Oleh: Misno Mohd Djahri
Ini kisah seorang suami
yang telah melewati usia setengah abad, kehidupannya sudah mapan; ada jabatan
dan juga kekayaan. Namun ada satu hal yang mulai mengganjal di hatinya,
hasratnya sebagai laki-laki tidak lagi dapat tersalurkan sesuai dengan
keinginannya. Ya... sejak istrinya mengalami menopause, hasratnya
sebagai sebagai seorang perempuan menurun drastis bahkan bisa dikatakan telah
tidak ada lagi. Sebaliknya suaminya yang berusia sekitar 55 tahun justru
hasratnya kembali bergelora. Sebuah rona kehidupan yang saling bertentangan
yang kemudian memunculkan konflik terpendam.
Setiap kali sang suami
mengajak istrinya untuk menikmati “surga dunia”, sang istri menolaknya.
Kalaupun sekali-kali mau melayani suaminya biasanya dengan penuh terpaksa dan
tidak ada lagi “rasa” yang dulu ada. Masa-masa yang seharusnya dapat dinikmati
bersama justru menjadi semacam “nestapa” bagi suami karena harus memadu rasa
dengan jasad yang seolah-olah tanpa nyawa. Hambar, itulah kata yang dapat
digunakan untuk menggambarkan keadaan sebenarnya.
Sang suami berusaha
untuk bertahan, menikmati “hidangan” yang terasa tanpa garam itupun kadang
hanya satu kali sebulan. Ia tak berani untuk “jajan” apalagi apalagi yang
dijajakan di pinggir jalan. Dia termasuk orang yang masih berpegang teguh dengan
yang namanya kesetiaan, walaupun tidak begitu teguh memegang prinsip keagamaan.
Dia sadar dan terus berusaha menikmati “hidangan rumahan” yang walaupun hambar
masih untuk sekadar menyalurkan di jalan yang benar.
Namun, hari-hari
berikutnya hasrat itu sepertinya sudah betul-betul hilang dari sang istri,
padahal sang suami justru mengalami peningkatan yang semakin menjadi. Hingga
akhirnya seringkali sang suami melakukannya sendiri, di kamar mandi dan ketika
rasa itu menghampiri. “Biarlah begini...” bisik suami dalam hati.
Pertahanan sang suami
mulai mengendor, seiring bisikan kuat dari syaithon. Media sosial menjadi pintu
gerbang bagi sebuah “musibah kemanusiaan” yang datang menghampirinya. Seorang
lelaki muda dengan usia sekitar 40-an, berparas tampan dan memiliki jabatan
lumayan, telah menarik perhatian sang suami yang kesepian. Rayuan manis dari
sang iblis membawanya kepada suka dengan sesama jenis, ia sangat terobsesi
dengan lelaki “muda” itu hingga hari-harinya selalu dihiasi dengan percakapan,
obrolan hingga rayuan pada sang pujaan.
Sang suami terjebak ke
dalam cinta terlarang dengan suami orang, ia sadar bahwa itu salah tapi dia
juga paham jika ia “berkelana” dengan seorang wanita tentu akan lebih besar
bahayanya. Selain juga citra di masyarakat yang akan memandang hina pada
dirinya sebagai tokoh di masyarakat sekitarnya. Tapi hasratnya memaksanya untuk
disalurkan segera, hingga peristiwa yang mengundang laknat dari Allah Ta’ala
akhirnya terjadi juga.
Sepenggal kisah nyata
ini menjadi ibrah yang penuh arti, khususnya bagi para istri yang mulai
menginjak usia sudah tidak muda lagi. Apalagi yang telah melewati masa menopause dan
tidak memiliki hasrat lagi. Bertakwalah kepada Allah wahai para istri...
pahamilah suamimu yang walaupun usianya tidak lagi muda tapi masih memiliki
hasrat membara. Itulah sejatinya karakter dari seorang pria, di mana hasratnya
terus ada bahkan hingga lanjut usia. “Layanilah” suamimu walau hasrat tak lagi
menggebu, jadikan dirimu “salju” yang mendinginkan panasnya nafsu suamimu.
Semoga itu menjadi satu
jalanmu, untuk menggapai ridha dan surga Rabbmu. Sedikit memaksakan diri untuk
“merayu” walau jasad tak lagi bernafsu, jangan biarkan suamimu terjebak dalam
dunia semu hanya karena hasratmu tak seperti dulu.
Bagi para suami tentu saja
harus terus bisa mawas diri, usia yang tak muda lagi menjadi alasan kuat untuk
terus memperbaiki diri. Rasa ini memang tidak pernah akan pergi, mungkin hingga
ajal menghampiri. Tapi, me-manage diri itulah yang bisa dilakukan
dan terus berdo’a kepada Ar-Rahmaan agar hasrat ini bisa ditahan atau
disalurkan di jalan yang benar. Berat memang terasa, tapi teruslah berusaha,
karena di sanalah sejatinya kebahagiaan yang didamba akan lebih terasa
kenikmatannya. Kenikmatan yang abadi selamanya, yaitu surga dan keridhaanNya. Wallahu’alam...
Dhuha Menjelang di Kota Hujan, 24082021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...