Pendahuluan
Allah (bahasa Arab Allāhu الله) adalah kata dalam bahasa arab yang merujuk pada "tuhan". Kata ini lebih banyak dikenal sebagai sebutan tuhan oleh penganut agama Islam. Kata ini sendiri dikalangan para penutur bahasa arab, adalah kata yang umum untuk menyebut tuhan, terlepas dari agama mereka, termasuk penganut Yahudi dan Kristen arab. Konsekuensinya, kata ini digunakan dalam terjemahan kitab suci agama Kristen dan Yahudi yang berbahasa arab, sebagaimana pula terjemahan Alkitab dalah bahasa Indonesia dan Turki.
Beberapa teori mencoba menganalisa etimologi dari kata "Allah". Salah satunya mengatakan bahwa kata Allāh (الله) berasal dari gabungan dari kata al- (sang) dan Ilāh (tuhan) sehingga berarti "Sang Tuhan". Namun teori ini menyalahi bahasa dan kaidah bahasa Arab. Bentuk ma'rifat (definitif) dari ilah adalah al-ilah, bukan Allah. Dengan demikian kata al-ilah dikenal dalam bahasa Arab. Penggunaan kata tersebut misalnya oleh Abul A'la al-Maududi dalam Mushthalahatul Arba'ah fil Qur'an (h. 13) dan Syaikh Abdul Qadir Syaibah Hamad dalam al-Adyan wal Furuq wal Dzahibul Mu'ashirah (h. 54).
Kedua penulis tersebut bukannya menggunakan kata Allah, melainkan al-ilah sebagai bentuk ma'rifat dari ilah. Dalam bahasa Arabpun dikenal kaidah, setiap isim (kata benda atau kata sifat) nakiroh (umum) yang mempunyai bentuk mutsanna (dua) dan jamak, maka isim ma'rifat kata itupun mempunyai bentuk mutsanna dan jamak. Hal ini tidak berlaku untuk kata Allah, kata ini tidak mempunyai bentuk ma'rifat mutsanna dan jamak. Sedangkan kata ilah mempunyai bentuk ma'rifat baik mutsanna (yaitu al-ilahani atau al-ilahaini) maupun jamak (yaitu al-alihah). Dengan demikian kata al-ilah dan Allah adalah dua kata yang berlainan.[1]
Teori lain mengatakan kata ini berasal dari kata bahasa Aram Alāhā.[2] Cendekiawan muslim terkadang menerjemahkan Allah menjadi "God" dalam bahasa Inggris. Namun demikian, sebagian yang lain mengatakan bahwa Allah tidak untuk diterjemahkan, dengan berargumen bahwa kata tersebut khusus dan agung sehingga mesti dijaga, tidak memiliki bentuk jamak dan gender (berbeda dengan God yang memiliki bentuk jamak Gods dan bentuk feminin Goddess dalam bahasa inggris). Isu ini menjadi penting dalam upaya penerjemahan Al Qur'an
Dalam pembahasan makalah ini, term Allah adalah Tuhan sesembahan bagi kita umat Islam. Dialaha Tuhan Pencipta, satu-satunya sesembahan yang berhak untuk disembah.
Bukti adanya Allah
Al-Qur'an sebagai pedoman umat Islam telah memberikan metode bagi setiap muslim untuk dapat membuktikan adanya Allah ta'ala. Sangat banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menunjukan tentang keberadaan Allah ta'ala. Secara umum cara untuk mengetahui keberadaan Allah ta'ala adalah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya.
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah : malam, siang, matahari dan bulan. Sedang di antara ciptaan-Nya ialah : tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala makhluk yang ada di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya.
]ومن آياته الليل والنهار والشمس والقمر لا تسجدوا للشمس ولا للقمر واسجدوا لله الذي خلقهن إن كنتم إياه تعبدون[.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah (pula kamu bersujud) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu banar-benar hanya kepadanya beribadah.” (QS. Fussilat : 37).
Dalam ayat yang mulia ini Allah ta'ala menyebutkan secara gambalng bagaimana manusia diberikan tanda-tanda akan keberadaannya melalu makhluk-makhluk yuang diciptakannya seperti malam, siang, matahari, dan bulan. Selain itu Allah juga memyebutkan bhwa Dialah satu-satunya Sesembahan (Ilah) yang berhak untuk diibadahi.
Dalam ayat yang lainnya Allah berfirman :
]إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ[(54) سورة الأعراف.
“Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia (ciptakan pula) matahari dan bulan serta bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Maha suci Allah Tuhan semesta alam.” (surah Al-A’raf : 54).
Tuhan inilah yang haq untuk disembah. Ia telah menciptakan segala yang ada di bumi daan di langit untuk manusia, Dalilnya, firman Allah Ta’ala:
]يا أيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون الذي جعل لكم الأرض فراشا والسماء بناء وأنزل من السماء ماء فأخرج به من الثمرات رزقا لكم فلا تجعلوا لله أندادا وأنتم تعملون [.
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Robb) yang telah menjadikan untukmu bumi ini sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan (hujan) dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mngetahui.” (surah Al-Baqarah: 21-22).
Ibnu katsir ([1]) Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan : hanya pencipta segala sesuatu yang ada inilah yang berhak dengan segala macam ibadah([2]).
Dan macam-macam ibadah yang diperintahkan Allah itu, antara lain: Islam ([3]), Iman, Ihsan, do’a, khauf (takut), raja’ (pengharapan), tawakkal, raghbah (penuh minat), rahbah (cemas), khusyu’ (tunduk), khasyyah (takut), inabah (kembali kepada Allah), isti’anah (memohon pertolongan), isti’azah (memohon perlindungan), istighatsah (memohon pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan), dzabh (menyembelih), nazar, dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan oleh Allah.
Allah Subahanahu wata’ala berfirman :
]وأن المساجد لله فلا تدعوا مع الله أحدا[.
“Dan sesungguhnya masji-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu, janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah Allah).” (QS. Al-Jin: 18).
Karena itu, barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Allah, maka ia adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta’ala :
]ومن يدع مع الله إلها آخر لا برهان به فإنما حسابه عند ربه إنه لا يفلح الكافرون[.
“Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping (menyembah) Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka benar-benar balasannya ada pada Tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang kafir itu.” (QS. Al-Mu’minun: 117).
Dalam ayat-ayat Al-Quran yang lainnya disebutkan pula tanda-tanda kekuasaan Allah yang lainnya. Allah berfirman :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَآأَنزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. QS Al-Baqarah : 164
Ayat yang mulia ini mengukuhkan ayat-ayat sebelumnya mengenai bukti adanya Allah ta'ala dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan ayat-ayat Kauniyyah dan ayat-ayat Qauliyyah.
Nama-nama Allah
Setelah kita mengetahui adanya Allah ta'ala dengan berbagai tanda-tanda kekuasaannya maka Allah juga telah mengenalkan diriNya dengan nama-nama yang indah dan sifat-sifatnya yang mulia. Allah berfirman :
اللهُ لآَإِلَهَ إِلاَّهُوَ لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik), QS Thaha : 8
وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. QS Al-A'raf : 180
Ayat-ayat tersebut di atas menyebutkan dan mengkhabarkan bahwa Allah ta'ala memiliki nama-nama yang indah. Nama-nama tersebut adalah salah satu bukti kenberadaannya, selain itu makna yang terkandung dalam nama-nama tersebut adalah sebuah sifat yang menjadi puncak kemuliaanNya.
Perlu diperhatikan di sini bahwa nama-nama yang dimiliki oleh ta'ala adalah sesuai dengan keagungannya dan sesuai dengan apa yang menjadi makna dari nama tersebut. Di antara kaidah dalam memahami hal ini adalah :
أسـماء اللـه كل ما دل على ذات اللـه مع صفات الكمال القائمة به
"Nama nama Allah adalah semuanya yang menunjukkan kepada Dzat Allah serta mengandung sifat sifat yang sempurna bagi Dzat tersebut."
Contoh:
القـدير = Yang Maha Kuasa; mengandung sifat: 'kuasa'
العليم = Yang Maha mengetahui; mengandung sifat 'tahu'
الحكيم = Yang Maha Bijak; mengandung sifat: 'bijaksana'
السميع = Yang Maha Mendengar; mengandung sifat: 'dengar'
البصير = Yang Maha Melihat; mengandung sifat" 'lihat'
Maka nama-nama ini menunjukkan kepada Dzat Allah sebagai nama bagi Dzat Allah, dan menunjukkan atas sifat-sifat yang terkan-dung dalam pengertian nama-nama tersebut bagi sifat Allah.
Sifat-sifat Allah
Selain memiliki nama-nama yang indah Allah ta'ala juga memiliki sifat-sifat yang agung. Sifat-sifat tersebut tidaklah sama dengan sifat-sifat makhlukNya, bahkan sifat-sifatNya adalah puncak dari segala sifaat keagungan. Di antara ayat-ayat yang menyebutkan tentang sifat-sifatNya adalah :
اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَنَوْمُُ لَّهُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ {255} لآَإِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS Al-Baqarah : 255
Ayat ini dikenal oleh umat Islam dengan istilah ayat kursi, bisa jadi karena di dalam ayat ini terdapat kata "kursi" yang mereka maknai sebagai singgasana. Ada beberapa kaidah dalam memahami sifat-sifat Allah ta'ala, di antaranya adalah :
Kita menetapkan segala nama dan sifat yang telah Allah tetapkan untuk diriNya dan yang telah ditetapkan oleh RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tanpa tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil.
Adapun tentang tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil yang terdapat pada sebagian tafsir Al-Qur’an, maka penjelasan tentang hal itu (hanya ditujukan) kepada para pelajar (penuntut ilmu syar’i) karena apabila dijelaskan kepada orang-orang awam, mereka tidak akan dapat mengambil manfaat dari penjelasan tersebut, tentunya hal seperti ini tidak semestinya terjadi karena hanya akan menimbulkan was-was dan menyibukkan masyarakat dengan sesuatu yang tidak mereka pahami. Sebagaimana ungkapan Ali Radhiyallahu ‘anhu, “Berbicaralah kepada manusia dengan apa yang mereka pahami. Apakah kalian ingin mereka mendustakan Allah dan RasulNya” [6]
Sifat-sifat Allah ditinjau dari segi 'ditetapkan dan ditolak' maka terbagi dalam 2 macam :
(1). 'Sifat Tsubutiyah' (ثبوتيـة)
yaitu, sifat-sifat yang ditetapkan di dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi yang shahih; dan ini kita sudah bicarakan di atas.
(2). 'Sifat Salbiyah' (سـلبيـة)
Yaitu, sifat-sifat' yang yang dijelaskan di dalam Al-Qur'an dan lalu diberikan penolakan oleh Allah atas sifat-sifat tersebutkarena 'maha suci Allah' dari sifat-sifat itu.Adapun sifat-sifat yang ditolak oleh Allah I itu ialah :-Mati; bodoh; lupa; lemah; kantuk; tidur; penat; lelah; dzolimSifat-sifat ini telah kita bicarakan pada 'fasal membicarakan nama Allah "Al-Quddus" '
أما الصفات فـهي نعوت الكمال القائمة بـالذات
"Adapun sifat-sifat bagi Allah, ialah, sifat-sifat yang sempurna yang berada pada Dzat tersebut."
Contoh:-
العـلم (=tahu); Allah bersifat 'mengetahui' segala sesuatu.
الحكمة (=bijak); Allah bersifat 'bijaksana' dalam ketetapannya.
السمع (=dengar); Allah bersifat 'mendengar' semua bicara.
Ancaman Bagi orang-orang yang menolak Asma dan Sifat Allah
Mereka yang mengingkari Tauhid Asma wa Sifat berarti mengingkari salah satu macam Tauhid. Mereka yang ingkar ini tidak lepas dari dua keadaan yang berikut.
Pertama. Mengingkarinya setelah mengetahui bahwa itu memang benar adanya. Mereka mengingkarinya secara sengaja, dan mengajak yang lain untuk mengingkarinya. Maka mereka yang berlaku seperti ini telah kafir karena mengingkari apa yang telah Allah tetapkan untuk diriNya. Padahal mereka mengetaui hal tersebut tanpa perlu takwil-nya.
Kedua. Hanya ikut-ikutan kepada orang lain karena rasa percaya dan menyangka bahwa ia berada di atas kebenaran. Atau karena salah dalam menafsirkan, sementara ia menyangka berada di atas kebenaran. Mereka melakukan hal ini bukan karena sengaja mengingkari, tetapi karena ingin mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala ‘menurut pengakuan mereka’. Maka mereka-mereka yang seperti ini adalah orang-orang yang tersesat dan salah karena ikut-ikutan atau mentakwil (menafsirkan) sendiri.
Pertama. Mengingkarinya setelah mengetahui bahwa itu memang benar adanya. Mereka mengingkarinya secara sengaja, dan mengajak yang lain untuk mengingkarinya. Maka mereka yang berlaku seperti ini telah kafir karena mengingkari apa yang telah Allah tetapkan untuk diriNya. Padahal mereka mengetaui hal tersebut tanpa perlu takwil-nya.
Kedua. Hanya ikut-ikutan kepada orang lain karena rasa percaya dan menyangka bahwa ia berada di atas kebenaran. Atau karena salah dalam menafsirkan, sementara ia menyangka berada di atas kebenaran. Mereka melakukan hal ini bukan karena sengaja mengingkari, tetapi karena ingin mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala ‘menurut pengakuan mereka’. Maka mereka-mereka yang seperti ini adalah orang-orang yang tersesat dan salah karena ikut-ikutan atau mentakwil (menafsirkan) sendiri.
Kafirnya kelompok yang pertama sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala tentang kaum musyrikin. “Artinya : … Padahal mereka kafir (ingkar) kepada Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pemurah) …” [Ar-Ra’d : 30]
Syaikh Sulaiman bin Abdullah di dalam kitabnya, Taysir Al-Aziz, berkata, “Karena Allah telah menanamkan mereka yang mengingkari satu dari nama-namaNya (yaitu Ar-Rahman) dengan kafir, maka hal ini menunjukkan bahwa mengingkari bagian dari nama-nama dan sifat-sifatNya adalah kafir. Dengan demikian, siapa saja yang mengingkari sesuatu dari nama-nama dan sifat-sifatNya, baik itu orang-orang filsafat, Jahmiyah, Mu’tazilah, atau selain mereka-pun termasuk kafir, sesuai dengan kadar pengingkaran mereka terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah tersebut” [Lihat Taysir Aziz Al-Hamid hal. 575]
Beliau juga berkata, “Bahkan kami katakan, ‘Barangsiapa yang tidak beriman kepada nama-nama dan sifat-sifatNya, maka dia bukan termasuk orang-orang yang beriman. Dan barangsiapa di dalam hatinya ada rasa keberatan akan hal itu, maka dia seorang munafik” [Lihat Taysir Aziz Al-Hamid hal. 588]
Tauhid Asma dan Sifat bukanlah sesuatu yang baru dimunculkan oleh orang-orang belakangan. (Bukanlah) Anda telah mendengar hukum bagi siapa saja yang mengingkari nama Allah Ar-Rahman ! Dan (bukankah) mengimani Tauhid ini terdapat dalam pembicaraan para Shahabat, Tabi’in, Imam yang Empat, dan yang lainnya dari kalangan Salaf.
Imam Malik, ketika ditanya tentang masalah istiwa (tingginya) Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas Arsy-Nya berkata, “Istiwa (Allah) sudah sama dipahami, dan bagaimana (hakikat)nya tidak diketahui, sementara mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentang bagaimana (hakikat) Allah ber-istiwa adalah bid’ah”. [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.141] Abdullah bin Mubarak berkata, “Kita mengetahui bahwa Tuhan kita berada di atas langit yang tujuh ; ber-istiwa di atas Arsy-Nya ; terpisah dari makhluk-Nya. Kami tidak mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Jahmiyah” [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.151]
Imam Al-Auza’iy berkata, “Kami dan para Tabi’in mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah penyebutannya [1] di atas ‘Arsy-Nya dan kami mengimani apa saja yang terdapat di dalam Sunnah” [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.138]
Imam Abu Hanifah berkata, “Barangsiapa yang mengatakan, ‘Saya tidak tahu apakah Tuhan saya berada di langit atau bumi, berarti dia telah kafir karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
الرَّحْمَنُ عَلَى اْلعَرْشِ اسْتَوَى
“Artinya : Allah ber-istiwa di atas arsy-Nya” [Thaha : 5]
Dan arsy-Nya berada di atas langit yang tujuh” [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.136]
Jika anda ingin lebih jauh mengetahui tentang perkataan para salaf dalam masalah ini, maka lihat kitab Ijtima Al-Juyusy Al-Islamiyah ‘Ala Ghazwi Al-Mu’aththilah wal Jahmiyah (Bersatunya Tentara Islam dalam Memerangi Aliran Mu’ththilah dan Jahmiyah) oleh Imam Ibnu Al-Qayyim
Beberapa ulama memasukan Tauhid Asma dan Sifat ke dalam Tauhid Rububiyah dengan mengatakan bahwa Tauhid ada dua macam : Tauhid Fi Al-Marifat wa Al-Itsbat, yaitu Tauhid Rububiyah (dan masuk kedalamnya Tauhid Asma dan Sifat), dan Tauhid Fi Ath-Thalabi wa Al-Qashdi, yaitu Tauhid Uluhiyah. Akan tetapi, ketika mulai muncul orang-orang yang mengingkari Tauhid Asma dan Sifat, maka dijadikanlah Tauhid ini tersendiri untuk menetapkan masalah penetapannya dan menolak mereka yang mengingkarinya.
Referensi :
1. Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Al-Qawa'id Al-Mutsla : Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin
3. Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim : Ibnu Katsir
4. Jami' Shahih : Imam Bukhari
7. Fatawa Lajnah Daimah : Syaikh Shaleh Al-Fauzan dkk.
Hi ! Greetings from Germany :)
BalasHapusHi Too, Ahlan Wa Sahlan and Welcome to Our Blog... May Alloh Bles You Forever... Peace From Indonesia
BalasHapusterima kasih atas ilmu yang telah diberikan.. :)
BalasHapusya allah yterimah ksih atas anugrah yang kaw brikan
BalasHapussemoga kita selalu menjadi hamba yang bertaqwa
BalasHapus