Oleh: Ust. Nurhadi, S.Sos.I, M.H.
Pada hari yang mulia ini, hari
Jum’at yang penuh nikmat, tiada kalimat yang patut kita ucapkan melainkan
kalimat syukur sebagai ungkapan termulya kepada Allah Subhānahū wa Ta’ālā yang
telah melimpahkan nikmat hidup yang tak terhingga dengan rahmat dan karuniaNya
yang juga tak terbatas, sehingga nikmat, rahmat dan karuniaNya itu kita dapat
menjalani kehidupan ini dengan penuh keridhaan-Nya.
Tidak lupa pula shalawat dan salam
semoga senantiasa terlimpah-tercurah kepada baginda nabi Muhammad SAW yang
merupakan contoh terbaik dalam menampilkan sikap syukur dan sabar. Kalaulah
tidak dengan kesabaran dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan agama Allah
ini, sudah barang tentu kita tidak bisa mengecap indah dan lezatnya nikmat Iman
dan Islam.
Jama’ah Shalat Jum’at yang
Berbahagia
Oleh karena itu mengawali ibadah
jumat ini, mari sama-sama kita meningatakan keimana dan ketakwaan kita kepada
Allah, iman yang yang tak ada sedikitpun keraguan atas kebesaran dan
kekuasaanNya, dan takwa dengan selalu berusaha mentaati syariahnya, dibuktikan
dengan berusaha menjalankan semua perinathNya dan menjauhkan diri dari semua
larangan-laranganNYa.
Ma’ashral muslimin
rahimakumullah
Dalam Islam, salah satu cara yang
biasanya dilakukan oleh seseorang ketika melakukan kesalahan adalah membaca
istighfar, yaitu memohon ampunan kepada Allah swt atas degala kesalahan yang
telah dilakukannnya.
Kata istighfar berasal dari kata
ghofaro, yaghfiru yang bermakna mengampuni atau memaafkan. Di dalam kamus
Al-Munawwir Istighfar diartikan (4 artian) yaitu mengampuni, menutupi,
memperbaiki, dan mendoakan. Kemudian menurut Imam Ar- Raghib Al-Asfahani,
istighfar adalah meminta ampun kepada Allah Swt dari segi ucapan dan juga
perbuatan.
Istighfar dapat berarti juga
memohon ampunan, bertaubat atas perbuatan buruk yang telah dilakukan sebagai
hamba, karena manusia sangat membutuhkan ampunan Allah, sehingga sangat
dianjurkan untuk beristighfar atau bertaubat kepada Allah.
Jama’ah Shalat Jum’at yang
berbahagia
Lebih luas lagi tetang makna dan
keutamaan istighfar, ada sebuah kisah dari perjalanan kehidupan Imam Ahmad bin
Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid dari Imam Syafi’I yang dikenal juga
sebagai Imam Hanbali. Di usia tua, ia bercerita, suatu waktu tanpa tahu
alasannya tiba-tiba beliau ini ingin sekali pergi ke kota di Irak. Padahal
tidak ada janji ataupun hajat di sana.
Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri
menuju ke kota Bashrah, Irak. Ia bercerita saat tiba di sana waktu Isya, kemudian
ikut shalat berjamaah Isya di masjid. Hatinya terasa tenang, kemudian istirahat
di masjid.
Begitu selesai shalat dan jamaah
bubar, Imam Ahmad ingin tidur di masjid. Tiba-tiba marbut masjid datang menemui
Imam Ahmad sambil bertanya, “Mengapa syekh (panggilan untuk orang tua), mau apa
di sini?” Marbut tidak tahu kalau yang ditegurnya adalah Imam Ahmad. Imam Ahmad
pun tidak memperkenalkan dirinya. Di Irak semua orang kenal Imam Ahmad sebagai
seorang ulama besar dan ahli hadits. Sosok ulama yang sangat saleh dan zuhud.
Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajahnya, hanya tahu namanya
sudah terkenal.
Imam Ahmad menjawab, “Saya ingin
istirahat, saya musafir.” Marbut berkata, “Tidak boleh, tidak boleh tidur di
masjid.” Imam Ahmad melanjutkan ceritanya, “(Di masjid itu) saya
didorong-dorong oleh orang (marbut) itu, disuruh keluar dari masjid, setelah
keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid.”
Setelah diusir dari dalam masjid,
Imam Ahmad ingin tidur di teras masjid. Ketika sudah berbaring di teras masjid,
marbutnya datang lagi dan marah-marah kepada Imam Ahmad.
Marbut itu mengatakan, “Mau apa
lagi syekh?” Imam Ahmad menjawab, “mau tidur, saya musafir.” Marbut masjid
menimpali, “di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh.”
Setelah itu Imam Ahmad diusir
bahkan didorong dari teras masjid sampai ke jalanan. Di samping masjid ada
penjual roti yang rumahnya kecil, di rumah itu ia membuat dan menjual roti.
Penjual roti itu sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong
oleh marbut ke jalan.
Saat Imam Ahmad sampai di jalanan,
penjual roti itu memanggil dari jauh dan mengajaknya menginap di rumahnya. Imam
Ahmad bersedia dengan ajak menginap itu.
Imam Ahmad masuk ke rumah penjual
roti, duduk di belakangnya yang sedang membuat roti. Imam Ahmad masih tidak
memperkenalkan dirinya, ia layaknya seorang musafir.
Penjual roti ini perilakunya lain
daripada umumnya, kalau Imam Ahmad tidak mengajak berbicara, ia terus membuat
adonan roti sambil membaca istighfar. Kalau diajak bicara baru menjawab
seperlunya.
Saat meletakkan garam membaca
Astaghfirullah, memecahkan telur membaca Astaghfirullah, mencampur gandum
membaca Aastaghfirullah. Ia selalu mengucap istighfar.
Imam Ahmad memperhatikan terus,
lalu bertanya, “Sudah berapa lama kamu lakukan ini (membaca istighfar setiap
saat)?” Penjual roti menjawab, “Sudah lama sekali syekh, saya menjual roti
sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan ini.”
Imam Ahmad bertanya lagi, “Apa
hasil dari perbuatanmu ini?” Penjual roti menjawab, “Hajat yang saya minta
pasti dikabulkan Allah, semua yang saya minta kepada Allah langsung diterima.”
Penjual roti menambahkan, “Semua
dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan.” Imam
Ahmad penasaran kemudian bertanya, “Apa itu? Penjual roti menjawab, “Saya minta
kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad.”
Seketika itu juga Imam Ahmad
bertakbir. Kemudian berkata, “Allah telah mendatangkan saya jauh dari Baghdad
ke Bashrah, bahkan sampai didorong-dorong marbut masjid itu sampai ke jalanan
karena istighfar yang kamu lakukan.”
Jama’ah Shalat Jum’at yang
Berbahagia Inilah kedahsyatan istighfar.
Dalam al Qur’an surat Nuh Ayat
10-12 Allah berfirman “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu’, sesunguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu dan mengadakan
untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”.
[Nuh/71 : 10-12]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat
kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda, “Wahai sekalian manusia. Taubatlah (beristigfar) kepada
Allah karena aku selalu bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.”
(HR. Muslim)
Jama’ah Shalat Jum’at yang
berbahagia
Rasulullah saw saja yang
kedudukannya jelas di sisi Allah mutlak masuk surga. Masih beristighfar 100
kali dalam sehari, apalagi kita orang biasa yang tak pernah luput dari
kesalahan dan dosa.
Oleh karena itu Allah memberikan
kesempatan kepada kita (hamba-hambaNya), Jika seorang hamba mampu menjaga dan
memperbanyak amalan istighfar, Allah akan ampuni dosa-dosanya, Allah akan
limpahkan rizkinya, Allah akan kabulkan doa- doanya, dan Allah akan dekatkan
apa yang ia inginkan yang jauh darinya.
Betapa agung, besar dan banyak buah
dari istighfar. Oleh karena itu mari kita terus beristighfar kepada Allah.
Semoga Allah jadikan kita termasuk hamba-hamba yang pandai ber-istighfar. Dan
semoga Allah mengkaruniakan kepada kita buah dari istighfar, di dunia maupun di
akhirat. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin Ya Rabbal
Alamaiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...