Oleh: Misno Mohd Djahri
Pandemi Covid-19 hingga saat ini
belum selesai, bahkan di awal Agustus 2021 jumlahnya semakin meningkat. Hal ini
yang kemudian menjadikan pemerintah menggenjot vaksinasi untuk semua warga
negara. Jika pada awal mulainya program vaksinasi banyak terjadi kontroversi
terkait dengan kehalalan vaksin, isu tentang chips yang ada pada vaksin hingga
ancaman kematian apabila divaksin. Kontroversi ini perlahan mulai mereda dengan
berbagai kampanye, isu dan pola komunikasi pemerintah yang massif kepada
masyarakat hingga kemudian menjadi program nasional di tahun 2021.
Pihak-pihak yang menolak vaksin
kini bisa dihitung, dari sedikit mungkin penulis salah satunya. Entah karena
alasan ideologis, atau termakan berbagai isu tentang vaksinasi hingga logika
sederhana yang selalu ada di benak “Saat ini saya sehat, Alhamdulillah.
Kalau saya divaksin saya takut malah jadi sakit”. Entah sampai kapan logika
ini akan bertahan, beberapa waktu lalu penulis sudah didaftarkan untuk ikut
vaksinasi di Puskesmas dekat tempat kerja, namun karena jadwal yang tidak bisa
diganggu gugat akhirnya tidak jadi vaksinasi. Waktu berjalan hingga lebih
kurang dua bulan, kini lembaga membuka kembali program vaksinasi. Penulis sempat
mendaftar melalui aplikasi dan meyakinkan diri untuk mengikutinya.
Namun, keraguan itu kembali muncul,
“Sekarang khan saya sehat, kalau nanti
vaksin apa bisa menjadi tetap sehat?” pikirku dalam hati. “Belum lagi masih
banyak tanggungan hutang, dan memakai uang orang lain yang harus dikembalikan.
Juga rumah yang belum selesai dibangun serta anak dan istri yang masih
memerlukan kehadiran saya”. Intinya kekhawatiran kalau divaksin takut malah
jadi sakit dan.... MATI di akhirnya.
Bisa jadi alasan ini tidak benar,
apalagi melihat berbagai kampanye tentang vaksin yang begitu massif dan
menjamin bahwa vaksin itu aman. Bahkan seorang teman sangat menyayangkan sikap
tidak mau divaksin, walaupun ada satu teman lagi yang hingga saat ini juga
belum mau divaksin. Mungkin alasan yang disebutkan itu salah, karena terlalu
egois atau terlalu takut mati. Belum lagi suara sumbang yang menyatakan bahwa
mereka yang tidak mau divaksin adalah yang mengikuti atau minimal simpati
dengan golongan agama tertentu.
Saya bukan tidak mau divaksin, tapi
memang perlu waktu untuk meyakinkan diri bahwa vaksin itu perlu dan penting. Maklum
saya termasuk orang yang suka ngeyel dan perlu waktu untuk memutuskan suatu
permasalahan. Logika ini masih selalu terngiang-ngiang “Sekarang saya sehat,
kalau divaksin takut jadi sakit dan.... bisa mati”. Terlalu norak dan tidak
logis mungkin untuk sebagian orang, tapi biarlah untuk sementara ini saya masih
bertahan dengan tidak divaksin. Entah sampai kapan, mungkin sampai saya yakin
atau keadaan dan pihak lain memaksa untuk vaksin.
Bukan saya menolak vaksin, tapi
saya perlu waktu untuk memikirkan kembali keputusan ini. Kalau dibilang mau
kapan lagi? Jawabannya ya saya sendiri tidak tahu sampai kapan, karena
keyakinan itu perlu argumentasi subyektif bagi saya. Kalau dibilang ngeyel memang
iya, sudah sejak awal saya ungkapkan. Tapi, ya sudahlah... biarkan saja
terserah orang mau berpendapat apa. Doakan saja pintu hati saya terbuka untuk
segera divaksin... Bogor, menjelang tengah malam 23082021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...