Dr.
Abdurrahman MBP, MEI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
syukur kepada Allah ta’ala yang telah memberikan anugerah yang sangat banyak
hingga hari ini kita masih bisa berada di jalanNya. Shalawat dan salam semoga
tercurah kepada uswah hasanah nabiyina Muhammad Shalallahu Alaihi
Wassalam, kepada ahli baitnya, para shahabatnya dan orang-orang yang
senantiasa mengikuti jejak sunnah beliau hingga akhir zaman.
Islam adalah
agama universal, bisa dilaksanakan kapan saja, di mana saja dan dalam keadaan
apa saja. Ketika Islam hadir di padang pasir yang tandus wilayah timur tengah
ia menjadi jalan bagi bangkitnya bangsa yang awalnya tidak diperhitungkan dalam
sejarah umat manusia. Demikian pula ketika ia memasuki wilayah tropis, Islam
menjalin harmoni dengan kebudayaan lokal yang ada di masyarakatnya. Pada saat
Islam menjadi sebuah kekuatan politik pada sebuah negara, Islam adalah
undang-undang komprehensif yang mengatur permasalahan negara dengan sempurna.
Pun ketika Islam menjadi agama rakyat, ia menjelma menjadi praktek-praktek
keagamaan tanpa melihat pada kekuasaan.
Kehancuran
Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad berimplikasi kepada pola keagamaan masyarakat
muslim yang kemudian larut ke dalam praktek-praktek Tasawuf. Tidak adanya akses
kepada kekuasaan memaksa mereka untuk memfokuskan pada kajian-kajian Islam
berbasis spiritual dengan praktek-praktek hidup zuhud terhadap dunia. Pola-pola
tersebut mendapat legitimasi dari praktek hidup Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wassalam dan para shahabatnya dalam kehidupan mereka.
Nabi dan para
shahabatnya yang memahami bagaimana hakikat kehidupan dunia sebagai senda-gurau
dan permainan belaka. Adanya pengaruh dari kebudayaan Persia, India, Nusantara
dan Sunda menjadikan pola-pola tasawuf tumbuh subur di wilayah-wilayah
penyebarannya, khususnya di Asia dan Afrika. Selanjutnya bermunculanlah
berbagai aliran tasawuf yang mewarnai dunia Islam, sebut saja Tarekat
Syatariyah, Idrisiyah, Qadiriyah, Naqsabandiyah dan yang lainnya. Masing-masing
aliran memiliki karakter tersendiri sebagai hasil pengalaman spiritual para
penggagasnya. Kesamaan visi dan misi menjadikan beberapa tarekat melebur dalam
satu bentuk tarekat baru yang dikembangkan oleh tokohnya.
Salah satu
aliran tarekat yang berkembang di Indonesia khususnya di Tatar Sunda (Jawa
Barat) adalah Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah. Tarekat ini dikembangkan oleh
Shahibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal dengan Abah Anom di Pesantren
Suryalaya Tasikmalaya, sebelumnya dikembangkan oleh Abah Sepuh yang berasal
dari ulama Nusantara yaitu Ahmad Khatib As-Sambasi. Perjuangan panjang untuk
menyebarkan tarekat ini telah Nampak dengan semakin berkembangnya tarekat ini.
Tidak hanya di wilayah Jawa Barat namun juga di wilayah lainnya. Bahkan sudah
menyebar ke Singapura dan Malaysia.
Buku ini
merupakan laporan penelitian etnografi mengenai Tradisi Tarekat
Qadiriyah-Naqsabandiyah di Pesantren Kajembaran Rahmaniyah Suryalaya
Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia. Masih sedikitnya referensi mengenai tarekat
ini menjadi alasan kuat bagi kami untuk menerbitkannya. Sifat dari buku ini yang
merupakan laporan etnografi menjadi sisi kuat data dibandingkan dengan
buku-buku lainnya.
Akhirnya, tak
ada gading yang tak retak oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca
sekalian kami tunggu untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, 12 Januari 2015
Tim Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...