Sebuah Cukilah Buku “The Living Maqashid: Memahami Maqashid
Syariah Berbasis Budaya Nusantara”
Oleh: Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI
Maqashid Syariah sebagai maksud dan tujuan diturunkannya syariah
menjadi obyek studi menarik. Sebagai hasil dari olah
pikir Islami, ia adalah hasil dari pemikiran mendalam seorang cendekiawan dalam
bingkai Islamic Worldview. Maka karakter dari seorang cendekiawan dalam
makna background pendidikan, madzhab, dan lingkungan akan sangat
mempengaruhi pemikiran maqashid yang dihasilkannya.
Konteks yang lebih ekstrim menunjukan bahwa pemikiran maqashid
memunculkan sebuah aksioma yang tidak bisa diterima oleh semua orang. Bahkan
dalam beberapa hal bertentangan dengan pemikiran cendekiawan lainnya.
Standarisasi dan tolok ukuran pemikiran dalam bingkai islamic worldview sejatinya
sudah dirumuskan bahkan menjadi ijma’ ulama. Namun dalam praktiknya, tetap saja
muncul berbagai variasi pemikiran yang banyak dipengaruhi oleh kondisi politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
Ranah Ushul Fiqh memunculkan heejaz school dan Kuufah
School yang merupakan variasi pemikiran yang banyak dipengaruhi oleh
keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Efeknya adalah pola-pola fiqh yang
khas dengan sentuhan budaya lokal yang kental dengan tetap memegang Islamic
values yang original. Bagaimana dengan pemikiran maqashid syariah?
Apakah ia juga dipengaruhi oleh politik, ekonomi, sosial dan budaya. Imam
Al-Juwaini sebagai salah satu tokoh terkemuka memunculkan teori maqashid yang
khas dengan madzhabnya. Demikian pula Imam Al-Ghazali dan muridnya Imam
Asy-Syathibi pun akan berbeda dengan teori maqashid yang dikeluarkan oleh Imam
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah. Belum lagi pemikiran maqashid
kontemporer yang lebih mengeksplorasi kondisi kontemporer dengan bahasa yang
lebih membumi.
Jika demikian adanya, maka maqashid syariah adalah sebuah pemikiran
base from Islamic Values dengan ketajaman analisis seorang cendekiawan
muslim yang dipengaruhi oleh keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Hipotesa yang bisa dimunculkan adalah bahwa maqashid akan dinamis
seiring dengan perkembangan dan perubahan tempat, wilayah dan zaman. Saya
menyebutnya dengan :The Living Maqashid; maqashid syariah yang hidup di
tengah masyarakat walaupun budaya mereka berbeda dengan budaya tempat asal
Islam diturunkan.
Nusantara sebagai wilayah yang memiliki budaya beragam yang syarat
dengan nilai-nilai kepercayaan lokal tentu memiliki pemikiran unik yang khas
dan berbeda dengan wilayah lainnya. Bagaimana Maqashid Syariah yang merupakan basic
nilai dalam Islam itu kemudian berjumpa dengan budaya dan kepercayaan di
Nusantara? Maka jawabannya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena sejak
abad ke-VII masehi ketika Islam masuk ke wilayah ini semuanya baik-baik saja.
Pun demikian nilai-nilai dasar Islam yang menjadi dasar bagi maqashid syariah
berjalan seiring dengan perkembangan masyarakat muslim di wilayah ini.
Bagaimana dengan pemikiran dari Maqashid Syariah? Sebagai ilmu yang
memiliki level cukup tinggi karena mendasarkan pada analisa tajam logika dan
kedalaman iman maka pembahasan ini belum banyak disentuh oleh cendekiawan di
Indonesia. Bahkan ketika ditawarkan “Maqashid Syariah Berbasis Budaya
Nusantara” maka yang muncul adalah penolakan karena muncul istilah Nusantara
yang terkesan mempersempit cakupan dari Maqashid dan juga Islam.
Kembali ke pembahasan awal, bahwa maqashid syariah adalah hasil
pemikiran yang didasari oleh nilai-nilai dasar Islam dengan menggunakan
ketajaman analisis logika yang
dipengaruhi oleh keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Maka, maqashid
itu hidup, dinamis, bergerak sesuai dengan waktu dan tempat di mana seorang
cendekiawan itu berada. Dalam ranah dasar, sejatinya tidak banyak perbedaan
misalnya asas dari maqashid adalah mashlahah tapi kemudian standar ukuran
mashlahah antara dahulu dengan sekarang, antara di hijaz dengan di kufah,
antara di Madinah dengan di Jakarta tentu akan sangat berbeda.
Sehingga The Living Maqashid adalah Maqashid Syariah yang dinamis
seiring perubahan waktu dan tempat dalam sebuah masyarakat yang juga terus
bergerak. Key Word-nya adalah pergerakan di masyarakat yang bermakna ia
hidup dan terus mengalami dinamisasi.
Sebuah kajian sangat menarik untuk melihat dinamisasi dan Maqashid
yang hidup di tengah masyarakat khususnya yang ada di Nusantara ini. ingin tahu
jawabannya? Tunggu terbitnya buku karya Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI dengan
judul “The Living Maqashid: Memahami Maqashid Syariah Berbasis Budaya
Nusantara”. Info: 085885753838.
Did you know there is a 12 word phrase you can say to your crush... that will trigger intense emotions of love and impulsive attraction to you buried within his chest?
BalasHapusThat's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's instinct to love, idolize and guard you with all his heart...
12 Words That Fuel A Man's Love Instinct
This instinct is so hardwired into a man's genetics that it will make him work better than before to make your relationship the best part of both of your lives.
As a matter of fact, triggering this influential instinct is absolutely mandatory to having the best ever relationship with your man that the instance you send your man one of these "Secret Signals"...
...You will instantly notice him expose his mind and soul for you in a way he haven't expressed before and he will see you as the only woman in the galaxy who has ever truly tempted him.
Numpang promo ya gan
BalasHapuskami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*