Bismillah.
Laa Haula wa laa quwwata Illa
billah..
Innalilahi wa inna ilaihi raji'un
Saat ini, Allah menempatkan diriku
menjadi seorang isteri dan ibu. Dua peran yg merupakan fitrah seorang
perempuan. Namun, ada satu peran lainnya yg paling utama dan tidak pernah
berubah sejak aku dilahirkan selain menjadi seorang anak dari orangtua, yaitu
peran sebagai hamba Allah. Sebagai Khalifah di bumi. Sebagai seorang Muslimah
yg jika betul jujur dalam menghidupkan peran tersebut, maka seharusnya sadar
bahwa Muslim berasal dari kata aslama - yuslimu - islaaman yg artinya
menyerahkan diri sepenuhnya, surrender to Allah, the one and only.
Maka sejak hari kelahiran ku, 24
tahun yg lalu, setiap harinya, saat ini, dan hingga aku wafat kelak, tidak
peduli bagaimanapun keadaan ku, siapa orangtua ku, seperti apa pola asuh ku,
harta, ilmu, jabatan, suami, anak, dan apapun itu yg di dititipkan padaku oleh
Allah di dunia ini, seharusnya hanya menjadi eksternal yg merupakan tools untuk
mencapai tujuan mencari Ridha Allah, taat dan berserah kepada Nya semata.
Bukankah demikian salah satu hikmah
Allah ceritakan dalam Al-Qur'an berbagai macam kisah yg beraneka ragam? Nabi
Ibrahim dengan orangtua yg metode parenting nya berbasis kesyirikan, nabi Nuh
dengan anak yg durhaka bahkan memilih jalan yg salah padahal sudah diingatkan
setiap saat, Asiah dengan pasangan yg tidak se frekuensi bahkan berkarakter
narsistik, nabi Yusuf dengan saudara-saudara yg egois bahkan berani melakukan
kekerasan fisik, Maryam yg menjadi single mother di tengah kaum yg menuduhnya
berbuat tercela, nabi Zakariya dan isterinya yg mandul, Hajar yg harus
menjalani hubungan jarak jauh dengan suaminya dan hanya ditinggalkan dengan
seorang bayi di tengah gurun pasir, nabi Musa yg harus berpisah dengan orangtua
ketika bayi dan diangkat anak oleh orang paling kejam sedunia, terlebih
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dengan segala tantangan tekanan fisik,
mental, emosi, batin yg terus menerus, padahal mengajak kaumnya menuju
kebaikan..
Tidakkah itu semua mengajarkan ku
sesuatu?
Berapa kali aku membaca Al-Qur'an?
Dan berapa banyak kamu melewatkan
segala pembelajaran tersebut?
Apakah Allah menyia-nyiakan mereka?
Ketika tidak ada satupun orang yg
membantu mereka, semua pintu sudah tertutup, apa yg mereka lakukan?
Hidup mereka jauh lebih sulit
dariku, jauuuh sekali perbedaannya, tapi kenapa aku seolah jadi orang paling
menderita di dunia?
Bukankah ketika mereka menyadari
makna hidup, bahwa ini semua hanyalah tentang aku dan Allah, tentang
pertanggungjawaban ku sebagai hamba di dunia, semua menjadi ringan?
Hidup memang tidak selalu
menyenangkan, tapi juga tidak selalu menyedihkan. Allah sendiri yg mengatakan
bahwa dunia adalah tempat ujian, penjara bagi nabi Adam dan anak keturunannya
untuk kemudian kembali ke akhirat. Maka wajar ujian akan tetap selalu ada.
Ujian kebahagiaan, ujian kesulitan, ujian kelalaian. Untuk melihat apa yg akan
aku lakukan.
Maka, sudah, maafkan~
Memaafkan itu, bukan membenarkan
perbuatan salah. Oranglain mungkin pernah mendzalimi kita. Tapi memaafkan,
adalah tentang membiarkan apa yg terjadi di masa lalu untuk berlalu, dan kita
memilih dengan sadar mengambil kontrol hidup kita untuk moving forward dan
membuka diri untuk terus berbuat baik. @aisyahassalafiyah
Nice post . Also check the clark county courthouse washington
BalasHapus