Oleh: Misno Mohd Djahri
Salah satu dari sifat buruk manusia
dalah berusaha untuk menutupi kesalahan-kesalahannya, ia tidak mau dilihat
penuh dengan kesalahan di mata manusia lainnya. Apalagi di mata atasannya atau
orang-orang yang diseganinya. Sifat ini pada tingkatan tertentu masih bisa
dimaafkan, misalnya menutupi kesalahan karena memang tidak layak untuk ditampakan.
Walaupun sejatinya Allah Ta’ala pasti akan mengetahuinya. Kesalahan terbesar
adalah ketika menutupi kesalahan sendiri dengan menyalahkan orang lain. Misalnya
ketika ia diberikan amanah pekerjaan atau jabatan, kemudian ternyata tidak mencapai
tujuan yang telah ditargetkan maka dia kemudian menyalahkan orang lain atau pengemban
Amanah sebelumnya.
Faktanya, hal ini banyak terjadi di
sekitar kita, di mana seseorang dengan mudah menyalahkan orang lain untuk
menutupi kelemahan-kelemahannya. Tentu saja sifat ini sangat tidak disukai
dalam Islam, karena Islam mengajarkan setiap orang untuk bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ
أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. QS. al-Isra:
36.
Akhir dari ayat menjelaskan tentang
pertanggungjawaban yang harus dipikul oleh setiap orang atas apa yang
dilakukannya. Korelasi dengan pembahasan adalah bahwa ketika seseorang
melakukan sesuatu kegiatan dan ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang
diharapkan, maka dia harus bertanggungjawab atas hasil tersebut. Tidak perlu
menyalahkan orang lain, menyalahkan anggota tim, menyalahkan pemimpin sebelumnya
hanya untuk menutupi kegagalannya.
Seorang manusia sejati juga
pemimpin sejati adalah mereka yang berani untuk bertanggungjawab atas apa yang
dipimpinnya, tidak boleh ia menyalahkan pemimpin sebelumnya apalagi tanpa
adanya kesalahan dari orang tersebut. Ini bisa jadi menjadi dosa besar baginya,
Allah ta’ala berfirman:
وَٱلَّذِينَ
يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟
بُهْتَٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا
Dan orang-orang yang menyakiti
orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. QS. al-Ahzab:
58.
Ayat ini jelas sekali menjelaskan
bahwa dosa besar apabila menyakiti kaum muslimin tanpa adanya sebab kesalahan
yang dilakukan. Menyalahkan orang lain padahal tidak bersalah adalah perbuatan
dzalim yang menjadi dosa besar dalam Islam. Termasuk dalam cakupan ayat ini
adalah seseorang atau pemimpin yang bangga dengan prestasi kerjanya, namun tega
mendzalimi bawahannya tanpa ada sebab kesalahan.
Maka sebagai manusia dan juga
sebagai pemimpin hendaknya kita memperhatikan dan selalu introspeksi bahwa tanggungajwab
kita sebagai manusia, sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di sisi
Allah Ta’ala. Untuk ap akita Berjaya, berprestasi dan baik di mata atasan kita,
tapi mengorbankan dengan berbuat dzalim kepada orang lain atau orang-orang yang
menjadi bawahan kita.
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah serta inayahNya sehingga kita mampu untuk terus berprestasi memberi arti tanpa mengorbankan dan berbuat dzalim kepada orang lain. Aameen… 21122022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...