimanannya
merosot tajam hingga kemudian hawa nafsu mendominasinya dan akhirnya terjerat
di dalamnya, sehingga dia layak untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Bagaimana dengan kita? Ya… kita juga manusia. Begitu banyak dosa
dan kesalahan yang telah kita lakukan hingga sering sekali mengakibatkan kita
tergelincir ke dalam lembah kehinaan. Sama seperti oknum ustadz tersebut,
bedanya dosa yang dilakukannya terkait dengan pihak lain yang dirugikan lahir
dan batin. Mungkin dosa dan kesalahan kita tidak sampai merugikan orang lain,
hanya kita dan Rabb yang mengetahuinya, perbuatan syirik, riya, sum’ah, sombong,
takabur, iri, dengki ada dosa yang banyak menimpa orang beriman utamanya mereka
yang memiliki ilmu dan keimanan. Sehingga introspeksi diri (muhasabah) menjadi
sebuah keniscyaan…
Allah masih sayang kita sehingga menutup seluruh dosa dan kesalahan
kita, oknum ustadz tadi jelas sudah sangat keterlaluan sehingga Allah Ta’ala
membuka aib dan kesalahannya. Sementara kita? Allah masih sayang dengan kita
sehingga aib kita masih terjaga, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala
dan kita sebagai hamba. Sangat mudah jika Allah menghendaki aib kita terbuka,
tapi kasih sayang Allah lebih besar dari segala kasih di dunia. Sehingga terusah
kita memperbaiki diri, jauhi segala dosa dan kesalahan diri, walau terkadang
kita terjatuh, maka segera bangkit lagi, perbaiki diri, mujahadah diri. Semoga aib
kita masih terjaga, dan di suatu masa akan hilang selamanya. Sampai nanti
menutup mata, dan berjumpa dengan Rabb yang Maha Mulia di surgaNya. Aameen… 111221.
Kabarnya itu Pesantren syiah
BalasHapus