Senin, 05 Desember 2022

KHUTBAH JUMAT: DAHSYATNYA ISTIGHFAR

Oleh: Ust. Nurhadi, S.Sos.I, M.H.

 


Pada hari yang mulia ini, hari Jum’at yang penuh nikmat, tiada kalimat yang patut kita ucapkan melainkan kalimat syukur sebagai ungkapan termulya kepada Allah Subhānahū wa Ta’ālā yang telah melimpahkan nikmat hidup yang tak terhingga dengan rahmat dan karuniaNya yang juga tak terbatas, sehingga nikmat, rahmat dan karuniaNya itu kita dapat menjalani kehidupan ini dengan penuh keridhaan-Nya.

Tidak lupa pula shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah-tercurah kepada baginda nabi Muhammad SAW yang merupakan contoh terbaik dalam menampilkan sikap syukur dan sabar. Kalaulah tidak dengan kesabaran dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan agama Allah ini, sudah barang tentu kita tidak bisa mengecap indah dan lezatnya nikmat Iman dan Islam.

 

Jama’ah Shalat Jum’at yang Berbahagia

Oleh karena itu mengawali ibadah jumat ini, mari sama-sama kita meningatakan keimana dan ketakwaan kita kepada Allah, iman yang yang tak ada sedikitpun keraguan atas kebesaran dan kekuasaanNya, dan takwa dengan selalu berusaha mentaati syariahnya, dibuktikan dengan berusaha menjalankan semua perinathNya dan menjauhkan diri dari semua larangan-laranganNYa.

 

Ma’ashral muslimin rahimakumullah

Dalam Islam, salah satu cara yang biasanya dilakukan oleh seseorang ketika melakukan kesalahan adalah membaca istighfar, yaitu memohon ampunan kepada Allah swt atas degala kesalahan yang telah dilakukannnya.

Kata istighfar berasal dari kata ghofaro, yaghfiru yang bermakna mengampuni atau memaafkan. Di dalam kamus Al-Munawwir Istighfar diartikan (4 artian) yaitu mengampuni, menutupi, memperbaiki, dan mendoakan. Kemudian menurut Imam Ar- Raghib Al-Asfahani, istighfar adalah meminta ampun kepada Allah Swt dari segi ucapan dan juga perbuatan.

Istighfar dapat berarti juga memohon ampunan, bertaubat atas perbuatan buruk yang telah dilakukan sebagai hamba, karena manusia sangat membutuhkan ampunan Allah, sehingga sangat dianjurkan untuk beristighfar atau bertaubat kepada Allah.

 

Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia

Lebih luas lagi tetang makna dan keutamaan istighfar, ada sebuah kisah dari perjalanan kehidupan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid dari Imam Syafi’I yang dikenal juga sebagai Imam Hanbali. Di usia tua, ia bercerita, suatu waktu tanpa tahu alasannya tiba-tiba beliau ini ingin sekali pergi ke kota di Irak. Padahal tidak ada janji ataupun hajat di sana.

Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah, Irak. Ia bercerita saat tiba di sana waktu Isya, kemudian ikut shalat berjamaah Isya di masjid. Hatinya terasa tenang, kemudian istirahat di masjid.

Begitu selesai shalat dan jamaah bubar, Imam Ahmad ingin tidur di masjid. Tiba-tiba marbut masjid datang menemui Imam Ahmad sambil bertanya, “Mengapa syekh (panggilan untuk orang tua), mau apa di sini?” Marbut tidak tahu kalau yang ditegurnya adalah Imam Ahmad. Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan dirinya. Di Irak semua orang kenal Imam Ahmad sebagai seorang ulama besar dan ahli hadits. Sosok ulama yang sangat saleh dan zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajahnya, hanya tahu namanya sudah terkenal.

Imam Ahmad menjawab, “Saya ingin istirahat, saya musafir.” Marbut berkata, “Tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid.” Imam Ahmad melanjutkan ceritanya, “(Di masjid itu) saya didorong-dorong oleh orang (marbut) itu, disuruh keluar dari masjid, setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid.”

Setelah diusir dari dalam masjid, Imam Ahmad ingin tidur di teras masjid. Ketika sudah berbaring di teras masjid, marbutnya datang lagi dan marah-marah kepada Imam Ahmad.

Marbut itu mengatakan, “Mau apa lagi syekh?” Imam Ahmad menjawab, “mau tidur, saya musafir.” Marbut masjid menimpali, “di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh.”

Setelah itu Imam Ahmad diusir bahkan didorong dari teras masjid sampai ke jalanan. Di samping masjid ada penjual roti yang rumahnya kecil, di rumah itu ia membuat dan menjual roti. Penjual roti itu sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh marbut ke jalan.

Saat Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh dan mengajaknya menginap di rumahnya. Imam Ahmad bersedia dengan ajak menginap itu.

 

Imam Ahmad masuk ke rumah penjual roti, duduk di belakangnya yang sedang membuat roti. Imam Ahmad masih tidak memperkenalkan dirinya, ia layaknya seorang musafir.

Penjual roti ini perilakunya lain daripada umumnya, kalau Imam Ahmad tidak mengajak berbicara, ia terus membuat adonan roti sambil membaca istighfar. Kalau diajak bicara baru menjawab seperlunya.

Saat meletakkan garam membaca Astaghfirullah, memecahkan telur membaca Astaghfirullah, mencampur gandum membaca Aastaghfirullah. Ia selalu mengucap istighfar.

Imam Ahmad memperhatikan terus, lalu bertanya, “Sudah berapa lama kamu lakukan ini (membaca istighfar setiap saat)?” Penjual roti menjawab, “Sudah lama sekali syekh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan ini.”

Imam Ahmad bertanya lagi, “Apa hasil dari perbuatanmu ini?” Penjual roti menjawab, “Hajat yang saya minta pasti dikabulkan Allah, semua yang saya minta kepada Allah langsung diterima.”

Penjual roti menambahkan, “Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan.” Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya, “Apa itu? Penjual roti menjawab, “Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad.”

Seketika itu juga Imam Ahmad bertakbir. Kemudian berkata, “Allah telah mendatangkan saya jauh dari Baghdad ke Bashrah, bahkan sampai didorong-dorong marbut masjid itu sampai ke jalanan karena istighfar yang kamu lakukan.”

 

Jama’ah Shalat Jum’at yang Berbahagia Inilah kedahsyatan istighfar.

Dalam al Qur’an surat Nuh Ayat 10-12 Allah berfirman “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesunguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. [Nuh/71 : 10-12]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wahai sekalian manusia. Taubatlah (beristigfar) kepada Allah karena aku selalu bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim)

 

Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia

Rasulullah saw saja yang kedudukannya jelas di sisi Allah mutlak masuk surga. Masih beristighfar 100 kali dalam sehari, apalagi kita orang biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa.

Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan kepada kita (hamba-hambaNya), Jika seorang hamba mampu menjaga dan memperbanyak amalan istighfar, Allah akan ampuni dosa-dosanya, Allah akan limpahkan rizkinya, Allah akan kabulkan doa- doanya, dan Allah akan dekatkan apa yang ia inginkan yang jauh darinya.

Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar. Oleh karena itu mari kita terus beristighfar kepada Allah. Semoga Allah jadikan kita termasuk hamba-hamba yang pandai ber-istighfar. Dan semoga Allah mengkaruniakan kepada kita buah dari istighfar, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin Ya Rabbal Alamaiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...