Oleh: Abdurrahman Misno BP
A.
Muqadimah
Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, satu-satunya Ilaah yang berhak
disembah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan alam, habibana
wa nabiyana Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, kepada seluruh ahli
baitnya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak
sunnahnya hingga akhir zaman.
B.
Syukur atas Segala Kenikmatan
Syukur kepada Allah Ta’ala adalah sebuah keniscayaan, ia menjadi manifestasi
bagi iman seseorang. Syukur atas segala nikmat kehidupan yang telah
dianugerahkan kepada kita hingga hari, khususnya nikmat terbesar yaitu Iman,
Islam dan Ikhsan. Kenikmatan ini begitu banyak banyak, sehingga kita tidak akan
mampu untuk menghitung-hitungnya, sebagaimana firmanNya:
وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا
تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak
dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. QS. An Nahl: 18.
Kenikmatan iman, Islam dan ikhsan diawali dengan nikmat hidayah
yang menyinari jiwa-jiwa kita. Ia membasuh kembali hati yang ternodai nafsu
syaithani, ia menggerakan anggota badan untuk melakukan amal kebajikan. Membimbing
hawa untuk tunduk patuh pada syaritaNya.
Namun, hidayah itu mahal harganya, berapa banyak manusia yang belum
menerima Islam, bahkan muncul Islamophobia yaitu orang-orang yang membenci
Islam dan meletakan stigma radikalisme, teorisme, fundamentalisme dan segala
bentuk kekerasan kepada Islam. Hidayah itu Mahal harganya, hingga mereka
yang sudah sejak lahir beragama Islam tetapi masih menganggap Islam tidak
sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan mahalnya hidayah hingga mereka yang
sudah digerakan langkah kakinya ke masjid untuk shalat Jum’at, namun ketika
khatib naik mimbar mereka sibuk dengan gadgetnya, hingga tujuan dari tadzkirah
jumat tidak didapatkannya.
C.
Nikmat Kemerdekaan
Kemerdekaan adalah salah satu dari sekian banyak nikmat yang telah
Allah Ta’ala anugerahkan kepada bangsa Indonesia, sebagaimana Allah Ta’ala
memberikan kemenangan saat Perjanjian Hudaibiyah dan Fathul Makkah kepada Nabi
Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan para shahabatnya, Allah Ta’ala
berfirman:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ
وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya
Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan
yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).
QS. Al-Fath: 1-3.
Terbebasnya kaum muslimin dari ancaman kaum Kafir Quraisy adalah
kemenangan terbesar, sebagaimana terbebasnya bangsa Indonesia dari kaum Kafir
Penjajah. Sehingga dengan kemerdekaan ini kita mampu berdiri di atas kaki
sendiri, menentukan nasib bangsa ini dan lebih dari itu lebih mudah dalam
beribadah kepada Allah Ta’ala.
Nikmat kemerdekaan oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai rahmat
dari Allah Ta’ala, sebagaimana dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945; “Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”. Maka, Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa ini harus
selalu kita jaga, kita pelihara, dan berikan kontribusi positif untuk negeri
tercinta ini.
Upaya memerdekakan bangsa ini bukanlah hal yang mudah, bahkan
bersimbah darah dan air mata, pekikan takbir dan tahlil mengisi setiap
perjuangan membela agama, bangsa dan negara. Lebih dari 350 tahun, bangsa ini
berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan, Dengarlah kembali ucapan Pangeran
Diponegoro (1830) berikut ini “Namaningsun Kangjeng Sultan Ngabdulkamid.
Wong Islam kang padha mukir arsa ingsun tata. Jumeneng ingsun Ratu Islam Tanah
Jawi” (Nama saya adalah Kanjeng Sultan Ngabdulkhamid, yang bertugas untuk menata
orang Islam yang tidak setia, sebab saya adalah Ratu Islam Tanah Jawa). Dengarkan
kembali akhir dari Pidato Bung Tomo (1945) di Surabaya “Dan kita yakin
saudara-saudara. Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, Sebab
Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara. Tuhan
akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!!”
D.
Implementasi Syukur Kemerdekaan
Syukur atas nikmat kemerdekaan bukan hanya sekadar ucapan, namun ia
harus didasari oleh keyakinan dalam hati dan implementasi tiada henti. Syaikhul
Islam menyatakan:
وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ
وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ
Syukur harus diwujudkan dengan hati, lisan dan anggota badan. (Majmu’
Al Fatawa, 11: 135).
Oleh karena itu, implementasi syukur atas Nikmat Kemerdekaan
seharusnyalah nampak dari tiga dimensi pemahaman:
1.
Syukur dalam Hati
Syukur dalam hati bermakna, keyakinan yang mendalam bahwasanya Allah
Ta’ala satu-satunya Rabb (Pencipta, Penguasa, Pemberi Rizqi, dll) yang telah
memberikan nikmat kemerdekaan ini. Keyakinan ini akan menumbuhkan tiga dimensi
implementasi, Allah sebagai Rabb, Ilaah dan Pemilik Nama dan Sifat Kemuliaan.
Tidak mungkin orang bersyukur atas nikmat kemerdekaan, kemudian
masih meyakini dan mempercayai adanya Pencipta selain Allah Ta’ala, atau alam
raya ini tercipta dengan sendirinya melalui teori Big Bang. Syukur kemerdekaan
tidak bermakna kalau ternyata kita masih meyakini bahwa manusia adalah
keturunan kera, padahal sejatinya Allah Ta’ala Sang Pencipta yang menciptakan
semua makhlukNya termasuk manusia.
رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا
بَيْنَهُمَا الرَّحْمَنِ
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya; Yang Maha Pemurah. QS. An-Naba: 37.
Bahkan bisa jadi kita menjadi kufur ketika masih meyakini rizki
yang kita dapat berasal bukan dari Ar-Rahman, ketika ditanya siapa Sang Pemberi
Rizki? Bukan bosku kita yang memberi rizki, bukan atasan kita yang memberi
rizki tetapi Ar-Razzaq, Allah Azza wa Jalla.
Syukur Kemerdekaan haruslah terwujudkan dalam keyakinan bahwasanya
Allah Ta’ala adalah satu-satunya Ilaah (sesembahan) yang berhak untuk
diibadahi. Sehingga tidak dikatakan bersyukur ketika masih ada keyakinan adanya
tuhan, kekuatan, sesembahan, dan segala hal yang dicintai dan dipuja selain
Allah Ta’ala. Akankah ketaatan dan cinta kita kepada mahluk mengalahkan cinta
kita kepadaNya? Mana bukti cintamu kepadaNya? Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ
حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah.”(QS. Al Baqarah: 165).
Maka cinta kita, ketaatan kita, ibadah kita sudah selayaknya hanya
diberikan kepada Allah Ta’ala, inilah bukti dari syukur atas kemerdekaan ini.
Syukur atas nikmat kemerdekaan juga nampak dari keyakinan mendalam
bahwasanya Allah Ta’ala memiliki nama-nama yang Maha Indah dan sifat-sifat yang
mulia. Allah Ta’ala berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
البَصِيرُ
Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
QS. Asy-Syuura: 11.
Allah Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha lainnya, maka tidaklah
orang bersyukur atas kemerdekaan jika dia masih keluar kantor ketika jam kerja
berlangsung, meninggalkan amanah ketika masih terikat dengan akad perjanjian
kerja. Apalagi sampai mengkhianati amanah jabatan yang diberikan kepadanya,
korupsi, kolusi dan tindakan haram lainnya.
Seseorang yang meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Mendengar tidak mungkin
akan mengucapkan kata-kata yang murkai olehNya, ghibah, adu domba, mencela,
merendahkan manusia, sombong dan yang lainnya.
2.
Syukur dengan Lisan
Syukur dengan lisan bermakna, mengucapkan Alhamdulillah, Syukru
lillah, bersyukur kepada Allah atas nikmat kemerdekaan ini. Ucapan syukur
ini menjadi aktifitas yang bernilai ibadah ketika diawali dengan niat untuk
mendapatkan ridhaNya. Ia juga harus dilandasi dengan ikhlas dan mutaba’aturasul
Shalallahu Alaihi Wassalam.
Maka hakikat syukur dengan lisan adalah sentiasa, mengucapkan
tahmid dan pujian untuk kenikmatan kemerdekaan. Dasarnya adalah firman Allah
Ta’ala:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya
(dengan bersyukur). QS. Adh Dhuha: 11.
Setiap selesai melakukan aktifitas kita diperintahkan untuk
bersyukur, setelah makan, minum, keluar dari hammaam dan segala
aktifitas maka selalu diakhir dengan syukur kepada Allah Ta’ala. Inilah makna
syukur dengan lisan, dimana setiap yang kita dapatkan harus senantiasa kita
syukuri dengan lisan, karena itulah kunci untuk mendapatkan keberkahan dan
bertambahnya segala kenikmatan.
3.
Syukur dengan Amal Anggota Badan
Syukur dengan anggota badan bermakna, melakukan segala amal ibadah
dan muamalah sesuai dengan aturan dari Sang Pemilik Kenikmatan. Allah Ta’ala
adalah Dzat yang memberikan semua kenikmatan tersebut, Dia lah yang memberikan
nikmat kemerdekaan sehingga sebuah keniscayaan ketika anggota tubuh kita harus
melaksanakan semua perintah Ar-Rahman. Sebagaimana firmanNya:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
Katakanlah:
"Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling
maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan
jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. QS. An-Nur: 54.
Dalam ayat
lainya disebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. QS. AN-Nisaa: 59.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. QS. Muhammad: 33.
Ayat-ayat
dalam Al-Qur’an ataupun Al-Hadits semuanya berujung kepada ketaatan secara
total kepada Allah dan RasulNya. Sehingga dalam konteks Syukur dengan Anggota
badan atas nikmat kemerdekaan, maka sebagai seorang muslim wajib kita untuk
melaksanakan seluruh syariat Allah Ta’ala sebagai bentuk syukur kita kepadaNya.
Dia yang telah memberikan nikmat kemerdekaan maka Dialah yang berhak untuk
ditaati seluruh perintahNya dan dijauhi semua laranganNya.
Syukur dengan
anggota badan atas nikmat kemerdekaan bermakna, kita harus mengisi kemerdekaan
itu dengan hal-hal positif berupa kontribusi positif untuk negeri ini.
sebaliknya janganlah mengisi nikmat kemerdekaan ini dengan hal-hal yang tidak
bermanfaat apalagi sampai ke hal-hal yang diharamkan dalam Islam.
E.
Penutup
Mari bersama
kita Syukuri Nikmat Kemerdekaan ini dengan “Meyakini dalam Hati bahwa
kemerdekaan ini dari Allah Taala, Ucapan Syukur dengan Lisan dan Amal usaha
positif untuk bangsa dan negara ini. Wallahua’lam (ambp).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...