Oleh: Abdurrahman Abu Aisyah
Pendahuluan
إن الحمد لله نحمد ه و نستعنه و نستغفره
و نعوذ بلله من شرور انفسنا و سيآت اعمآ لنا من يهده الله فلا مضل له و من يضلل
فلاهادي أ شهد ان لا اله الا الله وأ شهد
ان محمد عبده و رسو له, أ ما بعد
Segala puji hanya milik Allah ta’ala yang tidak ada sekutu
bagi-Nya, kami memuji-Nya kami memohon pertolongan hanya kepada-Nya dan kami
memohon ampunan kepada-Nya, kami berlindung dari kejelekan diri-diri kami serta
kejelekan amal-amal kami, barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka
tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya
maka tidak ada satu orangpun yang dapat memberikan petunjuk. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada suri tauladan terbaik kita Nabi akhir zaman
Muhammad Shalallahu ‘alahi wa salam, ahli baitnya, shahabatnya dan
seluruh kaum mu’minin yang mengikuti sunnahnya sampai akhir zaman.
Amma ba’du.
Perkembangan peradaban manusia telah membawa kepada perubahan sistem
sosial budaya dan kepercayaan, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung telah
berdampak kepada pola pikir dan cara hidup masyarakatnya. Akibat lainnya, ia
tengah membawa setiap manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Benturan-benturan sosial yang kerap terjadi adalah salah satu akibat dari
perbedaan pola pikir di tengah masyarakat kita.
Masyarakat dunia yang majemuk adalah sebuah fakta yang harus kita hadapi.
Sebagai seorang muslim kita tentu memiliki pola pikir dan cara hidup yang
berbeda untuk menghadapi masyarakat di sekitar kita yang semakin beraneka
ragam. Setiap muslim adalah insan tauladan bagi masyarakatnya, ia adalah rahmat
bagi sekitarnya. Perubahan pola pikir dan cara hidup masyarakat haruslah selalu
diimbangi dengan pribadi-pribadi muslim mandiri. Lalu, bagaimana dengan pola
pikir dan gaya
hidup kita sebagai seorang muslim? apakah kita harus mengikuti arus perubahan
itu, atau memisahkan diri dari masyarakat?
Di tengah perkembangan peradaban manusia yang begitu cepat, setiap muslim
dituntut untuk dapat lebih erat memegang prinsip hidup sebagai bekal menghadapi
arus zaman yang terus menerjang segala sendi kehidupan manusia. Sebagai seorang
muslim tentu kita tidak ingin begitu saja terbawa arus, kita ingin memiliki
sebuah pegangan hidup, kita ingin mandiri, tentunya agar hidup lebih terkendali
dan terarah. Namun perkembangan peradaban manusia pula yang telah melahirkan begitu
banyak ideologi dan system kepercayaan atau "madzhab" yang dianut
manusia.
Saat ini kita saksikan bersama bahwa agama-agama besar dunia telah
"melahirkan" berbagai madzhab kepercayaan yang begitu banyak. Jika
kita melihat agama Kristen maka jumlah persekutuan mereka sangat banyak. Agama Yahudi juga telah memliki
berbagai aliran yang berbeda-beda. Bagaimana dengan agama kita yaitu Islam ?
sebuah pemandangan yang tidak bisa dipungkiri bahwa umat Islam telah bergumul
dalam berbagai madzhab dan aliran-aliran kepercayaan yang begitu banyak.
Berbagai aliran dalam Islam tersebut memiliki ciri khas yang membedakan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Mereka dengan segala atributnya
telah memiliki berbagai peraturan dan tata tertib serta kekhususan kelompoknya
masing-masing. Adanya berbagai "ikatan" yang dibuat oleh
kelompok-kelompok tersebut seringkali memalingkan seseorang untuk menerima
kebenaran dari luar kelompoknya. Bahkan sebuah pemandangan yang tidak mengherankan
manakala sebagian mereka begitu setia dengan kelompoknya.
Adanya kelompok-kelompok dalam Islam memiliki nilai positif dan negatif. Kita akan bersedih dengan adanya
perseteruan-perseteruan yang terjadi di antara mereka. Namun, di balik semua
itu akan tampak sebuah kebenaran wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, di
mana beliau pernah bersabda mengenai keadaan umat ini :
ألا إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين
وسبعين ملة وإن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين : ثنتان وسبعون في النار وواحدة
في الجنة وهي الجماعة
Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Ahli Kitab telah terpecah menjadi
72 kelompok, dan agama ini (Islam) akan terpecah menjadi 73 kelompok, 72 akan
berada di Neraka dan satu kelompok berada di Surga, yaitu kelompok jama'ah. HR
Abu Daud.
Kita tidak akan mengklaim bahwa kelompok kitalah yang paling benar, hal
ini tentu akan membawa kepada perseteruan yang semakin tajam. Demikian pula
kita tidak akan menuduh kelompok-kelompok tertentu sebagai Islam sempalan atau
kelompok sesat tanpa adanya bukti yang kuat. Justru kita akan melihat ke dalam
diri kita sudah benarkah cara Islam kita ? apakah sudah sesuai dengan tuntutan
dari Islam itu sendiri ? jawabannya adalah "Menjadi Muslim
Mandiri".
Fenomena di tengah masyarakat yang
berupa kelompok-kelompok "madzhab" telah membawa pada sebuah akibat
yang mengkhawatirkan, awalnya adalah berharap agar umat Islam semakin kuat
posisinya dalam berbagai lini kehidupan, tapi justru yang terjadi adalah
loyalitas pada perkumpulannya atau kepada kelompoknya yang membabi buta. Hal
ini ini bukanlah isapan jempol, berapa banyak "sekte" yang ada dalam
Islam? berapa banyak "madzhab" dalam Islam?
Sejatinya fenomena madzhab tidaklah tercela, kemunculan madzhab di awal
perkembangan Islam adalah sebuah sikap mandiri untuk menyelaraskan Islam dengan
perkembangan zaman, hal ini bukan berarti hukum-hukum Islam yang kurang
sehingga perlu disesuaikan dengan zaman, namun bukti Islam yang dinamis. Di
mana bagian-bagian hukum Islam dapat sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun
dalam masalah keyakinan dan pemahaman maka ia tidak akan pernah berubah.
Sebagian kelompok-kelompok Islam yang ada saat ini lebih mengedepankan
kemajuan kelompoknya dari pada Islam sendiri, sehingga rasa kebersamaan dalam
Islam sering kali terkorbankan hanya karena beda kelompok. Hal ini tentu sangat
membahayakan Islam sendiri. Dan yang menjadi korban dari kelompok-kelompok seperti
ini adalah orang-orang yang belum paham dengan Islam, atau para remaja yang
baru belajar agama dan mempunyai semangat yang tinggi. Mereka sangat mudah dimasuki doktrin-doktrin
dari para "ustadz"nya.
Mendapatkan ilmu hanya
satu sumber adalah salah satu dari sebabnya, padahal hal ini tidaklah sesuai
dengan Islam pada zaman keemasannya. Jika para ulama dahulu mempunyai
"guru" yang begitu banyak sehingga pola pemikirannya tidak terikat
dengan satu kelompokpun, demikian pula mereka lebih mengedepankan ukhuwah Islam
daripada ukhuwah kelompok.
Lalu kelompok-kelompok Islam seperti apa yang tidak sesuai dengan Islam? "Menjadi
Muslim Mandiri" ingin memberikan semacam "studi banding"
terhadap kelompok-kelompok yang telah memasung daya nalar, kreativitas dan kemandirian
seorang muslim. Pemasungan yang dimaksud adalah kita terlalu nrimo dengan
apapun yang menjadi keputusan dan pegangan kelompok tersebut. Akibatnya adalah
pola pikir yang tertanam bahwa hanya dari kelompoknyalah kebenaran itu berasal,
adapun dari luar kelompoknya adalah sesuatu yang menyesatkan. Ini jelas pengebirian
terhadap kemandirian dalam keimanan dan keberagamaan. Sehingga tidaklah
mengherankan bila antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak cocok
bahkan terkadang bentrok baik secara pemikiran atau fisik. Kenapa mereka bisa
"bentrok"? karena kemandirian mereka dalam beragama telah dikebiri
oleh kelompoknya. Mereka telah masuk ke dalam jerat kelompok yang telah
memenjarakan pola pikir beragama mereka.
Dari sini akan muncul sebuah pertanyaan, seperti apa sebenarnya Islam
mengajarkan kepada umatnya dalam beragama? apakah kita tidak boleh mengikuti
kelompok-kelompok dalam Islam? bagaimana jika dia adalah seorang yang tidak
paham dengan agama ini? jawabannya ada dalam buku ini. Intinya adalah kemandirian,
itulah yang menjadi kunci dalam masalah ini. Kemandirian dalam beragama, dimulai dari kemandirian berislam,
kemandirian beribadah dan kemandirian berfikir.
Apakah anda sudah
mandiri dalam beragama ? buku ini mengajak kita untuk kembali merenungi metode
kita beragama, bukanlah untuk menjustifikasi atau mengadili cara beragama kita
selama ini, namun sekadar saling menasehati, bukankah kita adalah satu umat
yang saling bersaudara? Dan bukankah kita ingin menjadi orang-orang yang
benar-benar beriman? Mari kita lihat firman Allah ta'ala dalam Al-Qur'an :
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran. QS Al-'Ashr ayat 1-3.
Ayat tersebut adalah pegangan kita untuk memberikan yang terbaik kepada
saudara sesama muslim, di mana saja mereka berada tanpa melihat kelompok atau
golongannyya.
Kemandirian yang dimaksud dalam buku ini juga berarti kemandirian yang
membawa setiap muslim untuk beragama (berislam) sesuai dengan kesadaran
dirinya, bukan karena keturunan, bukan karena ikut-ikutan apalagi karena
paksaan. Islam menginginkan umatnya mandiri dalam beragama, Islam menginginkan
umatnya menyeluruh dalam beragama, Islam memerintahkan umatnya untuk mandiri
dalam berfikir, demikian pula Islam menginginkan agar umatnya beragama secara
lahir batin.
Apakah bisa seseorang beragama secara mandiri ? tentu saja bisa, kenapa
tidak, Islam datang bagi seluruh umat manusia, lihatlah firmanNya :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad SAW),
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. QS Al-Anbiya ayat 107.
Maksud rahmat tersebut adalah bahwa beliau diberikan wahyu untuk
disampaikan kepada seluruh umat manusia tanpa memandang apakah dia seorang
budak atau seorang majikan, baik ia seorang badui yang bodoh ataupun seorang
cerdik pandai. Ringkasnya Islam diturunkan untuk seluruh manusia baik dia
seorang yang pandai berfikir ataupun tidak, ia akan dengan mudah diterima oleh
lapisan masyarakat mana saja dan kapan saja. Hasilnya adalah setiap muslim
dituntut untuk memahami Islam sesuai dengan tingkatan nalar pikirnya, karena
Islam itu akan dapat diterima oleh nalar, betapapun rendahnya nalar tersebut.
Inilah kelebihan Islam yang tidak ada dalam agama lainnya. Sehingga kemandirian
dalam beragama Islam adalah mutlak dilaksanakan oleh setiap orang Islam.
Akhirnya ini adalah langkah awal kita untuk menjadi yang lebih baik,
tidak mungkin cara beragama kita akan berubah jika kita sendiri tidak mau
merubahnya, perubahan adalah sebuah keniscayaan di tengah perubahan itu
sendiri. Berbicara tentang perubahan
kita akan diingatkan dengan kalamNya :
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ
خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ
سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. QS
Ar-Ra'd ayat 11.
Perubahan dari yang tidak baik menuju yang lebih baik adalah sebuah
keistimewaan dalam Islam. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari
besok harus lebih baik dari hari ini, dikatakan dalam sebuah kata-kata penuh
hikmah : Seorang muslim adalah seseorang yang hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin dan hari besok harus lebih baik dari hari ini."
Hal ini tentu berkaitan erat dengan seluruh sendi kehidupan manusia, dari
sesuatu yang sangat penting semisal aqidah dalam beragama, hingga aktivitas
keseharian lainnya, seluruhnya haruslah selalu ada peningkatan baik kualitas
maupun kuantitas. Kata kuncinya adalah kesinambungan dalam melakukan perbuatan
baik.
Ingat setiap kita akan diminta pertanggungjawaban, kenapa kita beragama?
kenapa kita berislam? dan kenapa kita tidak mau menggunakan akal pikiran kita
untuk menerima kebenaran dari manapun asalnya? jawabannya akan terpatri dalam
jiwa kita manakala kita bisa menjadi seorang muslim mandiri, bukan muslim yang
hanya ikut-ikutan bukan muslim yang hanya keturunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...