Hukum Islam sebagai sistem hukum universal memiliki sifat elastis yang menjadikannya selalu sesuai dengan kondisi manusia kapan saja dan di mana saja (mashalih fi kulli makaan wa zamani). Keuniversalan hukum Islam tercermin dari sumber hukumnya yang mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama hukum Islam yang memiliki sifat holistic dan menyeluruh, dalam arti ia mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, dari manusia itu hadir ke dunia ini hingga ia kembali kepada Ilahi.
Al-Qur’an menjadi sumber utama hukum Islam yang dijelaskan secara rinci oleh As-Sunnah (Al-Hadits), maka keduanya tidak bisa dipisahkan. Kedudukan As-Sunnah setara dengan kedudukan Al-Qur’an hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ
Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. QS An-Nisaa : 113.
رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًۭا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS Al-Baqarah : 129.
Imam Abdullah An-Nasafi (w. 710 H) berkata, “Yang dimaksud ‘membacakan kepada mereka ayat-ayatMu’ yaitu membacakan dan menyampaikan kepada mereka bukti-bukti keesaan Allah dan kebenaran para nabi yang diutus berdasarkan wahyu yang diturunkan. Dan, yang dimaksud ‘mengajari mereka Al-Kitab’ yaitu mengajarkan Al-Qur`an kepada mereka. Sedangkan yang maksud al-hikmah’ yaitu Sunnah Nabi dan pemahaman Al-Qur`an. Adapun maksud ‘menyucikan mereka’ adalah membersihkan mereka dari perbuatan syirik dan segala najis.[1] ”Jadi, makna “al-hikmah” dalam ayat ini adalah Sunnah. Kedudukan As-Sunnah yang setara dengan Al-Qur’an juga ditegaskan kembali fungsinya dalam firmanNya :
وَمَآ أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ ٱلَّذِى ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ ۙ وَهُدًۭى وَرَحْمَةًۭ لِّقَوْمٍۢ يُؤْمِنُونَ
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. QS An-Nahl : 64.
Inilah yang menjadi tugas As-Sunnah (Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam ) yaitu menjelaskan setiap ayat yang turun dari Allah ta’ala. Berkaitan dengan kedudukan As-Sunnah, disebutkan dalam sebuah hadits, beliau bersabda : “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan al-Kitab (al-Qur’an) dan yang sepertinya (yaitu as-Sunnah) bersamanya.[2]
Tentunya hadits yang dimaksud adalah hadits yang telah mengalami seleksi keshahihan sehingga hadits tersebut terlepas dari segala bentuk cacat dan kelemahan. Maka hadits yang telah shahih dan tidak ada ikhtilaf padanya kedudukannya sama dengan Al-Qur’an.
Namun, muncul permasalahan dari mana kita mengetahui suatu hadits itu adalah shahih dan siapa yang mengeluarkan hadits tersebut? Keshahihan suatu hadits dibahas secara panjang lebar oleh ilmu mushtahalah al-hadits sedangkan untuk mengetahui siapa yang telah mengeluarkan suatu hadits maka ilmu takhrij hadits akan menjawab semuanya. Maksudnya adalah suatu hadits akan dapat diketahui siapa yang pertama kali mencatat dan mengumpulaknnya dalam suatu himpunan hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...