Oleh: Farhan ibn Ahmadi
PENDAHULUAN
Hukum waris menduduki tempat amat penting dalam Hukum Islam. Sedemikian
pentingnya kedudukan hukum waris Islam dalam hukum Islam dapat disimpulkan dari
hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dan Addaraquthni:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبِي
الْعِطَافِ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ
تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ
نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي
Pelajarilah faraidl (hukum waris) dan ajarkanlah kepada orang banyak,
karena faraidl adalah separoh ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu
yang pertama kali hilang dari umatku.[1]
Islam telah memberikan
ketentuan-ketentuan dalam pembagian harta pusaka dalam al-Quran dan Hadits,
sehingga bagi umat Islam diwajibkan untuk mengetahui dan mengamalkannya. Dalam
makalah ini, akan dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan harta warisan dan
ketentuan-ketentuannya yang berdasarkan pada hukum Islam, sehingga dapat
diketahui dan dapat diamalkan.
PEMBAHASAN
A. Pengantar Ilmu Faraidh
Al-faraidh adalah kata jamak dari al-faridhoh yang artinya
"bagian yang ditentukan kadarnya". Faraidh dalam arti mawarits, hokum
waris-mewaris, dimaksud sebagai bagian, atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli
waris menurut ketentuan syara'. Adapun kata al-mawarits, adalah jamak dari kata
mirots. Dan yang dimaksud al-mirotsu, demikian pula al-irtsu,
wirtsy, wirotsah dan turots, yang diartikan dengan al-murutsu
adalah harta peninggalan dari orang yang meninggal untuk ahli waritsnya.
Secara singkatnya, ilmu faraidh
dapat didefinisikan sewbagi ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris. Orang yang meninggalkan harta
tersebut dinamakan al-muwaritsu, sedang ahli waris disebut dengan al-waritsu.[2]
B. Prinsip-prinsip Hukum
Waris Islam[3]
Dalam hukum waris Islam, terdapat prinsip-prinsip
sebagai berikut.
a. Prinsip Ijbari, yaitu bahwa
peraliban harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup
berlaku dengan sendirinya.
b. Prinsip Individual, yaitu bahwa
harta warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris untuk dimiliki secara
perseorangan.
c. Prinsip Bilateral, artinya
bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mewaris dari kedua belah pihak
garis kekerabatan, atau dengan kata lain jenis kelamin bukan merupakan
penghalang untuk mewarisi atau diwarisi.
d. Prinsip kewarisan hanya karena
kematian, yakni bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan
sebutan kewarisan berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal
dunia. Dengan demikian, tidak ada pembagian warisan sepanjang pewaris masih
hidup.
C. Sebab-sebab Terjadinya
Warisan[4]
a. Hubungan Nasab (Darah), seperti
ayah, ibu, anak, saudara, paman, kakek dan nenek
b. Hubungan Perkawinan, yang
terdiri dari duda atau janda. Perkawinan yang sah menimbulkan hubungan
kewarisan. Jika seorang suami meninggal dunia maka isteri atau jandanya
mewarisi harta suaminya, dan demikian pula sebaliknya.
Apabila
semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanyalah : anak, ayah,
ibu, suami atau istri.
E.
Manawi'ul Irtsi
Yang dimaksud Manawi'ul Irtsi ialah penghalang terlaksananya
waris-mewarisi. Keadaan yang menyebabkan seorang ahli waris tidak dapat
memperoleh harta warisan ialah:
1.
Perbudakan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: "Budak adalah manusia
yang tidak memiliki wewenang sendiri, tetapi dia dimiliki, boleh dijual, boleh
dihibahkan dan diwaris. Dia dikuasai dan tidak memiliki kekuasaan. Adapun (yang
menjadi) sebab dia tidak mendapatkan warisan, karena Allah membagikan harta
waris kepada orang yang berwenang memiliki sesuatu, sedangkan dia (budak) tidak
memiliki wewenang.
Rasulullah bersabda:
Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka
hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat. [Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim
3/1173]
Selanjutnya beliau berkata : Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak
berhak mewarisi, sebab bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya
kepada pemiliknya. [Lihat Tashilul Fara'id : 21][5]
2. Pembunuhan
Rasulullah bersabda:
Siapa yang membunuh seseorang, ia tidak dapat
mewarisi dari terbunuh itu, sekalippun orang yang terbunuh itu tidak mempunyai
ahli waris kecuali si pembunuh itu saja, apabila si pembunuh itu orang tuanya
atau anaknya, si pembunuh tidak berhak menerima harta warisan. [HR Ahmad dari Umar][6]
3. Berlainan agama
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ
عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
Seorang muslim tidak akan mewaris dari seorang kafir, dan seorang kafir
tidak akan mewaris dari seorang muslim.[7]
4.
Berlainan negara
Berlainan negeri, yang berarti
berlainan tempat, tetapi negeri-negeri itu adalah negeri Islam, tidak menjadi
penghalang untuk memperoleh harta warisan.
Bagaimana apabila berlainan bagi orang
yang bukan muslim?
Menurut madzhab Hanafi dan Syafi'i,
keadaan tersebut menjadi penghalang. Dalam hal ini ialah apabila tidak ada ishmah
antara dua negeri itu dan keduanya saling memandang halal memerangi yang lain
di samping itu tidak ada hubungan persahabatan. Sedang negeri-negeri Islam
dianggap satu negara saja. Menurut madzhab Maliki, Ahmad, dan ahludzdzohir,
berlainan negeri bagi orang yang bukan Islam tidak menghalangi mereka untuk
saling mewarisi.[8]
F.
Bagian-Bagian Bagi Ahli Waris
Perspektif Hadits
1.
Bagian bagi anak perempuan
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنِي زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ
أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ
عَقِيلٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَتْ امْرَأَةُ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ
بِابْنَتَيْهَا مِنْ سَعْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَاتَانِ ابْنَتَا سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ قُتِلَ أَبُوهُمَا
مَعَكَ يَوْمَ أُحُدٍ شَهِيدًا وَإِنَّ عَمَّهُمَا أَخَذَ مَالَهُمَا فَلَمْ يَدَعْ
لَهُمَا مَالًا وَلَا تُنْكَحَانِ إِلَّا وَلَهُمَا مَالٌ قَالَ يَقْضِي اللَّهُ فِي
ذَلِكَ فَنَزَلَتْ آيَةُ الْمِيرَاثِ فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَى عَمِّهِمَا فَقَالَ
أَعْطِ ابْنَتَيْ سَعْدٍ الثُّلُثَيْنِ وَأَعْطِ أُمَّهُمَا
الثُّمُنَ وَمَا بَقِيَ فَهُوَ لَكَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ وَقَدْ
رَوَاهُ شَرِيكٌ أَيْضًا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ
Abd bin Humaid menceritakan kepada
kami, Zakaria bin Adi memberitahukan kepada kami, Ubaidillah bin Amr
memberitahukan kepada kami dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Jabir bin
Abdillah berkata: "Istri Sa'ad bin Ar-Rabi' datang kepada Rasulullah
dengan membawa kedua anak perempuannya lalu berkata: "Wahai Rasulullah ini
adalah kedua anak perempuan Sa'ad bin Ar-Rabi' yang ayahnya gugur bersamamu
dalam perang Uhud dengan mati syahid. Sesungguhnya paman mereka mengambil harta
mereka tanpa meninggalkan harta sedikitpun bagi mereka dan mereka tidak bisa
dikawinkan kecuali jika mereaa mempunyai uang." Beliau bersabda: "Allah
akan memutuskan tentang hal itu". Maka turun ayat tentang pembagian harta
warisan, kemudian Rasulullah mengutus seseorang kepada paman mereka lalu beliau
bersabda: "Berilah kedua anak
perempuan Sa'ad bin Ar-Rabi' dua pertiga dari harta dan berilah ibua mereka
seperdelapan dan sisanya adalah untukmu". Abu Isa berkata hadits ini hasan
shahih. Kami tidak mengetahuinya selain dari hadits Abdillah bin Muhammad bin
Aqil. Syarik juga meriwayatkannya dari Abdillah bin Muhammad bin Aqil.[9]
2. Bagian
anak perempuannya anak laki-laki beserta anak perempuan
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ
عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي قَيْسٍ الْأَوْدِيِّ عَنْ هُزَيْلِ بْنِ شُرَحْبِيلَ
قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى أَبِي مُوسَى وَسَلْمَانَ بْنِ رَبِيعَةَ فَسَأَلَهُمَا
عَنْ الِابْنَةِ وَابْنَةِ الِابْنِ وَأُخْتٍ لِأَبٍ وَأُمٍّ فَقَالَ لِلِابْنَةِ النِّصْفُ وَلِلْأُخْتِ مِنْ الْأَبِ وَالْأُمِّ مَا بَقِيَ وَقَالَا لَهُ انْطَلِقْ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ فَاسْأَلْهُ فَإِنَّهُ
سَيُتَابِعُنَا فَأَتَى عَبْدَ اللَّهِ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ وَأَخْبَرَهُ بِمَا قَالَا
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُهْتَدِينَ وَلَكِنْ
أَقْضِي فِيهِمَا كَمَا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلِابْنَةِ
النِّصْفُ وَلِابْنَةِ الِابْنِ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ وَلِلْأُخْتِ مَا
بَقِيَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو قَيْسٍ الْأَوْدِيُّ
اسْمُهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَرْوَانَ الْكُوفِيُّ وَقَدْ رَوَاهُ شُعْبَةُ عَنْ
أَبِي قَيْسٍ
Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun memberitahukan
kepada kami, dari Sufyan ats-Tsauri dari Abi Qais al-Audi dari Huzail bin
Syurahbil berkata: : Seseorang datang kepada Abi Musa dan Sulaiman bin Rabi'ah
dan bertanya kepada mereka tentang anak perempuan dan anak perempuannya anak
laki-laki dan saudara perempuan seayah dan seibu. Mereka berkata: Bagi anak
perempuan seperdua dan bagi saudara perempuan seayah serta ibu harta yang
tersisa." Mereka berkata kepadanya: "Pergilah kepada Abdullah bin
Mas'ud, bertanyalah kepadanya maka dia akan mengikuti kami". Kemudian dia
datang kepada Abdullah lalu menyampaikan kepadanya apa yang mereka katakan.
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Benar-benar aku tersesat apabila aku
menyetujui jawaban mereka dan aku tidak termasuk orang yang mendapat petunjuk
tetapi aku memutuskan dalam soal ini seperti keputusan Rasulullah bagi anak
perempuan seperdua, bagi anak perempuan anak laki-laki seperenam untuk
menyempurnakan dua pertiga dan bagi saudara perempuan harta yang tersisa.[10]
3. Bagian
saudara laki-laki seayah seibu
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ
عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ قَالَ إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ
هَذِهِ الْآيَةَ { مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ } وَإِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى بِالدَّيْنِ قَبْلَ الْوَصِيَّةِ وَإِنَّ أَعْيَانَ بَنِي الْأُمِّ يَتَوَارَثُونَ دُونَ بَنِي الْعَلَّاتِ
الرَّجُلُ يَرِثُ أَخَاهُ لِأَبِيهِ وَأُمِّهِ دُونَ أَخِيهِ لِأَبِيهِ
Bundar menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun memberitahukan kepada
kami, Sufyan memberitahukan kepada kami, dari Abi Ishaq dari al-Harits dari Ali
bahwa dia berkata: "Sesungguhnya kamu membaca ayat ini {[11]{ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ
بِهَا أَوْ دَيْنٍ. Dan sesungguhnya Rasulullah memutuskan melunasi hutang sebelum
wasiat dan sesungguhnya saudara-saudara seayah seibu saling mewarisi dengan
tidak memberi pembagian waris kepada saudara seayah. Seseorang mewarisi
saudaranya laki-laki seayah seibu dengan tidak memberi pembagian waris kepada
saudara laki-laki seayah."[12]
4. Bagian
saudara-saudara perempuan
حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَغْدَادِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ
عُيَيْنَةَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
يَقُولُ
مَرِضْتُ فَأَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَعُودُنِي فَوَجَدَنِي قَدْ أُغْمِيَ عَلَيَّ فَأَتَى وَمَعَهُ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
وَهُمَا مَاشِيَانِ فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ فَأَفَقْتُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَقْضِي
فِي مَالِي أَوْ كَيْفَ أَصْنَعُ فِي مَالِي فَلَمْ يُجِبْنِي شَيْئًا وَكَانَ لَهُ
تِسْعُ أَخَوَاتٍ حَتَّى نَزَلَتْ آيَةُ الْمِيرَاثِ
{
y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿã Îû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâöD$# y7n=yd }§øs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿ¼ã&s!ur ×M÷zé& $ygn=sù ß#óÁÏR $tB x8ts? 4 uqèdur !$ygèOÌt bÎ) öN©9 `ä3t $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts? 4 bÎ)ur (#þqçR%x. Zouq÷zÎ) Zw%y`Íh [ä!$|¡ÎSur Ìx.©%#Î=sù ã@÷WÏB Åeáym Èû÷üus[RW{$# 3 ßûÎiüt6ã ª!$# öNà6s9 br& (#q=ÅÒs? 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« 7OÎ=tæ }[13]
قَالَ جَابِرٌ فِيَّ نَزَلَتْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
صَحِيحٌ
Al-Fadhl bin Ash-Shabah al-Baghdadi menceritakan kepada kami, Sufyan bin
uayinah menceritakan kepada kami, Muhammad bin al-Munkadir menceritakan kepada
kami, dia mendengar Jabir bin Abdillah berkata: "Aku sakit lalu Rasulullah
datang kepadaku untuk menjengukku kemudian mendapatkanku benar-benar tidak
sadar lalu beliau datang kepadaku beserta Abu Bakar. Mereka berjalan kaki
kemudian Rasulullah berwudlu lalu beliau menuangkan air wudlunya atasku
kemudaian akau bangun lalau berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana aku
memutuskan mengenai hartaku atau bagaimana aku perbuat mengenai hartaku?"
beliau tidak menjawabku sedikitpun sedangkan dia mempunyai sembilan saudara
perempuan sehingga turun ayat mirats: "Mereka meminta fatwa kepadamu
(tentang kalalah)[14].
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan
itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara
laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian
dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu."
Jabir berkata:
"Ayat ini turun mengenai aku". Abu Isa berkata hadits ini hasan
shahih.[15]
- Bagian para ahli waris
yang memperoleh ashabah
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا ابْنُ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا
بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ
مَعْمَرٍ عَنْ ابْنِ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَقَدْ
رَوَى بَعْضُهُمْ عَنْ ابْنِ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْسَلًا
Abdullah bin Abdurrahman menceritakan
kepada kami, Muslim bin Ibrahim memberitahukan kepada kami Wuhaib menceritakan kepada
kami Ibnu Thawus menceritakan kepada kami dari ayahnya dari Ibnu Abbas dari
Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah harta pusaka sesuai dengan ketentuan
kepada mereka yang berhak lalu harta pusaka yang tersisa bagi orang laki-laki
yang terdekat kepada orang yang meninggal."
Abd bin Humai menceritakan kepada kami,
Abdurrazzaq memberitahukan kepada kami, dari Ma'mar dari Ibnu Thawus dari
ayahnya dari Ibnu Abbas dari Rasulullah seperti hadits Abdullah bin
Abdurrahman. Hadits ini hasan. Sebagian Rawi hadits meriwayatkan dari ibnu
Thawus dari ayahnya dari Rasulullah secar mursal.[16]
- Bagian Kakek
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ
عَنْ هَمَّامِ بْنِ يَحْيَى عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ
قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ إِنَّ ابْنِي مَاتَ فَمَا لِي فِي مِيرَاثِهِ قَالَ لَكَ السُّدُسُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ لَكَ سُدُسٌ آخَرُ فَلَمَّا
وَلَّى دَعَاهُ قَالَ إِنَّ السُّدُسَ الْآخَرَ طُعْمَةٌ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَفِي الْبَاب عَنْ
مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ
Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan
kepada kami, dari Hammam bin Yahya dari Qatadah dari al-Hasan dari Imran bin
Hushain berkata: "Seseorang datang kepada Rasulullah lalu berkata:
"Sesungguhnya anakku meninggal dunia berapa bahagianku dari harta yang
ditinggalkannya?" Beliau bersabda: "Bagimu seperenam dari harta
pusaka." Ketika dia pergi beliau memanggilnya dan bersabda: "Bagimu
seperenam lagi." Lalu ketika dia pergi, beliau memanggilnya dan bersabda:
"Sesungguhnya seperenam lagi bagimu itu adalah sebagian pemberian
untukmu."
Abu Isa berkata hadits ini hadits hasan shahih [17]
7. Bagian
Nenek
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ
قَالَ مَرَّةً قَالَ قَبِيصَةُ و قَالَ مَرَّةً رَجُلٌ عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ ذُؤَيْبٍ
قَالَ
جَاءَتْ الْجَدَّةُ أُمُّ الْأُمِّ وَأُمُّ الْأَبِ إِلَى أَبِي بَكْرٍ
فَقَالَتْ إِنَّ ابْنَ ابْنِي أَوْ ابْنَ بِنْتِي مَاتَ وَقَدْ أُخْبِرْتُ أَنَّ لِي
فِي كِتَابِ اللَّهِ حَقًّا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ مَا أَجِدُ لَكِ فِي الْكِتَابِ مِنْ
حَقٍّ وَمَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى لَكِ
بِشَيْءٍ وَسَأَسْأَلُ النَّاسَ قَالَ فَسَأَلَ النَّاسَ فَشَهِدَ الْمُغِيرَةُ بْنُ
شُعْبَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا السُّدُسَ قَالَ وَمَنْ سَمِعَ ذَلِكَ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ
قَالَ فَأَعْطَاهَا السُّدُسَ ثُمَّ جَاءَتْ الْجَدَّةُ الْأُخْرَى الَّتِي تُخَالِفُهَا
إِلَى عُمَرَ
قَالَ سُفْيَانُ وَزَادَنِي فِيهِ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَلَمْ
أَحْفَظْهُ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَلَكِنْ حَفِظْتُهُ مِنْ مَعْمَرٍ أَنَّ عُمَرَ قَالَ
إِنْ اجْتَمَعْتُمَا فَهُوَ لَكُمَا وَأَيَّتُكُمَا انْفَرَدَتْ بِهِ فَهُوَ لَهَا
Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami, Sufyan menceriytakan kepada kami,
Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dia berkata suatu kali: "Qabishah
berkata dan dia berkata pada saat yang lain dari seseorang dari Qabishah bin
Dzuaib berkata: "Seorang nenek yaitu ibunya ibu atau ibunya bapak datang
kepada Abu Bakar lalu berkata: "Sesungguhnya cucu laki-laki dari anakku
laki-laki atau cucu laki-laki dari anakku perempuan meninggal dunia dan
benar-banar aku diberitahukan bahwa aku di dalam kitabullah memperoleh bagian
harta pusaka." Abu Bakar berkata: "Aku tidak dapat menemukan bagian harta
pusaka bagimu dalam kitabullah dan aku tidak pernah mendengar Rasulullah
memutuskan bagian harta pusaka bagimu dan aku akan bertanya pada manusia".
Lalu al-Mughirah bin Syu'bah menyaksikan bahwa Rasulullah memberi seperenam
kepadanya. Abu Bakar berkata: "Siapa yang mendengar hadits itu bersamamu?.
Dia; berkata: "Muhammad bin Maslamah", Rawi berkata: "Lalu dia
memberi seperenam kepadanya". Kemudian seorang nenek lain yang berbeda
dengan nenek tersebut datang kepada Umar. Sufyan berkata: "Dan Ma'mar
menambah dalam hadits ini dari Az-Zuhri tapi aku tidak menghafalnya dari az-Zuhri
tetapi aku menghafalanya dari Ma'mar bahwa Umar berkata: "Kalau kamu
berdua berkumpul maka seperenam itu bagimu berdua dan siapa saja di antara kamu
sendirian maka seperenam baginya."[18]
8. Bagian
saudara laki-laki dari Ibu
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ
قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ
بْنِ عَيَّاشِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ الزُّرَقِيِّ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حَكِيمِ بْنِ عَبَّادِ
بْنِ حُنَيْفٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ
رَجُلًا رَمَى رَجُلًا بِسَهْمٍ فَقَتَلَهُ وَلَيْسَ لَهُ وَارِثٌ إِلَّا خَالٌ فَكَتَبَ
فِي ذَلِكَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ إِلَى عُمَرَ فَكَتَبَ إِلَيْهِ عُمَرُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مَوْلَى
مَنْ لَا مَوْلَى لَهُ وَالْخَالُ
وَارِثُ مَنْ لَا وَارِثَ لَهُ
Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami dan Ali bin Muhammad
berkata, Waki' menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Abdurrahman bin
al-Harits bin Ayyasy bin Abi Rabi'ah az-Zuraqi dari Hakim bin Hakim bin 'Abbad
bin Hunaif al-Anshari dari Abi Umamah bin Sahl bin Hunaif bahwa seorang
laki-laki telah melempar seorang laki-laki dengan tombak sehingga ia telah
membunuhnya dan tak ada seorang ahli warispun baginya selain seorang paman dari
ibunya, maka Abu Ubaidah menulis surat kepada Umar dan Umar menulis surat
kepadanya bahwa Nabi bersabda: "Allah dan rasul-Nya adalah tuan orang yang
tidak mempunyai tuan dan paman dari ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak
mempunyai ahli waris."[19]
9. Orang
yang meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَصْبِهَانِيِّ عَنْ مُجَاهِدٍ وَهُوَ ابْنُ وَرْدَانَ
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ مَوْلًى لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَقَعَ مِنْ عِذْقِ نَخْلَةٍ فَمَاتَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ وَارِثٍ قَالُوا لَا قَالَ فَادْفَعُوهُ إِلَى بَعْضِ أَهْلِ الْقَرْيَةِ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
Bundar menceritakan kepada kami, Yazid bin
Harun menceritakan kepada kami, Sufyan memberitahukan kepada kami dari
Abdurrahman bin al-Ashbihani dari Mujahid bin Wardan dari Urwah dari Aisyah
bahwasannya bekas hamba sahaya Rasulullah jatuh dari tandan pohon kurma lalu
meninggal dunia kemudian Rasulullah bersabda: "Lihatlah apakah dia
mempunyai ahli waris?" Mereka berkata: "Tidak". Beliau bersabda:
"Serahkanlah harta pusakanya kepada sebagian penduduk desanya." Ini
adalah hadits hasan.[20]
10. Bagian
anak hasil zina
Adapun dalil yang dijadikan
pegangan oleh jumhur ulama, yaitu sabda Nabi saw. "Anak milik orang
yang memiliki ranjang (suami) dan wanita pezina mendapatkan sanksi."
Ishaq bin Rahawaih, Ibnu Taimiyah, dan Ibnul Qayyim menakwilkan sebab Nabi saw.
bersabda demikian, yakni karena terjadi perdebatan antara wanita pezina dengan
pemilik ranjang (suaminya).
Meskipun demikian, kita bisa
melihat bahwa pendapat jumhur ulama lebih kuat, karena ada riwayat lain dari
'Amr bin Syu'aib, yaitu Nabi saw. bersabda, "Lelaki mana pun yang
berbuat zina dengan seorang wanita merdeka atau budak, maka anak yang lahir
adalah anak zina, tidak bisa mewarisi atau diwarisi." (HR Turmudzi)
Dengan demikian anak hasil
zina tidak bisa mewarisi dari ayahnya atau dari ibunya yang melakukan zina, dan
juga dari kerabatnya, selain itu mereka juga tidak bisa mewarisi dari anak
hasil zina tersebut. Syaukani berkata, "Demikian juga halnya dengan
anak yang lahir karena perbuatan zina. Ini sudah disepakati. Harta warisnya
diberikan untuk ibu dan kerabat ibunya."[21]
11.
Bagian anak tiri atau anak angkat
Menurut hukum Islam,
sebab-sebab seseorang dapat menerima warisan adalah karena ada hubungan nasab
atau hubungan perkawinan (sebagai suami istri) dengan pewaris (orang yang
meninggal), beragama Islam dan tidak ada halangan menurut hukum (pasal 171
KHI). Dari ketentuan ini maka anak tiri atau anak angkat tidak dapat menerima
warisan dari ayah/ibu tirinya atau ayah/ibu angkatnya. [22]
KESIMPULAN
Allah telah menentukan
pembagiannya bagi para ahli waris dengan sebaik-baik pembagian dan yang paling
adil, sesuai dengan tuntunan Hikmah-Nya yang sangat tinggi dan rahmat-Nya yang
sangat menyeluruh serta ilmu yang mencakup segala sesuatu. Dia menjelaskan yang demikian dengan
penjelasan yang sangat sempurna. Maka datanglah ayat-ayat dan hadits-hadits
tentang waris yang meliputi segala sesuatu yang mungkin terjadi terkait dengan
pembagian harta warisan, namun diantara ayat-ayat tersebut ada yang terang dan
jelas maksudnya bagi orang-orang awam dan sebagian lainnya membutuhkan
perhatian dan perenungan mendalam.
Daftar Pustaka
1.
Al-Quran dan Terjemahannya.
2.
At-Tirmidzi,
Muhammad Isa bin Surah. Terjemah Sunan At-Tirmidzi, terj. Sunan
At-Tirmidzi oleh Moh. Zuhri dkk. Semarang :
Asy-Syifa': 1992.
3.
Daradjat, Zakiah. Ilmu
Fiqh Jilid III. Yogyakarta : Dana Bhakti
Wakaf, 1995.
4. Saifullah, Muhammad, dkk (tim editor). Hukum Islam: Solusi
Permasalahan Keluarga Yogyakarta : UII
Press, 2005.
5.
Software al-Maktabah al-Syamilah.
6.
WWW. Google.com. Diakses pada tanggal 9 Mei 2009.
[1] Lihat
software al-Maktabah al- Syameelah, Sunan Ibnu Majah, Bab Pembahasan
Mempelajari Faraidh, juz 8, hlm. 196
[2] Zakiah
Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995),
hlm. 1-3
[3] www.
Google.com diakses pada tanggal 9 Mei 2009
[4] www.
Google.com
[6] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III
, hlm. 21
[7] Lihat
software al-Maktabah al- Syameelah, Shahih Bukhari, juz 21, hlm. 7
[8] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III
, hlm. 31
[9] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 437
[10] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 439
[11] QS. An-Nisa': 12
[12] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 441
[13] QS. An-Nisaa': 176
[15] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 446
[16] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 448
[17] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 450
[18] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 452. Hadits ini juga terdapat dalam Sunan Ibnu
Majah, Juz 8, hlm. 203
[19] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
Ibnu Majah, Juz 8, hlm. 221
[20] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan
At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 460
[21] Hak
Waris Anak Hasil Zina dan Li'an, www. Google.com, diakses pada tanggal 9
Mei 2009.
[22]
Muhammad Saifullah, dkk (tim editor), Hukum Islam: Solusi Permasalahan Keluarga
(Yogyakarta : UII Press, 2005), hlm. 180-181
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...