Oleh: Misno Mohd Djahri
Hari ini, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan, sebagai
bentuk penghargaan para pejuang dalam membela agama, bangsa dan negara. Banyak sekali
pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari peringatan hari pahlawan ini; dari
mulai ketulusan mereka dalam membela agama, bangsa dan negara, hingga bagaimana
mengimplementasikan semangat tersebut dalam kehidupan sehari-hari saat ini.
Saya awali tulisan ini dengan diskusi mengenai pahlawan, karena
banyak sekali pahlawan yang tidak tercatat bahkan tidak diakui sebagai pahlawan
bangsa. Ini terjadi baik tidak disengaja ataupun disengaja, tidak disengaja
karena begitu banyaknya para pejuang yang gugur dalam membela agama, bangsa dan
negara. Nama mereka tidak tercatat dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia,
namun mereka telah mengorbankan jiwa dan raga mereka. Semoga Allah Ta’ala
memberikan ganjaran pahala sesuai dengan amal mereka, rahimahumullah.
Ada juga para pahlawan yang tidak diakui karena adanya unsur
kesengajaan, di mana penulisan sejarah yang dikuasai oleh kelompok tertentu
kemudian menutup-nutupi peran dan kontribusi para pahlawan dalam membela agama,
bangsa dan negara. Ini adalah bagian dari sejarah kelam dalam penulisan sejarah
kita, bagaimana kontribusi umat Islam yang begitu besar ternyata ditutupi dan
bahkan yang diajukan dan dianggap sebagai pahlawan adalah orang-orang sosialis
yang tidak memiliki kontribusi signifikan kepada agama, bangsa dan negara.
Saya selalu menyebut membela agama, bangsa dan negara karena
sejatinya perjuangan dalam memerdekakan negara diawali dengan perjuangan jihad
dalam membela kedzaliman pemerintah kolonial. Nasionalisme sendiri muncul sebagai
respon dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembelaan terhadap
agama bukanlah tindakan terorsime aau fundamentalisme, justru ini adalah bentuk
perjuangan terhadap kedzaliman yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Setelah
NKRI merdeka baru pembelaan terhadap agama ini dikuatkan dengan membela tanah
air, bangsa dan negara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari agama
khususnya Islam.
Kembali kepada jasa para pahlawan yang ditutupi oleh sejarah,
sejatinya adalah bagian dari ghazwul fikri yang terus terjadi hingga saat
ini. Bagaimana umat Islam yang memiliki kontribusi sangat besar bagi bangsa dan
negara selalu ditutupi oleh orang-orang yang
tidak menyukai Islam. Mereka selalu menutup setiap kebaikan umat Islam,
lebih dari itu justru mereka mengangkat nama dan tokoh lain sebagai pahlawan.
Sebut saja Kartini yang diangga sebagai pahlawan emansipasi perempuan,
terlepas dari jasa beliau dalam peningkatan peran perempuan maka jauh sebelum
itu sudah banyak perempuan-perempuan Indonesia yang memberikan kontribusi
sangat besar kepada agama, bangsa dan negara. Sehingga apabila kita cermat
menganalisis, maka ada kepentingan di balik itu semua.
Dalam konteks 10 Nopember sebagai hari pahlawan, selalu yang muncul
adalah Bung Tomo, padahal arek-arek Suroboyo yang Sebagian besar adalah santri
dari berbagai wilayah sekitar Surabaya bahkan sampai ke Cirebon adalah pahlawan
sebenarnya dalam mengusir penjajah pada waktu itu. Kepada selalu satu tokoh
yang disebutkan? Lagi-lagi ini adalah perang pemikiran yang terus menutupi
sejarah Islam dan peran umat Islam di Indonesia.
Maka di hari Pahlawan ini, mari Bersama kita teladi para pahlawan
kita. Mereka dengan ikhlas membela agama, bangsa dan negara. Implementasi saat
ini adalah mari optimalkan seluruh potensi jiwa dan raga kita untuk membela
agama, bangsa dan negara. Jangan berteriak bela agama, bela bangsa, bela negara
kalua ternyata faktanya lebih memilih bekerjasama dengan orang-orang yang ingin
menghancurkan Indonesia. Buktikan bahwa kita adalah pahlawan… Bogor, menjelang
siang di kota hujan 101121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...