a) Teori Korespondensi
Teori kebenaran
korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah
benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran
atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi (ungkapan atau
keputusan) adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan
apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris
pengetahuan.
Ujian kebenaran
yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita
obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaianantara
pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement)
dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya,
karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan
yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237).
Jadi, secara
sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan
adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa
mengatakan “matahari terbit dari timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab
pernyataan tersebut bersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa
matahari terbit dari timur dan tenggelam di ufuk barat.
Menurut teori
korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung
terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan
fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itusalah (Jujun,
1990: 237).
b) Teori Koherensi atau Konsistensi
Teori kebenaran
koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau
konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawakepada pernyataan
yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten denganpernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55)., artinyapertimbangan
adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain
yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
Suatu kebenaran
tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antara pernyataan
dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yangkonsisten
dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisidilahirkan untuk
menyikapi dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsisten serta adanya
interkoneksi dan tidak adanya kontradiksi antara keduanya.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah perbuatan yang
dilarang oleh Allah” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa
“mencuri adalah perbuatan maksiat, maka mencuri dilarang oleh Allah” adalah
benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang
pertama.
Kelompok
idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan Royce
memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap
pertimbangan yang benar dan tiap-tiap
sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan
realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)
Teori Pragmatik
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam
sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals
Clear”. Teori inikemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang
kebanyakan adalahberkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering
dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah
William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead
(1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57).
Teori kebenaran
pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu
dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebut bagi
manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya
teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.
Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis. Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu
berlaku atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna
(useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi
para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat
dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory
consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau
mutlak.
Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari
keuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi.
Ilmupengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia.
Dengankata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini
membawajiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah
mencarimanfaat sebesar mungkin bagi manusia.
d) Teori Performatif
Teori ini
menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim diIndonesia
mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang
lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Masyarakat
menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh pemegang otoritas
tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut bertentangan dengan bukti-bukti
empiris.
Dalam fase
hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang
otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,pemimpin adat,
pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapatmembawa kepada
kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib,adat yang stabil
dan sebagainya.
Masyarakat
yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis
danrasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran
dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat
patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Merekatidak berani
melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakanrasio untuk
mencari kebenaran.
e) Teori Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada
paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau
mendukung paradigma tersebut. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang
kokoh karena adanya paradigma. Sebagai komitmen kelompok, paradigma merupakan
nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok
meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama.
Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai
bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma
berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu
paradigm dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa
mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara
tuntas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...