Oleh: Misno Mohd Djahri
Islam agama yang paripurna, kesempurnaannya terletak pada sendi-sendi syariahnya yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia. Dari mulai sendi-sendi internal manusia, sampai masalah eksternal terkait dengan manusia lainnya dan alam semesta.
Menanam adalah salah satu dari
bagian kehidupan manusia yang dianjurkan dalam Islam, hal ini karena manusia
sebagai khalifah di muka bumi dalam makna menjadi penanggungjawab
semesta bertanggungjawab untuk seluruh kehidupan semesta. Namun faktanya,
banyak sekali kerusakan di muka bumi yang terjadi adalah karena manusia. Mengenai
hal ini Allah Ta’ala berfirman:
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ
بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ
يَرۡجِعُونَ
Telah nampak jelas kerusakan di
darat 6dan di laut yang disebabkan oleh perbuatan tangan Manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka
kembali ke jalan yang benar… QS. Ar-Ruum: 41.
Kerusakan baik secara fisik ataupun
sistem ekosistem yang sudah berjalan sesuai dengan kehendakNya adalah karena
ulah manusia. Sehingga sudah selayaknya manusia bertanggungjawab atas segala
kerusakan yang ada, termasuk harus berupaya untuk memperbaiki kerusakan
semesta.
Salah satu cara untuk memperbaiki
kerusakan alam adalah dengan menanam pohon, sebagai bentuk memperbaiki
kerusakan yang di muka bumi.
Islam memandang bahwa menanam pohon
bukanlah sekadar memperbaiki kerusakan lingkungan, lebih dari itu adalah
sebagai ibadah dan sarana mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala. Rasulullah Shalallahu
walaihi wassalam dalam banyak hadits telah bersabda:
يَغْرِسُ
غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً
وَ مَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَ لاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ
لَهُ صَدَقَةً
Tidaklah seorang Muslim menanam
pohon, melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah dan
pahalanya untuknya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah
dan pahalanya untuknya, dan tidaklah kepunyaan seorang itu berkurang melainkan
menjadi sedekah dan pahala baginya, HR. Muslim.
Hadits ini menunjukan bahwa ketika
seseorang menanam pohon, maka ia akan mendapatkan pahala dari proses
menanamnya. Bahkan ketika hasil dari pohon tersebut dicuri orang, dimakan oleh
manusia atau hewan, maka ia akan mendapatkan pahala. Sebagaimana sabda beliau:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا,
أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة إِلاَّ
كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
Tidaklah seorang Muslim menanam
pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian tanaman itu dimakan oleh burung,
manusia atau hewan, melainkan menjadi sedekah dan pahalanya untuk yang
menanam,” HR. Bukhari
Secara lebih detail dalam Riwayat lainnya
dijelaskan:
إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ
أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
Jikapun akan terjadi hari Kiamat
sementara di tangan salah seorang dari kalian ada bibit, jika ia mampu sebelum
terjadi hari Kiamat, maka tanamlah. HR. Bukhari dan Ahmad.
Merujuk pada hadits-hadits tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa Islam sangat menganjurkan untuk bercocok tanam,
khususnya tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan pokok umat manusia. Karena ia
adalah salah satu usaha untuk menghidupkan tanah mata, sebagaimana firmanNya:
وَءَايَةٌۭ لَّهُمُ ٱلْأَرْضُ ٱلْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَٰهَا وَأَخْرَجْنَا
مِنْهَا حَبًّۭا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah
yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami
keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. QS. Yaasin:
33.
Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat
tentang bercocok tanam, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam
(penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang
semakna dengan itu, seperti menanam pohon”. Bahkan untuk memotivasi umat beliau
agar gemar menanam pohon beliau mengatakan “Muslim mana saja yang menanam
sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut,
niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah dan amal jariah yang
tiada putusnya”.
Demikian pula Abu Hayyan
al-Andalusi (w 745 H) dalam Tafsir al-Bahr al-Muhith menyatakan “Bumi yang mati
adalah bumi yang tidak ada pohon-pohonnya. Sedangkan Ibn ‘Asyur (Tafsir
al-Tahrir wa al-Tanwir): bumi yang mati adalah bumi yang kering dan patah
karena tak ada kehidupan tumbuhan di dalamnya. Cara menghidupkannya adalah
dengan menanam tanaman, rumput, dan pepohonan.
Merujuk pada pendapat para ulama
tersebut, maka jelas sekali bagaimana Islam sangat menganjurkan umatnya untuk
menanam pohon dan bercocok tanam sebagai sarana untuk memakmurkan bumi,
memperbaiki kerusakan yang ada dan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia.
Lebih dari itu adalah bahwa menanam
pohon akan bernilai ibadah apabila diniatkan untuk mendapatkan ridha dari Allah
Ta’ala (QS. Al-Bayyinah: 5) dan mengikuti petunjuk dari Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wassalam (QS. Al-Ahzab: 21). Dari sini tidak ada alasan bagi kita
untuk merusak alam semesta, bahkan sebaliknya harus menjaga kelestariannya. Salah
satu caranya adalah dengan menanam pohon dan menjaga kelestarian hutan dan bumi
ini. Wallahu’alam, 09092022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...