Rabu, 27 Mei 2015
Rabu, 20 Mei 2015
Selamat Malam Rohingnya
Good
night to you Rohingya
Even
you are sleeping by the corpse
Don't
you cry my friend
God is
testing you
Selamat Malam Rohingnya
Good
night to you Rohingya
The
world is in a deep sleep
We pray
for you
May you
have peace
Good
night to you Rohingya
The sun
will come out tomorrow
Don’t
stop praying
Don’t
you lose your faith
Labels:
Bening Jiwa,
Dakwah,
Kontroversi,
Pemikiran Islam,
Sejarah Islam
Senin, 18 Mei 2015
Rabu, 13 Mei 2015
Wilayah Penelitian Ilmu Agama Islam
PETA
WILAYAH PENELITIAN PADA PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM
Drs.
H. Cik Hasan Bisri, MA
A. IAI dan
Wilayah Penelitian
Ada dua kata
kunci dalam tulisan ini, yakni wilayah penelitian yang bertitik tolak dari Ilmu
Agama Islam (IAI) dan perguruan tinggi agama Islam (PTAI), dalam hal ini PTAIS.
Apabila dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara spesifik,
IAI merupakan suatu institusi atau pranata, yang relatif abstrak. Sementara
itu, PTAI merupakan suatu satuan penyelenggara pendidikan tinggi yang relatif
konkret. Apabila masing-masing ditempatkan dalam sistem yang terpisah, IAI
merupakan bagian dari sistem llmu yang bersifat universal. la merupakan suatu
produk intelektual, melalui suatu proses yang panjang, melewati batas ruang dan
waktu tertentu. Sedangkan PTAI, dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia,
merupakan bagian dan sistem sosial, khususnya sistem pendidikan nasional, yakni
sistem pendidikan tinggi.
Namun demikjan,
IAI dan PTAI dapat berada dalam suatu kesatuan sistem, sebagaimana tercermin
dalam pengembangan program studi dan penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi.
Dalam program studi, misalnya, IAI dirumuskan dalam satu kesatuan kurikulum
yang mengacu kepada tujuan institusional dan tujuan kurikuler sesuai dengan
jenjang pendidikan yang dikembangkan dalam program srudi tersebut. IAI dapat dikemas
secara hirarkis dalam kurikulum berbagai program studi pada jenjang pendidikan
sarjana, jenjang pendidikan magister, dan jenjang pendidikan doktor. Bahkan,
IAI, telah dikemas dalam mata rantai kurikulum mulai jenjang pendidikan dasar
(ibtida'iyah dan tsanawiyah) dan jenjang pendidikan menengah (aliyah).
Manakala
dirumuskan secara sederhana, IAI merupakan pengetahuan sistematis dan taat asas
tentang seluk beluk agama Islam -(baik berupa ajaran maupun kehidupan para
pemeluknya). Pengetahuan itu diperoleh dan disusun dengan berbagai cara kerja,
dan mengerahkan kemampuan berpikir manusia (produk ijtihad). Agama Islam
menjadi sasaran pengkajian IAI, yang dijelaskan secara abstrak, dan
dikembangkan melalui berbagai media dan cara kerja. la merupakan salah satu
"pohon" dalam "kebun" pengetahuan llmiah, yang dalam
berbagai hal memiliki kesamaan dengan jenis "pohon lain", di
antaranya llmu dalam "rumpun" ilmu-ilmu budaya dan rumpun ilmu-ilmu
sosial. Hal itu menunjukkan bahwa IAI bukan rangkaian ajaran dan pemeluk agama
Islam itu sendiri. la terbuka untuk dirumuskan dan dikembangkan oleh siapa pun,
yang merruliki minat dan kemampuan, baik Muslim maupun non-Muslim. Oleh karena
ltu, tidak heran, apabila di beberapa perguruan tinggi negara-negara Eropai dan
Amerika Serikat, vang notabene non-Muslim, IAI dipelajari dan dikembangkan, dan
didukung oleh para pakar yang memiliki reputasi internasional.
Sementara iru,
PTAI, khususnya di Indonesia, merupakan satuan penyelenggara pendidikan tinggi
dan pusat pengembangan IAI dalam lingkungan pemeluk agama Islam. Berkenaan
dengan hal iru, IAI dalam lingkungan PTAI dapat dipandang sebagai produk,
sebagai proses, dan sebagai metode yang tercermin dalam pelaksanaan tridarma
perguruan tinggi. IAI dipandang sebagai produk, sebagaimana tercermin dalam
pengalihan pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran
(pendidikan). IAI dipandang sebagai proses sebagaimana tercermin dalam
pengembangan berbagai unsur pengetahuan llmiah, yakni dalam kegiatan
penelitian. IAI dipandang sebagai metode sebagaimana tercermin dalam pemecahan
masalah keagamaan secara ilmiah, yakni dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
Ketiga "wujud" IAI itu merupakan satu kesatuan terintegrasi. Demikian
pula, ketiga darma perguruan tinggi tersebut merupakan satu kesatuan yang
saling tergantung dan saling menunjang.
Berkenaan dengan
hal itu, pengembangan IAI dalam lingkungan PTAI, secara umum, dapat dilakukan
melalui penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi. Dalam penyelenggaraan
pendidikan, dapat dilakukan melalui pengembangan program studi dan
pembelajaran. Dalam penyelenggaraan penelitian, dapat dilakukan melalui
pengembangan berbagai unsur pengetahuan ilmiah. Sedangkan dalam penyelenggaraan
pengabdian kepada masyarakat, dapat dilakukan melalui aplikasi dan pengujian
keampuhan IAI dalam pemecahan masalah keagamaan sebagai bagian dari masalah
kemasyarakatan. Dengan perkataan lain, tridarma perguruan tinggi merupakan
media utama bagi pe-ngembangan IAI dalam lingkungan PTAI. Namun demikian, dalam
rulisan ini hanya dibicarakan tentang pemetaan unsur IAI melalui
penvelenggaraan penelitian. Itu pun terbatas pada unsur substansi, yakni wilayah
penelitian terutama dalam kajian Qur'an, hukum Islam, dan pendidikan Islam.
Apabila kita
membicarakan penelitian, muncul pertanyaan mendasar yang memerlukan jawaban
yahg tepat dan akurat: apa yang akan diteliti? Pertanyaan itu, dalam ranah
falsafah llmu mempersoalkan hakikat sesuatu yang ada, atau yang mungkin ada.
Dalam rumpun dan disiplin ilmu, pertanyaan itu mempersoalkan objek atau subject
matter. Apa yang menjadi objek material suatu rumpun llmu? Apa pula yang
menjadi objek formal suatu disiplin ilmu? Selanjutnya, pertanyaan itu, dalam
ranah metodologi penelitian, mempersoalkan wilayah penelitian. Suatu kawasan
yang menjadi sasaran penelitian, yang merujuk kepada salah satu atau beberapa
disiplin ilmu (bidang kajian) dalam hal ini IAI; lintas disiplin ilmu; atau
lintas rumpun ilmu. Akhirnya, pertanyaan itu dalam ranah perencanaan penelitian
mempersoalkan fokus penelitian yang kemudian dirinci menjadi pertanyaan
penelitian. Jawaban atas pertanyaan di atas dapat disusun sccara gradual, namun
pada dasarnya tetap satu: yang diteliti adalah sesuatu yang ada. Bukan yang
diada-adakan, atau mengada-ada.
Pertanyaan
serupa dapat diajukan ketika membicarakan penelitian agama Islam. Apakah agama
Islam itu ada dalam entitas kehidupan manusia? Apabila ada, apakah agama Islam
merupakan suatu kesatuan, atau berupa pecahan-pecahan? Apabila agama Islam
merupakan suatu kesatuan, apa bagian-bagiannya? Apabila agama Islam memiliki
komponen, apa hubungan antar komponen itu? Apabila antar komponen itu
berhubungan, bagaimana perkembangan masing-masing komponen itu dan secara
keseluruhan bagaimana perkembangan agama Islam? Apabila mengalami perkembangan,
apakah agama Islam layak dijadikan sasaran penelitian yang diarahkan untuk
mengembangkan llmu dan mengembangkan agama Islam ltu sendiri dalam kehidupan
manusia? Dan, apa pula hubungan antara agama Islam dengan unsur lain dalam
kehidupan manusia?
Jawaban mendasar
tentang keberadaan agama Islam terletak pada gagasan yang bersifat abstrak
tentang sesuatu yang ada. Gagasan itu menggunakan sudut pandang tertentu, yang
produknya merupakan gambaran atau karakteristik suatu realitas. Di samping itu,
sudut pandang tersebut menuntut pendekatan yang akan digunakan untuk memahami
dan menjelaskan yang ada, yakni agama Islam dalam kehidupan manusia. Berkenaan
dengan hal itu, agama Islam dapat dipandang sebagai "apa yang
seharusnya" [das sollen). la dipandang sebagai suatu ajaran atau doktrin
yang mesti dilaksanakan. Apabila diabaikan, maka terjadi ipenyimpangan yang
harus diluruskan. Oleh karena agama Islam dipandang sebagai das sollen, maka
djgunakan pendekatan normatif, idealistis, dan preskrptif. agama Islam juga
dapat dipandang sebagai "apa yang senyatanya" (das sein). la
dipandang sebagai suatu realitas sebagaimana adanya, yang dapat dipahami dan
dijelaskan secara obyektif. Oleh karena agama Islam dipandang sebagai das sein,
maka digunakan pendekatan empiris, aktualisus, dan deskriptif. "Apa yang
seharusnya" dan "apa yang senyatanya" dapat dipandang sebagai
suatu gejala dikotomis atau gejala kontinum. Apabila dipandang sebagai gejala
dikotomis, maka keduanya merupakan pecahan-pecahan yang terkadang sulit dipertemukan.
Apabila dipandang sebagai gejala kontinum, keduanya merupakan suatu kesatuan
yang terintegrasi dan saling berhubungan: kausal, atau fungsional, atau timbal-balik.
Dalam tulisan ini agama Islam dipandang sebagai gejala kontinum. agama Islam
dipandang sebagai unsur normatif bagi kehidupan manusia yang dijadikan acuan
dalam realitas empiris, yang berhubungan secara timbale-balik dengan unsur
lainnya, yakni unsur manusia dan unsur alam fisik. Demikian pula realitas
empiris dalam kehidupan manusia merupakan salah satu unsur dalam perumusan
norma-norma bagi kehidupan manusia. Hal serupa berlaku bagi pasangan idealisris
dan aktualistis, dan pasangan preskriptif dan deskriptif.
Labels:
Akademia,
Ilmu Sosial,
Metode Penelitian,
Tsaqafah
Menuju Bogor Kota Pusaka
Oleh:
Abdurrahman MBP
Sebagai warga Bogor, saya menyambut baik ide dari beberapa pejabat di
lingkungan kota dan kabupaten Bogor untuk menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka.
Pasalnya cita-cita ini memiliki dasar pijakan yang kokoh yaitu sejarah wilayah
Bogor yang merupakan pusat kekuasasan kerajaan Pajajaran di masa lalu. Wilayah
ini juga menjadi kediaman para penguassa negeri ini sejak zaman penajajahan
hingga hari ini. Lebih dari itu bahwa Bogor memiliki khazanah budaya yang khas yang
hingga saat ini masih terpelihara.
Ide menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka tentu saja bukan sekadar slogan
atau hanya usaha menambah pendapat daerah. Walaupun hal ini sah-sah saja, namun
lebih bijak jika diawali dengan niat luhur untuk mengangkat kembali warisan
budaya karuhun Bogor. Hal ini sangat penting mengingat budaya barat
dengan kapitalisnya telah mengikis secara perlahan karakter bangsa, hingga
usaha membangkitkan kembali Ki Sunda dalam konteks modern menjadi sebuah
keniscayaan.
Sebagai masyarakat yang telah mengalami berbagai peristiwa maka
masyarakat Bogor sangat paham dengan apa yang harus dilakukan di masa yang akan
datang. Termasuk dalam usaha menjadikan Bogor sebagai kota Pusaka. Usaha-usaha
yang telah dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat dalam mewujudkannya sudah
mulai terlihat, kemunculan berbagai komunitas budaya dan Paguyuban merupakan
fakta bahwa urang Bogor secara totalitas berusaha untuk menjaga
identitasnya. Program Rebo Nyunda juga menjadi satu fakta usaha
menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka di ruang publik.
Political will dari para penguasa Bogor menjadi kunci dalam upaya
menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka. Kebijakan-kebijakan yang ada sudah
sepantasnya mendukung hal tersebut. Salah satu dari unsur sebuah kota pusaka
adalah adanya pelestarian terhadap benda-benda cagar budaya khususnya yang
menjadi kekhasan dari kota tersebut. hal ini dilakukan dengan menelurkan
berbagai peraturan daerah mengenai pelestarian cagar budaya.
Hingga saat ini rupanya usaha untuk melestarikan benda-benda bersejarah
tersebut masih belum nampak, bahkan di sebagian diantaranya malah diabaikan
tidak terurus. Bangunan-bangunan yang berada di Jl. Suryakencana contohnya,
yang katanya didaulat menjadi kawasan cagar budaya, ternyata didapati beberapa
bangunan bersejarah di sana dihancurkan. Entah hal ini dilakukan oleh
pemiliknya, atau ketidaktahuan tentang hal tersebut. namun intinya adalah
keseriusan pihak pemerintah dalam hal ini harus dilakukan.
Tugu Kujang sebagai salah satu contoh dari icon Bogor yang seharusnya
dijaga dan dilestarikan ternyata saat ini telah terkepung oleh
bangunan-bangunan besar di sekitarnya, ia tampak kerdil di tengah kotanya
sendiri. Walaupun ide untuk membuat Kujang Raja dengan ukurannya yang lebih
besar sedang digodog oleh beberapa budayawan. Beberapa pejabat di kota dan
kabupaten Bogor juga mengapresiasi ide ini.
Apalagi jika kita melihat wilayah yang lebih jauh, seperti kawasan Situs
Purbakala Cibalay yang Nampak tidak terawat dan kotor. Ketika penulis
menngunjungi tempat ini beberapa kali, tidak ada fasilitas yang bisa digunakan,
namun yang lebih parah adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap
peninggalan maha karya para pendahulu ini. Maka jangan mengharap Bogor akan
menjadi Kota Pusaka, jika kebijakan-keibjakan yang dibuat oleh para penguasan
tidak mengarah ke sana.
Sejatinya, program menjadikan Bogor sebagai Kota Pusaka adalah ide
brilian yang harus terus digulirkan. Tujuan utamanya tentu saja adalah agar
masyarakat Bogor semakin maju dengan tetap memiliki karakteristik jati diri
bangsa yang kokoh. Karena karakter bangsa adalah benteng terakhir untuk menjaga
kebersamaan bangsa. Ia juga merupakan local wisdom yang harus
dipertahankan oleh para pejabat, agamawan, budayawan dan kita semua yang merasa
memiliki Bogor.
Abdurrahman MBP
Dosen STAI Al-Hidayah,
Wartarea Paguyuban Pakuan Pajajaran dan Humas Komunitas Iket Sunda
(KIS)
Wilayah Tatar Pakuan (Bogor)
Dimuat di Koran radar Bogor 07 Mei 2015 Rubrik Gagasan
Senin, 04 Mei 2015
METODE MEMAHAMI HADITS
Siti Khaledazia
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW, baik berupa perkatan,perbuat,taqrir,sifat-sifat dan himammnya,
Hadits
dapat di sebut sebagai ajaran ke dua
yaitu ajaran setelah al-qur’an yang mana menjelaskan tentang ayat-ayat
al-qur’an. Bahkan secara mandiri hadits juga dapat berfungsi sebagai penetap
suatu hukum yang blum di tetapkan oleh Al-qur’an oleh karna itu, diperlukan pemahaman
yang baik dan benar untuk mengkaji hadits namu, untuk memahami hadits secara
benar relatif tentu tidak gampang , khususnya jika kita menemukan hadits-hadits
yang bertentangan tentu akan sedikit susah untuk di pahami dan dikajikan karana
itu dalam hadits ada beberapa penjelasan lagi yang dapat dan bisa meyakinkan
dan tidak memberikan keraguan dalam menetapkan suatu hukum yang blom di
jelaskan di dalam Al-qur’an dan dapat di selesaikan dengan
ijma,qiyas,al-aruuf,dan ijtihad. Dalam penjelasan seperti,
·
Ijma
(
yang mana kesepakatan para ulama yang sesuai dengan ketentuan syariat yang
diambil dari Al-qur’an dan As-sunnah).
·
Qiyas
(
ialah yang meanalogikan dali-dali Al-qur’an dan As-sunnah kemudian melihat ijma
para ulam)a.
·
Al-uruuf
(
ialah kebiasan dan kondisi tersebut)
·
Ijtihad
Dan
itu lah salah satu metode yang sering di paki karna dengan itu akan mudah dalam
memahami hadits, namun tidak gampang untuk menetukan yang pastinya karena ada
banyak metode yang perlu di lewati agara mendapatkan yang pastinya. Dan itu lah
salah satu metode untuk menyelesaikan atau menyikapi permasalahn hadits atau
permasalahan yang blom di bahas di Al-qur’an ataupun di hadits Seperti qiyas,
ijma dan ain-lain.
Itulah kaidah-kaidah dan metode yang dapat
memudahkan dalam hal tersebut, dan sebenarnya selain itu hadits juga tidak
cukup hanya dibaca dan di pelajari tapi banyak yang perulu dikaji agar dapat di
pahami dan bisa diamalakan di dalam kehidupan sehari-hari. Dan karna itu hadist
tidak hanya di pelajari saja karan hadits yang shohih adalah penjelasa-
penjelasan ayat-ayat Al-qur’an maka, jika sudah memahami hadits ayat-ayat
Al-qur’an pun dapat di pahami dengan mudah, karena itu untuk memahami hadits
ada banyak sekail metodenya, seperti kita harus mebacanya terlebih dahulu, dan di
jelesakan oleh orang yang sudah mahir dalam ilmu hadits yang bisa ditanyakan
banyak hal dengan sangat mendasara karna hadits sangat penting. Dan hadits
ialah sunmber hukum yang ke dua karna yaang pertama adalah Al-qur’an dan sumber
hukum yang ke tiga itu ijma dan yang ke empat adalah dalil akal . itu lah
sumber hukum setelah Al-qur’an karna itu hadist sangat lang harus untuk
difahami karena ialah
·
Yang
memperkuat hykum yang ada di Al-qur’an
·
Menerangkan
(bayan) hukum yang disebutkan dalam Al-qur’an
·
Merinci
hukuman yang di sebutkan dalam Al-qur’an
·
Mentakhsis
( meng khususkan) dari ketentuan yang umum dari Al-qur’an
·
Melengkapi
hukum yang ada di Al-qur’an
Dan
agar dengan mudah memahaminya dan dengan baik tentang hal ini di perlukan
ilmu-ilmunya seperti memhami nahwu dan sharaf, bahasa arab, ulummul qor’an.
Referensi
Bagan
|
|
|
|
Referensi
Bait Al-Mal pada Masa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam
BAITUL MALL PADA ZAMAN
NABI MUHAMMAD SAW.
A.
PENDAHULUAN
Islam adalah the way of life, islam
bukan hanya mengatur dalam aspek ibadah saja namun dalam segala aspek termasuk
dalam aspek Ekonomi. Bisa kita lihat pada zaman nabi muhammad SAW beliau menerapkan
sistem pengumpulan harta atau bisa disebut dengan baitul mal. Masyarakat pada zaman sekarang ini lebih mengutamakan
budaya hedonisme (budaya mencintai
kesenangan dunia) dan materialisme (mengedepankan
kebutuhan materi) sehingga kurangnya rasa kepedulian terhadap sesama. Adanya
tuntutan sodaqoh, zakat dalam islam menambah rasa kepedulian kita terhadap
sesama. Dengan berdirinya BAZ (badan amil zakat) itu salah satu cara
membudayakan baitul mal yang awalnya diterapkan oleh nabi muhammad SAW.
Tulisan
ini dibuat untuk memenuhi tugas pembuatan essai mata kuliah SPI (sejarah
peradaban islam), dan di dalamnya sedikit mengupas tentang baitul mal pda zaman
nabi muhammad SAW, semoga bisa bermanfaat dan bisa menjadi rujukan dikemudian
hari.
B.
DEFINISI
Baitul
mal diambil dari b. Arab, bait; rumah
dan mal;harta, jadi secara bahasa
baitul mal artinya rumah harta / tempat penyimpanan harta. Baitul mal adalah
salah satu lembaga umat isalam dalam
bidang ekonomi dengan tujuan untuk tempat pengempulan harta harta umat islam
yang akan didistribusikan untuk kebutuhan negara dan untuk yang membutuhkan.
C.
SEJARAH BAITUL MALL
Kegiatan Baitul Mal ini sudah
dimulai sejak zaman Rasulullah saw, hanya saja
pada masa itu belum berbentuk suatu lembaga yang berdiri sendiri. Pada
masa Nabi Muhammad saw, semua uang dan
kekayaan lain yang terkumpul dari berbagai sumber langsung dibagi-bagikan oleh
Nabi Muhammad saw sendiri kepada pos-pos yang ditetapkannya.Baitul Mal
baru-baru benar-benar berdiri sebagai suatu lembaga pada zaman khalifah Umar
ibn al-Khattab, yaitu ketika telam muncul kebutuhan-kebutuhan yang besar dari
masyarakat Islam yang telah mengusai daerah-daerah baru.
D.
PERKEMBANGAN BAITUL MAL PADA ZAMAN RASULL (1H-11H/622-623M)
“Mereka
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah, ‘Harta rampasan perang itu adalah milik Allah dan Rasul-Nya, oleh
sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama
kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar
orang-orang yang beriman'.” (QS. Al anfal:1)
ayat
ini turun ketika kaum Muslimin mendapatkan ghanimah (rampasan perang) pada
Perang Badar. saat itu para sahabat berselisih paham mengenai cara pembagian
harta rampasan tersebut sehingga turun firman Allah SWT menjelaskan hal itu.
Dengan ayat ini alllah menjelaska tentang kepemilikan harta ghanimah sekaligus
memberikan wewenang kepada rasullullah untuk mengelola harta ghanimah perang
badar sesuai kemaslahatan umat muslim pada saat itu. Inilah awal mula
pengellaan sistem baitul mal pada zaman rasul.
E.
PENGGUNAAN HARTA BAITUL MALL
eksistensi
Baitul Maal cukup tinggi dari zaman Rasulullah SAW hingga masa pemerintahan
berikutnya dan juga hingga saat ini. Eksistensi Baitul Maal sangat membantu
para muslim dalam pengelolaan harta yang diterima oleh kaum muslim. Semasa
Rasulullah, dana Baitul Maal digunakan dan didistribusikan sepenuhnya untuk
kepentingan kaum muslim Saat itu. penggunaan dana Baitul Mal pada prinsipnya
untuk memenuhi kebutuhan kaum muslim. Berikut rincian penggunaan dana Baitul
Maal, yaitu:
v Penggunaan dana untuk penyebaran islam
v Gerakan pendidikan dan kebudayaan
v Penyediaan layanan kesejahtraan sosial;
§ Menyantuni fakir miskin
§ Menampung
§ tuna wisma
§ Membayar gaji para pengumpul zakat
§ Melunasi utang-utang yang tidak mampu membayarnya
§ Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
§ Membebaskan budak
§ Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum
F. PENDAPATAN BAITUL MAL
Ø Khums (pajak
tanah)
Ø Pendapatan dari tebusan perang
Ø Jizyah (pajak non
muslim)
Ø Kharaj (kebijakan
fiskal atas tanah pertanian untuk negara-negara islamyang baru berdiri)
Ø Zakat
Ø Ushr (bea cukai
impor untuk para pedagang)
G.PENUTUP
Dengan
demikian, pada masa Rasulullah SAW, Baitul Mal mempunyai pengertian sebagai pihak
yang menangani harta benda kaum Muslimin, baik pendapatan maupun pengeluaran.
Karena belum melembaga, harta yang ada di Baitul Mal selalu habis seketika pada
hari diperolehnya harta tersebut karena dibagikan ataupun dibelanjakan untuk
urusan kaum Muslimin.
Labels:
Akademia,
Fiqh Islam,
Islamic Economi
Langganan:
Postingan (Atom)