Keterharuan saya
semakin memuncak ketika Ust. Arifin Ilham naik ke Panggung, dzikir-dzikir yang
terdengar begitu menghujam dalam dada, merasuk ke dalam sendi-sendi jasad dan mengalir
bersama aliran darah “Astaghfirullah… astaghfirullah…” Alunan suci itu telah
menggetarkan jiwa saya, mempengaruhi raga dan tak terasa air mata ini mengalir
dengan derasnya. Saya tak mau orang lain mengetahui hal ini, saya tutup sebagian
muka saya dengan sorban. Namun, alunan tahlil, tasbih dan tahmid dan takbir itu
telah merasuk ke alam bawah sadar, hingga tangisan itu tak kuasa lagi saya
tahan. Semoga air mat ain imenjadi saksi di akhirat sana…
Setelah mencari
tempat yang paling dekat dengan panggung saya dan Abang Diki duduk di bagian
depan jamaah lainnya, tepatnya di baris ketiga. Alunan tahlil, tasbih dan
tahmid dan takbir masih terdengar dengan jelas dan mengaduk-aduk perasaan saya.
Air mata ini terus mengalir hingga tak terasa beberapa jam berlalu. Hujan
rintik-rintik yang perlahan turun memberikan nuansa haru yang sangat terasa. Saya
betul-betul tenggelam dalam haru-biru aksi itu.
Tausiah dari
asatidzah di aksi 212 telah kembali menge-charge semangat saya, saya masih
tenggelam dalam keharuan luar biasa. Perasaan bangga menjadi saksi sejarah,
merasa kecil di hadapanNya dan berjuta rasa dalam jiwa. Semua menyatu bersama
dengan insan-insan mulia di lapangan Monas Jakarta.
Hujan semakin
deras ketika pelaksanaan shalat Jumat akan dimulai. “Kita sudah siap dengan
semuanya, jangankan hujan air hujan anak panahpun saya sudah siap”
itulah kata-kata dari Abang Diki yang menambah motivasi saya. Benar, saya
benar-benar dengan siap dengan segala yang ada. Basah pakain dengan air belum seberapa
dibandingkan dengan mujahid Badr yang basah dengan darah syuhada.
Hujan semakin
deras, namun semangat kami telah menghilangkan rasa dingin dan basahnya pakaian
kami, sebaliknya yang muncul adalah rasa penuh spirit perjuangan, bara 212
hingga air yang membasahi pakaian dan tubuh kami menjadi guyuran rahmatNya. Tanah
yang kami pijak seolah bertasbih kepadaNya bersama kami yang sedang
melaksanakan shalat jumat. Bahkan, ketika kening ini menyentuh bumi untuk
bersujud, aroma bumi menghangatkan sekujur tubuh kami. Benar, ketika sujud
berlangsung, kami betul-betul merasakan kehangatan bumi, seolah ia meyelimuti
kami dalam satu peribadahan kepada Allah Ta’ala. Kami menyatu dengan jutaan
umat Islam, hujan, matahari, bumi dan semesta alam, semuanya bertasbih
mengagungkan kuasa Ar-Rahman.
Selesainya shalat
Jumat dan sambutan dari kepala negara mengakhiri aksi kami, secara rapi kami
dan jutaan umat Islam bergerak menuju tempat masing-masing. Saya keluar
mengikuti arus umat Islam yang bergerak keluar dari lapangan Monas. Lagi-lagi
sebuah pengalaman yang tidak pernah saya saksikan, puluhan umat Islam terutama
ibu-ibu dan akhwat berdiri di samping jalan keluar lapangan Monas dengan
menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman. Mereka membagikan secara gratis
semua jenis makanan dan minuman, saya sendiri sempat mengambil dua nasi bungkus
dan beberapa roti. Tak ada yang memanfaatkan keadaan, atau mencari kesempatan
dalam kesempitan. Mengambil seperlunya sebatas yang dibutuhkan, bahkan sebagian
umat Islam tidak mengambilnya karena merasa cukup dengan bekal yang ada. Sementara
para pemberi sedekah bukan hanya diam menunggu umat Islam yang mengambil
makanan atau minuman, tapi mereka bergerak menyodorkan kepada para peserta
aksi. Subhanallah, Luar biasa… kata-kata itu yang keluar dari mulut
saya.
Saya sempat
keluar dari lapangan Monas dan menuju Bunderan HI, melihat beberapa aparat keamanan
yang berbaris rapi, namun tak berfungsi karena melihat aksi umat Islam yang
damai tanpa anarki. Beberapa kelompok umat Islam masih melanjutkan orasi di
beberapa tempat, sementara sebagian yang lain bergerak sebagai pasukan semut
yang membersihkan sampah-sampah yang ada. Walaupun tidak banyak sampah yang
berserakan karena setiap sampah yang ada sudah dibersihkan sedemikian rupa oleh
umat Islam yang berada di dekatnya. Saya menyaksikan dengan mata kepala,
seorang ibu dengan jilbab panjang mengambil dengan tangannya sendiri beberapa
potong sampah yang di permukaan aspal yang tergenangi air berwarna kecoklatan. Sementara
melalui media saya membaca bahwa setelah aksi berakhir segerombolan santri dan
relwan langsung membersihakan lapangam Monas hingga lebih bersih dari keadaan
sebelumnya.
Inilah Bara 212,
sebuah hari penuh keajaiaban menjadi penyemangat iman bagi umat Islam. Saksi
sejarah bagi Indonesia dan dunia bahwa umat Islam masih dan selalu peduli
dengan agamanya. Siapa saja yang menghina umat Islam dan kitabNya maka akan
berhadapan dengan para pemeluknya. Bara 212 adalah awal yang akan terus
memberikan energy kepada seluruh umat Islam khususnya mereka menjadi saksi
sejarah dalam aksi ini. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan hidayah dan
inayahNya sehingga umat Islam akan senantiasa terjaga, hingga akhir masa. Wallahua’lam.
Ujungmanik,
30 Desember 2016
Abdurrahman
Misno Bambang Prawiro
Abu
Aisyah As-Silasafi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...