Oleh: Dr. Misno, MEI
Allah Ta’ala menciptakan
manusia dengan sempurna, dari jiwa mulia dan raga sempurna yang membalutnya. Kesempurnaan
manusia bukan berarti tanpa cela, justru karena segalanya ada (amal mulia dan
dosa) ia disebut manusia. Ketika imannya meningkat maka amal mulia
dilakukannya, maka ia mendulang pahala dari Allah Azza wa Jalla. Namun ketika
imannya turun dan berkurang adanya, ia terjatuh ke dalam lembah dosa, hingga kemaksiatan
membelenggunya. Inilah hakikat dari manusia, tempat salah dan dosa, mahal
al-khotho’ wa nisyan.
Pemahaman ini bukan berarti kita
membiarkan dosa dan kesalahan ada pada diri manusia, tidak pula memberikan
toleransi kepada diri ini untuk dimengerti. Sekadar berbagi cerita tentang
hakikat manusia. Bahwa ianya adalah insan penuh dosa dan kesalahan, termasuk
diri kita yang mungkin di mata manusia dianggap mulia.
Bukan alasan yang tepat untuk
membela diri yang masih terjerat dalam maksiat, tidak pula menghibur jiwa
ketika dosa masih terasa indah dirasa. Tapi memahami dari hakikat manusia
itulah yang lebih utama. Bagaimana tidak? kita yang terus berusaha dan sekuat
tenaga untuk menjadi manusia yang “sempurna tanpa dosa” namun seringkali
kembali terjerembab ke dalam kesalahan serupa. Ya... mungkin ini adalah
kelemahan kita.
Ketika dosa dilakukan dengan
kesadaran nyata, diri kita tak mampu untuk melawannya. Bahkan terkadang
menikmatinya dengan sepenuh jiwa dan raga, kita larut ke dalamnya hingga
terlupa akan neraka di akhirat sana. Saat dosa terlaksana, penyesalan muncul di
dalam jiwa hingga diri merasa tak ada lagi guna. Namun, ketika dosa itu
berulang di berbagai masa maka hati mulai keras dan tak lagi merasa akan apa
yang dilakukannya, hingga jiwa cenderung membelanya sekuat tenaga.
Kita sadar sepenuh rasa, bahwa apa
yang kita lakukan itu adalah dosa. Namun jiwa ini masih belum bisa
melepaskannya, mungkin terbebas sementara tapi kemudian kembali melakukannya.
Sulit memang meninggalkannya, apalagi jika telah membalut jiwa, ia perlu
perjuangan tiada tara agar bisa lepas daripadanya.
Bagi mereka yang melihat manusia
berbuat dosa, pasti dengan mudah akan mengatakannya “Jangan dilakukan itu dosa”.
Bagi sebagian yang lain akan berkata “Anda memang makhluk pendosa”, sambil
menuduhkan telunjuknya ke muka kita. Lebih dari itu mereka akan mencela dan
mengucilkan “para pendosa” karena jijik ketika bersamanya. Tentu saja tindakan
mereka tidak salah, karena memang demikian adanya. Namun akan lebih bijak
apabila mendatanginya dengan penuh kasih sayang, mengajak bicara dengan penuh
adab dan kesopanan, membawanya dari tengah manusia dan menasehatinya dengan
nita ikhlas karena Allah Ta’ala.
Para Pendosa memang makhluk
durjana, tapi bukan berarti ia ahli neraka, selagi hayat masih di badannya maka
pintu taubat dan hidayahNya akan selalu terbuka. Jangan mudah mencela para
pendosa, bahkan kita pun tak lepas darinya. Karena kita adalah manusia tempat
salah dan dosa...
Banyak manusia yang memang tidak
bisa memahami jiwa para pelaku dosa, karena mereka hanya melihat dari sisi
dhahirnya saja. Bahkan kalau perlu para pendosa itu segera diberi hukuman yang
nyata, dipotong tangan atau dirajam di hadapan manusia. Tindakan ini tidak
salah, tapi lagi-lagi memahami mereka yang melakukan dosa dan kesalahan itu
dengan lebih mendalam mutla diperlukan. banyak orang yang melakukan dosa dan
kesalahan, kemudian mereka bersenang-senang dengannya tanpa memperhatikan
syariat agama. Mereka bangga dan bahkan menyiarkan dosa dan kesalahannya di
hadapan manusia, mengajak manusia untuk menjadi teman-temannya dalam dosa.
Mereka itulah para pendosa yang harus diberikan hukuman dan peringatan karena
telah nyata dosa dan maksiat yang dilakukannya.
Namun, ada di antara manusia yang
melakukan dosa bukan karena mereka suka dengan perbuatannya. Mereka hanya lalai
dan alpa, terjatuh ke dalam dosa dan kemaksiatan karena kejahilan,
ketidakpahaman dan ketidakkuasaan dalam membimbing dirinya. Mereka sadar itu
dosa dan maksiat, namun mereka belum bisa untuk meninggalkannya. Keinginan itu
terbebas dari perbuata dosa dan maksiatnya selalu ada, tapi seringkali ia
terjatuh kembali dengannya. Maka bagi mereka kita harus lebih bijak, mendoakan
dan selalu menasehatinya dengan kasih sayang itulah yang diharapkan. Karena bisa
jadi suatu masa ia akan kuat dan dengan penuh kesadaran untuk kembali ke jalan
yang benar dengan meninggalkan segala dosa dan kesalahan.
Kembali kepada hakikat dari
manusia, maka teruslah kita belajar agama dan memahami hakikat manusia sebagai
tempat salah dan dosa. Tapi bukan membiarkan saudara kita terlena dengannya,
menasehatinya dengan penuh kasih sayang. Itulah yang menjadi tuntunan agama.
Semoga menjadi penghapus dosa
Bogor, 23092021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...