Oleh: Dr. Abd Misno, MEI
Direktur Program Pascasarjana INAIS Bogor
Hari berganti hari, bulan saling menggantikan hingga tak terasa
pergantian tahun berada di depan mata. Begitu cepat waktu berlalu dan masa
meninggal kita, hingga tak terasa kita telah berada di ujung tahun 2021 yang
penuh dengan rona kehidupan umat manusia. Pandemi Covid-19 yang belum selesai,
ibadah yang belum sepenuhnya terlaksana dengan sempurna, musibah dan bencana
terjadi di mana-mana hingga kemiskinan semakin bertambah jumlahnya. Semua itu adalah fenomena yang ada dan harus
disikapi dengan iman di dada.
Bergantinya tahun, bulan serta siang dan malam adalah ayaat (tanda)
bagi orang-orang yang berakal, sebagaimana firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal," (QS Ali Imran:
190). Konteks ayat ini tentu saja
membahas tentang hikmah adanya pergantian siang dan malam, bulan dan tahun yang
saling menggantikan. Hikmah besar yang boleh jadi selaras dengan firmanNya pula
''Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan hendaklah
setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. (QS
al-Hasyr [59]:18).
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dalam sebuah hadits
yang sudah sangat masyhur menjelaskan “Jagalah lima perkara sebelum (datang)
lima perkara (lainnya). Mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu,
kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum
matimu." HR Nasai dan Baihaqi. Makna dari hadits ini adalah bahwa
hendaknya setiap muslim menyiapkan segala hal untuk menghadapi masa depan,
termasuk menggunakan kekayaan untuk masa kesusahan. Hal ini juga selaras dengan
saba beliau lainnya yaitu: "Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di
dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang." HR. Bukhari,
Tirmidzi dan Ibnu Majah. Maka sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab
mengakhiri tahun penuh fitnah ini adalah “Apa yang sudah kita siapkan untuk
masa-masa yang akan datang?”
Perbekalan yang paling utama bagi setiap muslim adalah takwa,
sebagaimana firmanNya “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa.” QS. Al-Baqarah: 197. Takwa dalam makna yang sebenarnya yaitu
“Mengoptimalkan seluruh potensi jiwa dan raga kita untuk mendapatkan ridha dari
Allah Ta’ala”. Secara lebih spesifik dimensi dari takwa adalah keyakinan dalam
hati, ucapan dengan lisan dan amal dengan anggota badan. Jika ketakwaan terkait
dengan suatu kenikmatan maka meyakini bahwa nikmat tersebut datang dari Allah
Ta’ala, kemudian bersyukur dengan lisan atas nikmat tersebut dan ketiga adalah
menggunakan nikmat tersebut berada di jalannya.
Salah satu kenikmatan yang bisa menjadi bekal untuk masa depan kita
tidak hanya di dunia namun juga hingga ke akhirat adalah harta kita. Ia menjadi
perbekalan apabila digunakan di jalan Allah Ta’ala, misalnya dishadaqahkan,
diinfakkan, dikeluarkan zakatnya dan diwakafkan. Shadaqah adalah makna umum
dari segala bentuk kebaikan dalam mengeluarkan harta, serta manfaatnya hanya
sekali itu saja, ini semakna dengan infak harta. Sementara zakat adalah sebuah
kewajiban yang memang harus dikeluarkan apabila harta kita sudah sampai nishab
dan haul-nya, zakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Adapun
wakaf adalah mengeluarkan harta di jalan Allah Ta’ala di mana pokok hartanya
akan tetap dan hasilnya menjadi sedekah bagi wakif atau orang yang
mengeluarkan wakaf tersebut.
Wakaf adalah satu amal kebaikan dalam harta yang sangat istimewa,
karena ia memiliki manfaat yang berterusan hingga akhir zaman. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi yang mulia “Jika seseorang meninggal dunia, maka
terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” HR. Muslim. Para ulama menyatakan
bahwa sedekah jariyah dalam riwayat ini adalah wakaf, yaitu satu kebaikan dalam
mengeluarkan harta yang manfaatnya akan terus mengalir, baik bagi masyarakat
yang masih hidup yang mendapatkan hasil dari wakaf tersebut, ataupun wakif yang
telah meninggal dunia dengan mendapatkan ajr (pahala) dari Allah Ta’ala.
Inilah kebaikan terus menerus dari wakaf yang berbeda dengan amal
ibadah dengan harta lainnya, jika ibadah harta lainnya hanya sampai pada
pemberiannya saja maka wakaf akan terus mengalir pahalanya selama harta wakaf
itu masih ada. Tentu saja nadzir sebagai pengelola wakaf harus mampu
untuk menjadikan harta wakaf yang diamanahkan kepadanya terus memberi manfaat
dan berkembang hingga akhir zaman. Di sinilah kita memerlukan nadzir wakaf yang
Amanah dan professional. Karena ia menjadi kunci bagi produktif suatu harta
wakaf.
Kembali kepada waktu yang terus berlalu dan masa yang kian
meninggalkan kita maka introspeksi diri (QS. Al-Hasyr: 18) terkait dengan harta
kita menjadi sebuah keniscayaan. Apakah harta yang kita miliki itu bersumber
dari pendapatan yang halal? Apakah kita sudah bersyukur dengan nikmat harta
tersebut? Dan apakah harta tersebut digunakan di jalan Allah Ta’ala? Pertanyaan
ini selaras dengan sabda Nabi yang mulia “Kedua kaki seorang hamba tidaklah
beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat
hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan,
(3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan
dalam hal apa ia belanjakan” HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi. Jika harta
kita sudah bersumber dari harta yang halal, maka pertanyaan yang paling penting
adalah apakah harta tersebut digunakan untuk jalan kebaikan?
Maka, wakaf menjadi ibadah dengan harta yang kebaikannnya akan
terus mengalir hingga akhir zaman, bahkan Ketika kita telah meninggal dunia.
Pahalanya akan terus ada, selama harta wakaf dikelola oleh nadzir yang memahami
Amanah dan tanggunghawanya. Wakaf dzurry atau ahli menjadi
warisan bagi anak cucu kita, ia adalah kebaikan yang tidak akan pernah habis
bahkan lebih dari tujuh turunan. Sementara wakaf Khairi menjadi kebaikan
bagi seluruh umat manusia yang akan terus mengalir manfaatnya bagi mereka.
Jika demikian adanya, maka muhasabah al-maaliyah (introspeksi
harta) di akhir tahun ini mengingatkan kita Kembali akan kebaikan wakaf yang
menjadi warisan dengan kebaikan yang tidak berkesudahan. Bagi yang sudah
berwakaf di tahun-tahun sebelumnya, maka teruslah konsisten dalam berwakaf dan
kalua mungkin terus ditingkatkan. Bagi yang belum berwakaf, maka siapkan tahun
depan untuk berwakaf, agar hart akita bermanfaat di dunia bagi manusia dan bagi
kita di akhirat sana. Ayo Berwakaf… (abdmisno).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...