Oleh: Abd Misno Mohd Djahri
Kebahagiaan adalah dambaan
setiap insan; semua kebutuhan hidupnya terpenuhi, perasaan tenteram yang
menyelimuti, tidak ada perasaan gundah gulana di hati dan selalu bahagia
sepanjang masa. Dambaan ini begitu melekat dalam jiwa setiap manusia, hingga
mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kebahagiaannya.
Ada yang bekerja sepenuh masa,
peras keringat banting tulang tak kena lelah mengumpulkan harta sebagai cara
mendapatkan kebahagiaan. Ada pula yang memenuhi segala hasratnya hingga semua
hal dilakukannya tanpa melihat halal atau hal yang dilarang agama. Sebagian lainnya
mencarinya dengan menyiksa raga, bertapa atau meninggalkan segala bentuk
kehidupan dunia dengan mengasingkan diri di gua-gua hutan belantara atau dalam
mihrab-mihrab halusinasinya.
Sebagai seorang muslim tentu kita
juga mendambakan kebahagiaan, bukan hanya di dunia namun selamanya di akhirat
sana. Lantas... bagaimana cara untuk mendapatkan kebahagiaan? Jawabannya adalah
taat kepada Allah dan rasulNya. Mari kita telaah kalamNya yang mulia:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ
ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barang siapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.. QS. An-Nahl: 97.
Indikator
pertama dari kebahagiaan adaah kehidupan yang baik, bukan
bergelimangnya harta karena berapa banyak orang yang memiliki harta tapi tidak
menjadikannya bahagia. Kehidupan yang baik dalam ayat ini adalah
munculnya rasa cukup dengan segala fasilitas yang diberikan Allah ta’ala
kepadanya. Ia selalu bersyukur dengan yang ada dan bersabar ketika musibah
menyapa. Bagi orang yang beriman dan beramal sholeh maka kehidupan yang baik
ini tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat sana.
فَأَنْزَلَ اللَّهُ
سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ
...lalu Allah menurunkan ketenangan
kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin.. QS. Al-Fath: 26.
Indikator
kedua dari kebahagiaan adalah ketentraman dan kedamaian dalam
hidup, apapun yang terjadi baik kekayaan atau kemiskinan, kelebihan atau
kekurangan, anugerah atau musibah semua itu semakin mendekatkan dirinya kepada
Allah Ta’ala. Ketentraman ini adalah karunia dari Allah ta’ala bagi orang-orang
yang selalu taat kepadaNya. Maka, apalagi yang kita cari selain kehidupan yang
penuh dengan ketenangan? Jika manusia harus berlibur ke Maldive, Bali, Raja
Ampar, New Zealand hanya mencari ketenangan, maka umat Islam telah diberikan
karunia itu melalui ketaatan kepadaNya.
فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ
اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ
خَلْفِهِمْ أَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
mereka dalam keadaan gembira
disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang
hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul
mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. QS. Ali Imran: 170.
Indikator
ketiga dari sebuah kebahagiaan adalah kegembiaraan yang
terus-menerus bahkan tiada batasnya. Ayat dalam Surat Ali Imran: 170
memberikan gambaran tentang kegembiraan abadi bagi para syuhada dan orang-orang
yang taat kepadaNya. Jika kita masih merasa bahwa kehidupan yang kita jalani
selalu dipenuhi kesengsaraan, maka berfikirlah ulang bahwa kegembiraan dengan
mudah akan kita dapatkan ketika kita taat kepadaNya.
Sebuah hadits dari Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wassalam sampai kepada kita:
أَرْبَعٌ مِنْ
سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا
وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ
Rasulullah SAW bersabda, ''Empat
macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang salehah, anak yang berbakti,
teman-temannya adalah orang-orang yang baik, dan mata pencahariannya berada
dalam negaranya sendiri.'' (HR Dailami).
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ
كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
"Kaya (ghina') bukanlah diukur
dengan banyaknya harta atau kemewahan dunia. Namun kekayaan adalah hati yang
selalu merasa cukup." (HR. Bukhari dan Muslim).
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ:
اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ،
وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ.
“Ada empat perkara termasuk
kebahagiaan; istri yang shalihah, tempat tinggal yang lapang, teman atau
tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman.” HR. Ibnu Hibban.
Merujuk kepada ayat dan hadits
tersebut, maka sejatinya kebahagiaan itu hanya bisa diraih dengan ketaatan
kepada Allah dan rasulNya. Semoga kita mampu untuk meraih kebahagiaan, baik di
dunia maupun nanti di akhirat sana. Wallahu a’lam. Bogor, 29012021.