Jumat, 30 Desember 2022

Bolehkah Mertua Menikah dengan Menantu?

Oleh: Dr. Misno, SHI., SE., MEI

 


Salah satu berita viral yang beredar saat ini adalah kasus perselingkuhan antara ibu mertua dan menantu, berawal dari curhatan NR di sebuah sosial media hingga menyebar dan mendapat perhatian warganet. Terlepas dari benar tidaknya berita tersebut, tentu ada hal menarik yang juga banyak terjadi di masyarakat yaitu pernikahan antara mertua dan menantu. Baik terjadi sebelum pernikahan, sebelum berhubungan badan hingga setelah perceraian. Pertanyaan pentingnya adalah apakah mertua dan menantu adalah mahram (orang yang haram dinikahi)?

Allah Ta’ala secara jelas menyebutkan mengenai hubungan mahram dalam firmanNya:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, QS. al-Nisaa: 23.

وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ ۚ فَمَا ٱسْتَمْتَعْتُم بِهِۦ مِنْهُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةًۭ ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَٰضَيْتُم بِهِۦ مِنۢ بَعْدِ ٱلْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًۭا

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS. al-Nisaa: 24.

Merujuk kepada dua ayat ini maka mahram adalah seluruh keluarga dekat seperti ; ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan ayah (bibi), saudara perempuan ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dan perempuan, ibu susuan, saudara perempuan sesusuan. Semua mahram tersebut adalah larangan menikah karena adanya hubungan darah.

Sedangkan larangan menikah karena pernikahan adalah; mertua perempuan (ibu istri), anak tiri perempuan (jika belum berhubungan badan boleh), menantu (istri anak), menikahi dua bersaudara secara bersamaan (boleh jika sudah lama).

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa Ibunya istri (ibu mertua) menjadi mahram cukup dengan berlangsungnya akad nikah atas putrinya. Baik telah berhubungan badan ataupun belum. Imam Ibnu Qudamah menjelaskan:

فمن تزوج امرأة حرم عليه كل أُم لها ، قريبة أو بعيدة [يعني الأم والجدة] بمجرد العقد نص عليه أحمد وهو قول أكثر أهل العلم منهم ابن مسعود وابن عمر وجابر وعمران بن حصين وكثير من التابعين وبه يقول مالك والشافعي وأصحاب الرأي….؛ لقول الله تعالى : ( وأمهات نسائكم ) والمعقود عليها من نسائه ، فتدخل أمها في عموم الآية . قال ابن عباس: أبهموا ما أبهم القرآن يعني عمموا حكمها في كل حال ، ولا تفصلوا بين المدخول بها وبين غيرها

“Laki-laki yang menikahi seorang wanita, maka seluruh ibu sang wanita menjadi mahramnya, baik ibu jauh maupun dekat (yakni ibu kandung ataupun nenek), hanya dengan melakukan akad nikah.

Wanita yang menjadi mahram lainnya adalah istri dari ayah, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاء سَبِيلاً

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. An-Nisa' : 22)

Merujuk pada ayat-ayat tersebut maka mahram karena hubungan pernikahan itu adalah sebagai berikut:

Pertama, Ibu dari istri (mertua wanita), ini berlangsung selamanya, walaupun istrinya telah meninggal dunia atau telah putus ikatan perkawinannya, misalnya karena cerai dan seterusnya, maka mantan ibu mertua adalah wanita yang menjadi mahram selama-lamanya.

Kedua, anak wanita dari istri (anak tiri). Apabila seorang laki-laki menikahi seorang janda yang emmeiliki anak perempuan, maka haram baginya untuk menikahi anak tirinya itu. Keharamannya bersifat selama-lamanya, meski pun ibunya telah wafat atau bercerai. Kecuali bila pernikahan dengan janda itu belum sampai terjadi hubungan suami istri, lalu terjadi perceraian, maka anak perempuan dari janda itu masih boleh untuk dinikahi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

(dan haram menikahi) anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya. (QS. An-Nisa' : 23)

Ketiga, istri dari anak laki-laki (menantu). Keharamannya berlaku untuk selama-lamanya, meski pun wanita itu barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.

Keempat, Istri dari ayah (ibu tiri). Para wanita yang telah dinikahi oleh ayah, maka haram bagi puteranya untuk menikahi janda-janda dari ayahnya sendiri, sebab kedudukan para wanita itu tidak lain adalah sebagai ibu, meski hanya ibu tiri.

Selain keempat pihak tersebut maka kedudukannya bukanlah mahram sehingga boleh dinikahi secara umum.

Maka, jika ada seorang mertua yang menikah dengan menantunya hukumnya adalah haram untuk selama-lamanya, apalagi jika anak dan menantunya sudah melakukan hubungan suami istri. Maka haram terjadi pernikahan antara mertua dan menantu selama-lamanya. Ini berlaku untuk mertua laki-laki atau perempuan dengan menantu laki-laki ataupun perempuan.

Terkait dengan berita viral tersebut maka hukumnya lebih haram lagi karena itu bukanlah pernikahan tapi perzinahan yang terjadi antara mertua dengan menantu. Maka dalam Islam apabila seorang yang telah menikah dan berbuat zina hukumannya sudah sangat jelas sebagaimana dalam QS. al-Nuur: 2 serta Hadits Riwayat Bukahri dan Muslim. Wallahu a’lam, 30 Desember 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...