Oleh: Ibnu Mohd Djahri
Manusia adalah
makhluk yang lemah, salah satu buktinya adalah terbatasnya panca indra yang
dimilikinya. Mata hanya mampu memandang sejauh mata memandang, ia juga tidak
bisa melihat sesuatu yang lebih kecil dari jangkauan matanya hingga diperlukan
alat semacam mikroskop untuk melihatnya. Pendengaran manusia juga sangat
terbatas hingga tidak mampu mendengar suara yang kurang atau lebih dari standar
pendengaran manusia. Bahkan tubuh manusia itu sangat lemah, hingga dengan
sangat mudah terserang berbagai bakteri dan virus tanpa diketahui cara masuk ke
tubuh manusia.
Kelemahan
manusia juga terlihat dari terbatasnya ilmu pengetahuan yang dimilikinya,
sehingga tidak semua orang mampu untuk menguasai semuanya. Ilmu kedokteran
misalnya, hanya para dokter yang mengetahuinya. Lebih spesifik lagi, tidak
semua dokter juga memahami penyakit dalam (semisal jantung dan paru-paru).
Hanya mereka yang ahli dan spesialisasi di bidang itu yang memahami, itupun
masih terus mengalami perkembangan karena semakin banyaknya penyakit yang ada
pada diri manusia.
Sebagai manusia
biasa yang tidak paham dengan ilmu kedokteran tentu kita lebih tidak mengetahui
lagi berbagai penyakit yang ada dalam tubuh kita. Hanya hasil pengalaman
sendiri atau pengalamana orang lain yang sedikit membantu kita, bahkan dokter
pun selalu mengatakan ini adalah diagnosis yang bisa jadi benar atau salah.
Sehingga ketika tertimpa suatu penyakit kita akan berupaya untuk mengobatinya
dengan berbagai obat yang direkomendasikan oleh dokter atau orang-orang di
sekeliling kita.
Masalahnya
adalah obat yang kita jadikan penawar belum tentu sesuai dengan penyakit kita,
karena bisa jadi diagnosa salah atau obat tersebut tidak sesuai dengan kondisi
tubuh kita. Tidak semua obat cocok untuk semua orang, banyak orang yang
memiliki alergi atau kekhususan yang ada dalam tubuhnya. Maka, ketika kita
sakit dan minum obat sejatinya itulah ikhtiar (usaha) dari manusia. Kita tidak
tahu apakah diagnosis penyakit itu benar, atau obat tersebut cocok dengan kita
apalagi dengan dosis yang kadang karena ingin cepat sembuh kemudian ditambahkan
dosisnya.
Ya... inilah
hakikat dan makna dari ikhtiar, karena sejatinya yang menyembuhkan itu adalah
Allah Ta’ala Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Obat itu hanya perantara
yang dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai wasilah bagi sembuhnya penyakit
kita. Sebagai seorang muslim kita harus meyakini hal tersebut, termaktub secara
jelas dalam Kalam-Nya Surat Asy-Syu’ara ayat 80 “dan Apabila aku sakit, Dialah
(Allah) yang menyembuhkan aku”. Keyakinan ini haruslah terpatri dalam hati
setiap muslim, bahwa Allah Ta’ala yang menyembuhkan semua penyakit, kita
manusia hanya berikhtiar yang dibarengi pula dengan do’a.
Ikhtiar untuk
berobat dengan berbagai penawar yang kita tidak ketahui penyakit dan
kecocokannya menunjukan ikhtiar yang tinggi. Karena sebagai manusia kita
diperintahkan untuk berusaha, tentu saja harus didasari oleh keyakinan bahwa
Allah Ta’ala yang menyembuhkan. Sebagaimana do’a yang kita panjatkan, kita
tidak tahu kapan ia dikabulkan tapi yakin bahwa Allah akan mengabulkan doa
kita. Jika demikian adanya, teruslah berikhtiar dengan dasar keyakinan bahwa
Allah Ta’ala yang menyembuhkan kita, bukan obat-obatan itu. Wallahua’lam
bishawab.
Kota Hujan,
Capek Mendalam Selepas Maghrib
25022021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...