Praktek
Ziyadah di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi” Purworejo
(Ditinjau
Dari Perspektif Hukum Islam)
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai latar, pembiayaan-pembiayaan dari BMT ada beberapa jenis
berdasarkan akad yang digunakan yaitu Bai Bitsaman Ajil, Murabahah, Mudharabah,
Musyarakah, Ijarah, dan Qardul Hasan. Dari berbagai macam akad dalam BMT
tersebut ziyadah (tambahan) merupakan hal pokok yang harus diperhatikan.Telah
menjadi pengetahuan umum dikalangan umat Islam bahwa salah satu dari persoalan
yang timbul dalam masyarakat sekarang dibidang ekonomi ialah bunga uang dan
riba. Bunga tidak dpat dipisahkan dengan ekonomi yang berlandaskan pada
kekuatan modal. Pinjam-meminjam modal (uang) dengan bunga merupakan suatu ciri
khas kehidupan ekonomi sekarang.
Pada umumnya modal untuk berusaha dibidang ekonomi, berapapun jumlahnya
mudah diperoleh apabila ada kesediaan membayar bunga. Tetapi sebaliknya kalau
tidak mau membayar bunga, mustahil dapat memperoleh modal yang dibutuhkan.
Sebab orang tidak mau meminjamkan uang dengan cuma-cuma dengan tidak memperoleh
sesuatu, padahal uang sangat dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya dan
keluarganya. Dapat dipahami bahwa meminjamkan modal pada lembaga simpan pinjam
memakan waktu yang cukup lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Kedudukan modal dalam kontelasi ekonomi modern adalah sedemikian
vitalnya. Ia merupakan sendi utama bagi usaha-usaha produksi dan distribusi.
Artinya tanpa modal usaha-usaha tadi tidak bisa berjalan semestinya. Tanpa
modal pinjaman mungkin orang masih bisa berusaha namun terbatas pada usaha
kecil-kecilan. Usaha yang sekalanya lebih besar seperti PT, CV, Firma, Koperasi
dan serikat dagang lainnya, jarang sekali yang modalnya dibiayai perorangan.
Kebanyakan perusahaan-perusahaan tersebut modalnya diperoleh dengan pinjaman.
Hal ini apabila tidak memakai bunga perusahaan itu sukar, bahkan tidak akan
mendapat pinjaman modal, untuk modal usahanya.Oleh sebab itu orang mengatakan
bahwa pinjam-meminjam uang denan menggunakan bunga sudah sedemikian rupa
kuatnya dalam masyarakat di zaman kini. Hal ini dapat dikatakan bahwa orang
tidak bisa memaksa diri untuk tidak melakukannya (mengambil bunga) karena semua
itu untuk kelanggengan hidupnya dan keluarganya.
Sementara hukum Islam melarang pemungutan riba dan nash larangannya cukup
jelas dan tegas sehingga orang tidak ragu-ragu lagi mengatakan bahwa riba itu
hukumnya haram.Berdosa orang yang memungutnya (riba) dan dilaknat oleh Allah
sampai dia di akhirat, begitulah ganjaran yang pasti bakal diterima si pekerja
riba, seperti halnya disebutkan dalam Al-Qur’an:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّباَ لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا
يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ …(البقرة:275)
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila… (Q.S. Al-Baqarah : 275)
Kutipan ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang meminjamkan uang itu
ibarat orang gila. Karena kehilangan perasaannya dan tidak dapat menggunakan
intelektualitasnya, dan dengan cara yang sama orang yang suka meminjamkan
uangnya selalu berfikir memperbanyak uangnya sehingga ia sendiri kehilangan
perasaan, ia sama sekali tidak berperasaan dan bodoh, tidak berfikiir bahwa
kesombongan dan ketamakannya telah menjauhkan dirinya dari akar cinta manusia,
persaudaraan dan ikut memikirkan orang lain. Ia tidak peduli bahwa harta benda
yang ia peroleh telah menyengsarakan orang lain. Demikianlah mereka berperilaku
seperti orang gila di dunia. Kelak kemudian hari ia akan bangkit seperti orang
gila pada hari kebangkitan, karenanya di akhirat nanti orang akan hidup kembali
dalam kondisi yang sama diwaktu ia mati.
Demikian kerasnya hukum syariat Islam menentukan dan menyebutkan biasanya
yang pasti akan diterima oleh sipekerja riba dibelakang hari, karena itu umat
Islam jarang sekali mengkaji masalah ini, dan tidak mau mengkaji lagi masalah
yang berhubungan dengan pertambahan.Padahal belum tentu setiap pertambahan
dalam usaha perdagangan hukumnya haram.
Karena bunga itu mirip dengan riba, yang mana menimbulkan kekaburan dan
keragu-raguan, maka timbul sementara anggapan dan pendapat dikalangan kaum
muslimin khususnya, bahwa bunga uang itu sama dengan riba, dan bunga itu pun
dianggap oleh ulama dan orang yang menganut ajaran Islam, hukumnya haram
seperti haramnya riba.
Yang menjadi permasalahan adalah apakah bunga itu sama dengan riba,
sehingga membungakan uang atau menimpan uang dengan menerima bunga terlarang
menurut hukum syari’at Islam bagaimanapun corak dan sifatnya. Haramkah hukumnya
menerima uang dari uang yang dipinjamkan untuk modal perusahaan atau usaha
perdagangan, karena fenomena yang berkembang atau terjadi di lapangan
(masyarakat) bahwasanya modal tidak bisa dipisahkan dengan bunga (tambahan dari
uang yang di pinjamkan)
Bahkan yang menarik dibahas adalah tentang larangan pinjam meminjam uang
yang memakai sistem bunga, yang sering menyerupai dengan riba oleh sebagian
umat Islam, bahwa mereka menganggap bunga sebagai kejahatan ekonomi yang
menimbulkan penderitaan masyarakat baik itu secara ekonomi, sosial maupun
moral. Oleh sebab itu kitab Suci Al-Qur’an melarang kaum muslim untuk memberi
atau menerima bunga.
Al-Qur’an mengatakan;
…وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّباَ …. (البقرة:275)
Artinya: “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba….” (QS. Al-Baqarah : 275)
Sementara itu usaha simpan pinjam sekarang ini tidak terlepas dari apa
yang namanya bunga (tambahan), karena uang tidak mungkin meminjamkan uang
dengan jangka yang cukup lama secara cuma-cuma, karena kalau uang yang di
pinjamkan tersebut digunakan untuk membuka usaha, uang itu akan menghasilkan
laba yang cukup banyak, tidak heran kalau peminjam mengembalikan lebih pada
yang meminjamkan.
Bisa dipahami bahwa, orang yang meminjamkan uang atau barang tadi akan
mendapat bagian dari hasil usaha di peminjam, karena barang atau uang yang di
pinjamkan akan mendapat hasil (laba). Apakah itu dapat dikatakan riba, padahal
dari kedua belah pihak saling menyetujui aqad mau sama mau, serta sering
dilakukan atau sudah menjadi budaya si peminjam memberikan kembalian lebih
karena modal itu untuk usaha.
Terbentuknya bank yang berlandaskan syari’ahlah diharapkan dapat menjadi
solusi yang tepat bagi permasalahan diatas. Salah satu bagian terkecil dari
perbankan syari’ah adalah BMT (Baitul Maal Wat Tamwil). BMT mempunyai kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) dan
menyalurkan lagi pada masyarakat dalam bentuk pembiayaan (kredit). Untuk
memberikan pembiayaan pada masyarakat, BMT akan mengadakan penilaian / analisa
terlebih dahulu karena pembiayaan sebagai bagian dari investasi tentunya
memiliki risiko. Dengan analisa tersebut dapat diketahui bahwa pembiayaan yang
diajukan cukup layak atau tidak untuk dibiayai, sehingga dari kegiatan
penilaian tersebut BMT dapat memperkecil risiko yang mungkin timbul.
Pembiayaan-pembiayaan dari BMT ada beberapa jenis berdasarkan akad yang
digunakan yaitu Bai Bitsaman Ajil, Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah,
dan Qardul Hasan. Dari berbagai macam akad dalam BMT tersebut ziyadah
(tambahan) merupakan hal pokok yang harus diperhatikan.
Pada prakteknya penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung. Besarnya prosentasi berdasarkan pada jumlah uang (modal)
yang dipinjamkan. Pembayaran bunga tetap seperti apa yang dijnjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankannya oleh pihak nasabah
untung/rugi.Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan berlipat.
Sedangkan bagi hasil, penentuan besarnya rasio/nisab bagi hasil dibuat pada
waktu deengan berpedoman pada kemungkinan untung/rugi. Besarnya rasio bagi
hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Bila usaha yang
dijalankan mengalami kerugian, maka akan ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan. Kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga (interest/bunga)
lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga
kurang mempertimbangakan dampak sosial
yang ditimbulkannya. Berbeda dengan sistem bagi hasil (profit-sharing), Sistem
ini berorientasi pada pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia.
Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis ingin mengadakan research
(penelitian) tentang ziyadah dalam praktek simpan pinjam di BMT “An-Nawawi”
Purworejo.
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih mengetahui
permasalahan-permasalahan tersebut diatas maka penulis merumuskan permasalahan
yang akan menjadi inti pembahasan dalam skripsi ini.
1.
Bagaimana praktek ziyadah
(tambahan) pada akad pembiayaan di BMT
koperasi pondok pesantren “An-Nawawi”.
2.
Bagaimana kejelasan praktek
ziyadah tersebut bila dilihat dari
perspektif hukum Islam.
C. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini
terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis sebagaimana berikut;
Untuk mengetahui praktek ziyadah
(tambahan) pada akad simpanan dan
pembiayaan di BMT koperasi pondok
pesanren “An-Nawawi”.
Untuk mengetahui kejelasan praktek
ziyadahdi BMT koperasi Pondok pesantren “An-Nawawi” dilihat dari perspektif hukum Islam.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menjelaskan prkatek ziyadah
di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi” maka penulis menggunakan buku-buku yang
berkaitan dengan ziyadah, sekilas BM dan sebagainya. adapun buku yang penulis
pakai adalah Panduan Praktis Operasional Baitul Mal wat Tamwil (BMT), penulis
Hertanto Widodo dan kawan-kawan. buku ini berisi tentang pedoman praktis bagi
pelaksanaan akuntansi syari’ah di Indonesia dan konsep ekonomi yang tidak
terjebak dalam unsur riba. Menurutnya bahwa BMT adalah model lembaga keuangan
yang ideal bagi umat Islam karena tidak melanggar etika syari’ah. sebab-sebab
munculnya BMT adalah menjembatani kegelisahan umat atas kebimbangan terhadap
bank konvensional. BMT adalah solusinya yaitu dengan mengembangkan konsep bagi
hasil dalam bentuk mudharabah, murabahah, musyarakah, dan bai’ bitsaman ajil.
Fiqh Mumalah Kontekstual, karangan
Ghufron A. Mas’adi. Buku ini berisikan kecaman, ancaman keras dan pengharaman
riba dipertentangkan dengan seruan shadaqah yang sangat gencar. Praktek riba
yang memungut keuntungan secara berlipat ganda dipertentangkan dengan
pahala shadaqah yang spektakuler, dan
riba sebagai hutang kepada manusia dipertentangkan dengan shadaqah yang
dinyatakan sebagai pinjaman kepada Allah. Jelaslah bahwa tujuan dari semua itu
adalah bahwa Allah bermaksud
menghapuskan tradisi Jahiliyah, yakni praktek riba, dan menggantinya
dengan tradisi baru yakni shadaqah.
Teori dan praktek ekonomi Islam,
Karangan M. Abdul Manan, Buku ini berisikan dua sumber pokok (al-Qur’an dan
Sunnah) melarang keras adanya bunga karena kezalimannya (Q.S. Al Muzzammil dan
Q.S. Al-Baqarah) tetapi beberapa orang Islam silau oleh pesona lahiriyah
peradaban Eropa mengatakan bahwa yang dilarang Islam adalah riba bukan bunga.
mereka berpendapat bahwa bunga yang dibayarkan pada pinjaman investasi dalam
kegiatan produksi tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur’an karena hukum ini
mengacu pada riba yaitu bukan pnjaman yang bukan untuk produksi dimasa pra
Islam. Pada masa itu orang tidak mengenal pinjaman produksi dan pengaruhnya
pada perkembangan ekonomi. Dalam hal ini mereka dalam mengajukan teori bunga
tampaknya mengabaikan al-Qur’an yang
merupakan firman Allah terakhir bagi pedoman manusia. Selain itu dalam
karya-karya ilmiah belum ada yang
mengkaji analisis hukum islam terhadap praktek ziyadah di BMT koperasi pondok
pesantren an-Nawawi Purworejo. Akan tetapi kajian pemikiran yang membahas
tentang konsep BMT sudah banyak dilakukan.
Abdul Bari, mahasiswa Fakultas
Syari’ah melakukan penelitian tentang mekanisme dan prosedur pembiayaan Bai Bistaman Ajil di BMT Binama Semarang.
Dalam studi Tugas Akhir ini, Abdul Bari melakukan pembahasan tentang dominannya
akad BBA (jual beli) pada segment financing tamwil BMT Binama dalam
pengembangan produknya agar lebih inovatif dan kreatif. Diantaranya dengan
langkah yang bisa mendorong tumbuh kembangnya BMT itu sendiri dengan
meningkatkan SDM agar lebih profesional serta memberikan layanan yang mudah dan
tepat terutama dalam proses pengajuan pembiayaan.
Selain itu Fiqotun Ni’mah Mahasiswa
Fakultas Syari’ah melakukan penelitian di BMT Binama Telogo Sari tentang
Analisa Pembiayaan Mudharabah.Dalam hal pemberian fasilitas penyediaan dana
kepada pihak yang membutuhkan untuk peningkatan usaha (baik produksi,
perdagangan maupun investasi) melalui pembiayaan mudharabah yang ada di BMT
Tlogosari dan membandingkannya dengan Fiqih Mu’amalah.
Oleh karena itu dari telaah yang
penulis sampaikan dari beberapa pendapat di atas, mengenai analisis hukum Islam
terhadap praktek Ziyadah di BMT Kopontren “An-Nawawi” Purworejo, yang menurut
hemat penulis belum pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya, sehingga patut
untuk dikaji lebih mendalam sebagai konsep dalam rangka membangun pengembangan
ekonomi. Khususnya di BMT Kopontren “An-Nawawi”.
E. Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
penelitian ini termasuk field
research, berarti penelitian lapangan yaitu penelitian obyek di lapangan untuk
mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang
berhubungan dnegan praktek ziyadah di Pondok Pesantren “An-Nawawi” Purworejo.
Adapun tehnik pengumpulan datanya,
penulis mempergunakan tiga metode, yaitu:
a. Observasi
Observasi merupakan metode pengamatan
dan pencatatan secara jelas sistematis tentang fenomena-fenomena yang dijumpai
dalam penelitian di lapangan/obyek yang diselidiki.Dalam observasi ini, data
yang ingin penulis peroleh secara langsung bersumber dari lingkungan Pondok
Pesantren “An-Nawawi” Purworejo, khususnya yang berhubungan dnegan praktek
ziyadah di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi” Purworejo.
b. Interview
Interview adalah metode pengumpulan
data dengan cara mengadakan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara
sistematis dan berlangsung sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan menurut
Koentjaraningrat dalam bukunya Metode-Metode Penelitian Masyrakat menjelaskan,
bahwa interview mencakup cara-cara yang dipergunakan seseorang untuk tujuan
tertentu mencoba mendapatkan keterangan/pendirian secara lisan dari seorang
secara responden.
Metode interview ini penulis
pergunakan untuk mendpatkan data tentang
prkatek ziyadah di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi”.
c. Dokumentasi
Dokementasi adalah untuk
mendapatkan data yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti leger, notulen, agenda dan sebagainya. Adapun penggunaannya, menurut
Kontjoroningrat adalah sebagai bahan klasik untuk meneliti perkembangan historis
yang khusus, biasanya dipergunakan untuk menjawab pertanyaan tentang apa, kapan
dan dimana.
2.
Metode Analisis Data
Dalam menganalsis data, penulis
menggunakan metode deskriptif analistis yaitu suatu metode sebagai prosedur, pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek dari
penelitian berdasarkan fakta yang tampak
sebagaimana adanya.
F.
Sistematika Penulisan Skripsi
Adapun sistematika penulisan
skripsi, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang merupakan
garis-garis besar pembahasan isi pokok skripsi yang terdiri atas; latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka,
metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Konsep Riba dalam Islam dan sekilas
tentang BMT yang di dalamnya disajikan dua tema pokok, yaitu konsep tentang
riba dalam Islam yang meliputi uraian tentang pengertian riba, macam-macam
riba, dasar hukum riba, pendapat ulama’ tentang riba; kedua, Sekilas Tentang
BMT, yang meliputi uraian tentang pengertian BMT, Produk-produk BMT, sistem
yang digunakan dalam BMT.
Bab III Dalam bab ini penulis membahas tentang
BMT pondok pesantren “An-Nawawi” Purworejo yang merupakan potret dari penelitian
lapangan yang di dalamnya dikemukakan tentangh; pertama, sejarah berdirinya
pondok pesantren “An-Nawawi” Purworejo; kedua, Biografi pondok pesantren
“An-Nawawi” Purworejo, ketiga struktur organisasi; ke empat jasa-jasa yang
dihasilkan dan target BMT; kelima, pelaksanaan ziyadah di BMT “An-Nawawi”
Purworejo.
Bab IV Bab ini merupakan inti dari penulisan
dan pembahasan skripsi, dimana penulis mengemukakan analisis tentang ziyadah
dalam praktek simpanan dan pembiayaan di BMT “An-Nawawi” Purworejo ditinjau
dari perspektif hukum Islam.
Bab V Penutup yang merupakan bagian akhir
dari isi pokok skripsi, yang terdiri dari tiga pembahasan yaitu pertama tentang
kesimpulan, kedua; saran-saran, ketiga; penutup