Abdurrahman Misno BP
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى
كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. QS. Al-Isra: 70.
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS
Ibrahim ayat 7).
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ
اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan
sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS An-Nahl ayat 36)
كُلُّ مَوْلُوْدٌ يُوْلَدُ عَلَى فِتْرَهُ فَاَبَوَّاهُ
يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِسَا نِهِ
“Setiap
anak terlahir dalam keadaan fitnah, maka orang tuanya yang menjadikannya
seorang Yahudi, Nashrani, atau majusi” (HR. Muslim).
Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Syukur kepada Allah ta’ala yang
senantiasa memberikan curahan nikmatnya kepada kita semua. Kenikmatan terbesar
yang harus senantiasa kita syukuri adalah nikmat iman dan nikmat Islam.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam nabiyyina Muhammad
Shalallahu Alaihi Wassalam kepada ahli baitnya, para shahabatnya dan
orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak sunnahnya hingga hari kiamat tiba.
Hari-hari ini masyarakat Indonesia
sedang bergembira karena menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sudah 71 tahun Indonesia merdeka, terbebas dari penjajahan
dan kedzaliman dari bangsa lainnya. Sebagai orang yang beriman, kita patut
bersyukur dengan kemerdekaan ini, ya… kemerdekaan adalah salah satu dari
kenikmatan dari Allah ta’ala yang patut kita syukuri. Maka muncul pertanyaan,
“Bagaimana Islam memandang kemerdekaan?” atau “Bagaimana kita sebagai umat
Islam mengisi kemerdekaan ini”?
Hadirin yang berbahagia
Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى
كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. QS. Al-Isra: 70.
Imam Az-Zamakhsyari menafsirkan
ayat ini dengan menyatakan:
كرّمه
الله بالعقل ، والنطق ، والتمييز ، والخط ، والصورة الحسنة
Allah ta’ala telah memuliakan manusia dengan diberikannya
anugerah akal, lisan, mampu membedakan yang baik dan buruk serta jasmani yang
sempurna.
Allah ta’ala juga telah memuliakan
manusia hingga ia memiliki kebebasan untuk berbuat di muka bumi tanpa adanya
paksaan dan penjajahan. Segala bentuk diskriminasi dan pemaksaan adalah
bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan. Perjuangan para syuhada
Nusantara dalam membela tanah air tercinta adalah menjaga kedaulatan agama dan
negara tanpa ada campur-tangan bangsa asing lainnya.
Sidang Jum’ah rahimakumullah
Sejenak marilah kita membuka
sejarah Indonesia, bagaimana mereka berjihad mempertahankan agama dan negara
agar terbebas dari penjajahan. Ranah Minang menjadi saksi perjuangan Kaum Padri
dalam membela agama dan negeri. Kehadiran mereka terus bertambah walau ditumpas
oleh penjajah. Inilah kesaksian dari Steyn Parve, salah seorang mantan residen
Padangsche Bovenlanden: Tetapi sekte Paderi tidak muncul sebentar saja.
Sebaliknya, sekte ini laksana cahaya yang muncul dan bertahan lama, terus
menerus memperlihatkan sinarnya kepada kita.
Inilah kekuatan ideology Islam
yang terus bersinar menjadi mercusuar semangat kemerdekaan. Hal ini terjadi
pula di tanah Selebes (Sulawesi), Sultan Alauddin Makasar menyatakan “Allah
ta’ala telah menciptakan bumi dan lautan, (dan telah) membagikan bumi di antara
manusia, (begitu pun) Dia memberi lautan sebagai milik bersama. Tidak pernah
kami mendengar bahwa pelayaran di lautan dilarang bagi seseorang. Jika engkau
melakukan larangan itu, berarti engkau seolah-olah mengambil roti dari mulut
orang (lain)”. Ini adalah ucapan beliau ketika VOC melarang perdagangan Makassar
ke Maluku. Dengarkan pula kisah dalam Syair Perang Mengkasar yang
dipimpin oleh Sultan Hasanudin: “Lima tahun lamanya perang, Sedikit pun
tidak hatinya bimbang, Sukacita hati segala hulubalang, Melihat musuh hendak
berperang. Mengkasar sedikit tidak gentar, Ia berperang dengan si Kuffar, Jikalau
tidak ra’yatnya lapar, Tambahi lagi Welanda kuffar.
Kembali ke Tanah Sumatera,
dengarlah kisah dalam Syair Perang Menteng Palembang; Haji berteriak
Allahu Akbar, Datang mengamuk tak lagi sabar, Dengan tolong Tuhan Malik
Al-Jabbar, Serdadu Menteng habislah bubar. Jika demikian adanya maka
perjuangan dalam membebaskan negara didasarkan pada keinginan untuk merdeka
dari segala bentuk penjajahan dalam bidang agama dan negara.
Ini pula yang telah disampaikan oleh sahabat Rib’iy bin
Aamer radhiyallahu ‘anhu saat beliau diutus khalifah Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu untuk bernegosiasi bilateral dengan
negara adidaya Persia. Rib’iy berkata kepada Panglima Persia Rustum:
ابتعثنا الله لنخرج الناس من عبادة العباد لعبادة الله
وحده
“Kami (umat
Islam) diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan sesama hamba
untuk menghamba kepada Allah semata.”
Hadirin yang berbahagia
Kemerdekaan dalam Islam adalah
terbebasnya manusia dari segala bentuk penghambaan kepada manusia lainnya.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ
اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan
sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” QS An-Nahl: 36.
Imam Al-Baghawi menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa
Allah ta’ala telah mengutus pada tiap umat sebagaimana bagi kalian umat Islam,
agar menyembah Allah ta’ala dan menjauhi taghut (Segala sesuatu yang
diibadahi dan ditaati selain Allah ta’ala). Maka ayat ini juga menunjukan
bahwasanya kemerdekaan dalam Islam adalah kemerdekaan dan terbebas dari segala
penyembahan kepada selain Allah ta’ala.
Inilah makna kemerdekaan yang
tercatat dalam Al-Qur’an, padanya terdapat kisah Nabi Ibrahim yang mencari
Allah ta’ala sebagai satu-satunya Rabb (Pencipta) dan membebaskan diri dari
segala sesembahan selainNya:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ
هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ فَلَمَّا رَأَى
الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ
يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي
هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا
تُشْرِكُونَ إِنِّي
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا
مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang
(lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu
tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian
tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku".
Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang
sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata:
"Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu
telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri
dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. QS.
Al-An’am: 76-79.
Kemerdekaan dalam Islam
selanjutnya adalah pembebasan umat manusia dari kesewenang-wenangan penguasa.
Hal ini terdapat dalam kisah Nabi Musa ketika membebaskan bangsanya dari
penindasan Firaun. Kekejaman Fir’aun merupakan representasi penguasa yang
menyombongkan diri dan sok berkuasa di muka bumi (mustakbirun fi al-ardh).
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ أَنْجَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ
وَيُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلاءٌ
مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah), ketika Musa
berkata kepada kaumnya: "Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia
menyelamatkan kamu dari (Firaun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu
dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan
hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar
dari Tuhanmu". QS. Ibrahim: 6.
Hal yang menarik dari ayat ini
adalah pada ayat berikutnya yaitu:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS
Ibrahim ayat 7)
Maka ayat tentang bersyukur atas
segala kenikmatan dalam ayat ini berdasarkan asbab an-nuzulnya adalah
kenikmatan pada Bani Israil atas kemerdekaannya terbebas dari penjajahan
Fir’aun. Namun, sayangnya Bani Israil tidak bisa bersyukur dengan kemerdekaan
tersebut hingga akhirnya mereka mendapatkan adzab yang pedih yaitu terusir dari
negerinya dan menjadi pengungsi selama lebih dari 40 tahun.
Kisah kemerdekaan paling fenomenal
dalam Islam adalah kisah sukses Nabi Muhammad dalam mengemban misi profetiknya
di muka bumi untuk membebaskan manusia dari penjajahan agama dan hegemoni
berhala:
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا
تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي
مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai
Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS.
Al-Maa’idah: 3.
Kehadiran Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wassalam adalah untuk membebaskan manusia dari segala bentuk
penjajahan dan hegemoni, baik dari sisi agama ataupun dalam mengangkat derajat
umat manusia. Memanusiakan manusia yang diperjuangkan oleh beliau adalah
menjadikan manusia terbebas dari kedzaliman manusia lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...