Oleh: Dr. Misno, SHI., SE., MEI
Salah satu berita viral yang beredar
saat ini adalah kasus perselingkuhan antara ibu mertua dan menantu, berawal
dari curhatan NR di sebuah sosial media hingga menyebar dan mendapat perhatian
warganet. Terlepas dari benar tidaknya berita tersebut, tentu ada hal menarik
yang juga banyak terjadi di masyarakat yaitu pernikahan antara mertua dan
menantu. Baik terjadi sebelum pernikahan, sebelum berhubungan badan hingga
setelah perceraian. Pertanyaan pentingnya adalah apakah mertua dan menantu
adalah mahram (orang yang haram dinikahi)?
Allah Ta’ala secara jelas
menyebutkan mengenai hubungan mahram dalam firmanNya:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ
وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ
ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ
تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ
ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ
سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ
Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang
dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang, QS. al-Nisaa: 23.
وَٱلْمُحْصَنَٰتُ
مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ
ۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُم مُّحْصِنِينَ
غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ ۚ فَمَا ٱسْتَمْتَعْتُم بِهِۦ مِنْهُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
فَرِيضَةًۭ ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَٰضَيْتُم بِهِۦ مِنۢ بَعْدِ ٱلْفَرِيضَةِ
ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًۭا
dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah
telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan
bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk
dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati
(campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap
sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS. al-Nisaa: 24.
Merujuk kepada dua ayat ini maka mahram
adalah seluruh keluarga dekat seperti ; ibu, anak perempuan, saudara
perempuan, saudara perempuan ayah (bibi), saudara perempuan ibu, anak perempuan
dari saudara laki-laki dan perempuan, ibu susuan, saudara perempuan sesusuan. Semua
mahram tersebut adalah larangan menikah karena adanya hubungan darah.
Sedangkan larangan menikah karena
pernikahan adalah; mertua perempuan (ibu istri), anak tiri perempuan (jika belum
berhubungan badan boleh), menantu (istri anak), menikahi dua bersaudara secara
bersamaan (boleh jika sudah lama).
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat
ini dengan menyatakan bahwa Ibunya istri (ibu mertua) menjadi mahram
cukup dengan berlangsungnya akad nikah atas putrinya. Baik telah berhubungan
badan ataupun belum. Imam Ibnu Qudamah menjelaskan:
فمن تزوج امرأة حرم عليه كل أُم لها
، قريبة أو بعيدة [يعني الأم والجدة] بمجرد العقد نص عليه أحمد وهو قول أكثر أهل العلم
منهم ابن مسعود وابن عمر وجابر وعمران بن حصين وكثير من التابعين وبه يقول مالك والشافعي
وأصحاب الرأي….؛ لقول الله تعالى : ( وأمهات نسائكم ) والمعقود عليها من نسائه ، فتدخل
أمها في عموم الآية . قال ابن عباس: أبهموا ما أبهم القرآن يعني عمموا حكمها في كل
حال ، ولا تفصلوا بين المدخول بها وبين غيرها
“Laki-laki yang menikahi seorang
wanita, maka seluruh ibu sang wanita menjadi mahramnya, baik ibu jauh maupun
dekat (yakni ibu kandung ataupun nenek), hanya dengan melakukan akad nikah.
Wanita yang menjadi mahram lainnya
adalah istri dari ayah, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم
مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاء
سَبِيلاً
Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah
lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. An-Nisa' : 22)
Merujuk pada ayat-ayat tersebut
maka mahram karena hubungan pernikahan itu adalah sebagai berikut:
Pertama, Ibu dari istri (mertua
wanita), ini berlangsung selamanya, walaupun istrinya telah meninggal dunia atau
telah putus ikatan perkawinannya, misalnya karena cerai dan seterusnya, maka mantan
ibu mertua adalah wanita yang menjadi mahram selama-lamanya.
Kedua, anak wanita dari istri (anak
tiri). Apabila seorang laki-laki menikahi seorang janda yang emmeiliki anak
perempuan, maka haram baginya untuk menikahi anak tirinya itu. Keharamannya
bersifat selama-lamanya, meski pun ibunya telah wafat atau bercerai. Kecuali
bila pernikahan dengan janda itu belum sampai terjadi hubungan suami istri,
lalu terjadi perceraian, maka anak perempuan dari janda itu masih boleh untuk
dinikahi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم
مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ
فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
(dan haram menikahi) anak-anak
istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak
berdosa kamu mengawininya. (QS. An-Nisa' : 23)
Ketiga, istri dari anak laki-laki
(menantu). Keharamannya berlaku untuk selama-lamanya, meski pun wanita itu
barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.
Keempat, Istri dari ayah (ibu
tiri). Para wanita yang telah dinikahi oleh ayah, maka haram bagi puteranya
untuk menikahi janda-janda dari ayahnya sendiri, sebab kedudukan para wanita
itu tidak lain adalah sebagai ibu, meski hanya ibu tiri.
Selain keempat pihak tersebut maka
kedudukannya bukanlah mahram sehingga boleh dinikahi secara umum.
Maka, jika ada seorang mertua yang
menikah dengan menantunya hukumnya adalah haram untuk selama-lamanya, apalagi
jika anak dan menantunya sudah melakukan hubungan suami istri. Maka haram terjadi
pernikahan antara mertua dan menantu selama-lamanya. Ini berlaku untuk mertua
laki-laki atau perempuan dengan menantu laki-laki ataupun perempuan.
Terkait dengan berita viral
tersebut maka hukumnya lebih haram lagi karena itu bukanlah pernikahan tapi
perzinahan yang terjadi antara mertua dengan menantu. Maka dalam Islam apabila
seorang yang telah menikah dan berbuat zina hukumannya sudah sangat jelas
sebagaimana dalam QS. al-Nuur: 2 serta Hadits Riwayat Bukahri dan Muslim.
Wallahu a’lam, 30 Desember 2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...