Oleh: Misno
Buku menjadi bagian dari hidup
saya, kebiasaan membaca telah ada sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar
(SD), nun jauh di ujung selatan Pulau Jawa. Sedikit dari murid-murid di SDN
Ujungmanik III yang datang ke perpustakaan, membaca buku dan meminjamnya untuk
dibawa ke rumah. Bukan hanya dibaca,
bahkan karena terbatasnya bahan bacaan di rumah, karena keluarga hanya seorang
buruh tani maka buku tersebut saya salin untuk dibaca kembali ketika buku yang
dipinjam sudah dikembalikan ke perpustakaan sekolah.
Buku dan membaca isinya terus
berlanjut, bahkan ketika terpaksa harus putus sekolah karena orang tua tidak
ada lagi biaya. Berbekal semangat untuk membaca, beberapa buku yang dijual di
loakan kaki lima saya beli untuk memuaskan dahaga membaca. Waktu itu saya ikut
Bu De (Kakak Ibu) yang merantau ke Jakarta. Keinginan kuat untuk melanjutkan
sekolah, akhirnya saya mengikuti kelas Paket C (Setara SMU), dengan tetap
membaca dari berbagai sumber yang ada. Tentu saja, koran bekas pembungkus nasi
atau majalah menjadi bahan bacaan saya, hingga mengantarkan saya ke bangku
kuliah.
Bukan perkara yang mudah, ketika
memasuki dunia kampus, dengan tetap bekerja untuk memenuhi kehidupan sendiri di
sekitar ibukota Jakarta. Berbekal semangat membaca dan buku yang selalu ada di
jiwa dunia kuliah di selesaikan dengan baik bahkan menjadi Lulusan Terbaik
dengan Predikat Cumlaude. Setelah menyelesaikan Program Sarjana Hukum, kembali
kegundahan itu muncul “Apakah hanya sampai di sini, atau harus kuliah lagi ke
jenjang yang lebih tinggi?” Seorang anak buruh tani yang miskin kembali
berfikir, hingga kecintaannya pada buku menyampaikannya pada level merangkai
kata dan kalimat hingga menjadi sebuah maha karya.
Menulis buku menjadi pelampiasan
semangat membaca dan meningkatkan kemampuan akademiknya, hingga akhirnya
mengantarkan pula kuliah di jenjang pascasarjana. Sambil menulis buku dan
membantu beberapa teman kelas menyelesaikan tugas-tugas kuliah akhirnya selesai
juga kuliah di pascasarjana Program Studi Ekonomi dengan menyandang gelar Magister
Ekonomi. Hal yang membanggakan adalah lulus sebagai mahasiswa terbaik dan nilai
IPK “Dengan Pujian” alias cumlaude.
Mampukah anak petani buruh ini
mencapai level akhir strata pendidikan di negeri ini? Program Doktoral menjadi
mimpi banyak orang, namun sepertinya belum saatnya untuk dinikmati oleh anak
buruh tani yang miskin ini. Namun, semangatnya untuk terus membaca dan menambah
ilmu pengetahuan mengantarnya menghasilkan berbagai “maha karya”, yaitu
berbagai buku yang diterbitkan di penerbit Indonesia. Masa berlaku hingga dua
tahun lebih, ketika tawaran untuk kuliah lagi datang dari Universitas Negeri di
Bandung. Akhirnya dengan modal nekat, petualangan akademik di Kota Kembang dimulai,
tentu saja dengan perjuangan yang luar biasa karena harus pulang pergi seminggu
sekali dari Bogor ke Bandung.
Kesungguhan dalam perjuangan tidak
sia-sia, semangat membaca, buku, dan cinta ilmu pengetahuan mengantarnya lulus
di jenjang Doktoral bahkan menjadi lulusan terbaik dengan predikat Cumlaude”.
Alhamdulillah…
Buku dan membacanya menjadi bagian
tidak terpisahkan dalam hidup saya, bahkan dengan target lima kali umru saya
maka menghasilkan maha karya menjadi motivasi yang menjadikan hidup ini lebih
bermakna. Semoga…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...