Pendahuluan
Sumber utama mengenai
riwayat hidup Imam Suyuti rohimahullah adalah kitab beliau yang berjudul
"Husnul Muhadloroh Fi Tarikhi Mishr Wal Qohiroh", satu kitab mengenai
sejarah negara mesir secara umum dan kota Kairo secara khusus. Dalam kitab tersebut
beliau juga menjelaskan secara rinci menegenai hal-hal yang berkaitan dengan
beliau mulai dari kelahiran beliau, nasab, masa-masa belajar dll. Beliau
menulis kitab ini pada umur 66 dan saat itu kitab yang beliau tulis sudah
mencapai 300 judul selain kitab-kitab yang tidak jadi diedarkan karena beliau
koreksi kembali.
Alasan beliau menulis
sendiri biografinya adalah karena mengikuti para ulama' ahli hadits
(muhadditsin) terdahulu, dimana saat mereka menulis kitab yang menjelaskan
sejarah suatu daerah atau menjelaskan tentang biografi para tokoh terkenal
mereka juga menuturkan biografi mereka sendiri dalam kitab tersebut. Beliau
mencontohkan diantara ulama' yang meuturkan biografinya sendiri adalah;
1. Al-Hafidh Abul Hasan
Abdul Ghofir Al-Farisi An-Naisaburi dalam kitab beliau yang menjelaskan tentang
biografi ulama’-ulama’ Naisabur, daerah yang kini masuk dalam kawasan negara
Iran, berjudul “As-Siyaq Li Tarikh Naisabur” yang lebih dikenal dengan nama
“Tarikh Naisabur”.
2. Syaikh Yaqut
Al-Hamawi dalam kitab beliau; “Irsyadul Arib Ila Ma’rifatil Adib” atau yang
lebih dikenal dengan nama "Mu'jamul 'Udaba'. Kitab yang menuturkan
biografi para sastrawan.
3. Lisanuddin bin
Al-Khothib dalam kitab “Al-Ihathoh Fi Akhbari Ghornathoh” yang menjelaskan
sejarah Granada, provinsi yang berada didalam kawasan otonomi Andalusia,
Spanyol.
4. Al-Hafidh
Taqiyyuddin Al-Fasi dalam kitab-kitab beliau yang menjelaskan sejarah kota
Mekah, seperti “Al-‘Aqduts Tsamin Fi Tarikh Baladil Amin”, “Syifa’ul Ghorom Bi
Akhbari Baladil Harom” dan ‘Az-Zuhur Al-Muqtatho’ah Min Tarikh Makkah
Al-Musyarrofah”.
5. Al-Hafidh Abul Fadhl
Ibnu Hajar dalam kitab yang menjelaskan mengenai biografi hakim-hakim Mesir
yang berjudul “Rof’ul Ishr ‘An Qudlot Mishr”.
6. Syaikh Abu Syamah
dalam kitab beliau “Ar-Roudlotain Fi Akhbarid Daulatain An-Nuriyah
Was-Sholahiyah”. KItab yang mengisahkan sejarah kesultanan Sultan Nuruddin
Zanki dan Sultan Sholahuddin Al-Ayyubi, dua sultan yang berjasa besar dalam
perang salib.
Imam Suyuthi
menjelaskan alas an beliau tersebut agar tidak dianggap bahwa menulis riwayat
hidup dalam satu kitab yang ditulis sendiri adalah sesuatu yang aneh sebab hal
seperti itu sudah dilakukan oleh ulama’-ulama’ sebelum beliau, bahkan diantara
mereka terdapat nama Syaikh Abu Syamah, seorang ulama’ yang terkenal wira’i dan
zuhud.
Nama dan Nasab
Nama dan nasab beliau
adalah; Abdurrohman bin Al-Kamal Abi Bakar bin Muhammad Sabiquddin bin Al-Fakhr
bin Nadhiruddin Muhammad bin Yusufuddin bin Khodhir bin Najmuddin Abis Sholah
Ayyub bin Nashiruddin Muhammad bin Syaikh Hammamuddin Al-Hammam Al-Khudloiri
Al-Asyuthi.
Khudloiri yang menjadi
nisbat bagi keluarga beliau berasal dari nama daerah Al-Khudloiriyah, satu
kawasan di Baghdad, Irak dimana kakek tertinggi beliau dahulu tinggal disana.
Kakek tertinggi beliau adalah Hammamuddin,
beliau termasuk ulama’ ahli ilmu hakekat (ahlul haqiqoh) dan termasuk salah
satu guru-guru tarekat (masyayikhut thoriqoh).
Anak cucu dari Syaikh
Hammam kebanyakan menjadi tokoh dan memiliki kedudukan dalam pemerintahan
didaerahnya masing-masing, diantara mereka ada yang terjun dalam bidang
kehakiman, bidang keamanan, pedagang dalam pemerintahan Amir Syaikhun,
membangun madrasah di Asyuth, dan mewakafkan beberapa wakafan, selain itu ada
juga yang menjadi konglomerat. Diantara keturunan Syaikh Hammam hanya ayah Imam
Suyuthi yang mengabdikan dirinya dalam bidang ilmu keagamaan.
Masa Kelahiran dan
Pertumbuhan
Imam Suyuthi dilahirkan
seusai Maghrib pada malam Ahad awal bulan Rajab pada tahun 849 H. bertepatan
pada bulan September tahun 1445 H M.. Saat masih kecil ayah beliau pernah
mengajaknya mengunjungi syaikh Muhammad Al-Majdzub seorang pembesar para wali
dimasa itu yang bermukim di samping Masyhad An-Nafisi, yang kemudian mendo’akan
keberkahan kepada beliau. Beliau tumbuh dalam keadaan yatim, sebab ayah beliau
meninggal pada tahun 855 H,. Sebelum wafat, ayah beliau berwasiat kepada Syaikh
Kamaluddinn bin al-Hammam untuk menjaga
dan mengurus serta mendidik beliau.
Masa - Masa Belajar
Belum genap berusia 8
tahun, beliau telah hafal al-Qur’an, selain itu
beliau juga telah hafal kitab al-‘Umdah (Umdatul Ahkam, kitab yang
menjelaskan mengenai dalil-dalil hukum karya Syaikh Ibnu Daqiqi Al-‘Id), kitab
Al-Minhaj dalam cabang ilmu fiqih (Minhajut Tholibin, kitab fiqih madzhab
Syafi’i karya Imam Nawawi), dan kitab Al-Minhaj dalam cabang ilmu ushul
(Minhajul Wushul Ila ‘Ilmil ‘Ushul, kitab ushul fiqih karya Imam Baidlowi)
serta kitab Alfiyah Ibnu Malik dalam cabang ilmu bahasa arab.
Pada awal tahun 864 H.
beliau mulai menyibukkan diri dengan pendalaman ilmu agama Imam Suyuthi belajar
Fikih dan Nahwu dari beberapa ulama besar di masa itu. Beliau secara khusus
belajar ilmu Faroidh kepada syaikh Al-‘Allamah Syihabuddin Asy-Syarmasahi ,
seorang ulama’ yang telah mencapai usia lebih dari seratus tahu, pada Syaikh
Syihabuddin Asy-Syarrnasahi beliau juga belajar kitab Al-Majmu’.
Diantara ulama’ yang
pernah menjadi guru beliau dalam ilmu fiqih adalah Syaikhul Islam ‘Alamuddin
Al-Bulqini, Dibawah bimbingan Imam Bulqini, beliau mempelajari kitab-kitab
berikut ini;
1. “At-Tadrib”, kitab
fiqih madzhab syafi’i karya Sirojuddin Al-Bulqini, ayah dari Syaikh ‘Alamuddin
Al-Bulqini. Kitab ini ditulis untuk dipersembahkan kepada putranya, yaitu Imam
Bulqini, namun penulisannya hanya sampai pada bab rodlo’ (persusuan). Imam
Suyuthi mempelajari kitab ini mulai dari awal kitab sampai bab wakalah,
2. “Al-Hawi
Ash-Shoghir”, kitab fiqih madzhab syafi’i karya Syaikh Najmuddin Al-Qozwini
yang meringkas kitab Syarah Al-Kabir karya Imam Rofi’i, kitab ini ditulis untuk
anak beliau yang bernama Muhammad, dalam madzhab syafi’i jika disebutkan kitab
“Al-hawi” maka yang dimaksud adalah kitab “Al-Hawi Ash-Shoghir” karya Imam
Qozqini, bukan “Al-Hawi Al-Kabir” karya Imam Mawardi. Imam Suyuthi mempelajari
kitab ini sampai bab iddah.
3. “Minhajut Tholibin”,
salah satu kitab paling populer dan menjadi rujukan utama dalam fiqih madzhab
syafi’i yang ditulis oleh Imam Nawawi. Imam Suyuthi mempelajari mempelajari
kitab ini sampai bab zakat.
4. “At-Tanbih”, kitab
fiqih madzhab syafi’i yang ditulis oleh Imam Abu Ishaq Asy-Syairozi, kitab ini
merpakan salah satu dari 5 kitab yang paling banyak dipakai pada masa Imam
Nawawi, 5 kitab yang dimaksud adalah Mukhtashor Muzani, Al-Wasith, Al-Wajiz,
At,Tanbih dan Al-Muhadzdzab. Imam Suyuthi mempelajarikitab ini hampir mendekati
bab zakat.
5. “Roudlotut
Tholibin”, kitab fiqih madzhab syafi’i yang ditulis oleh Imam Nawawi, kitab ini
merupakan ringkasan dari kitab “Syarah Al-Kabir” karya Imam Rofi’i dengan
menghilangkan dalil-dalilnya dan juga mencantumkan beberapa pendapat Imam
Nawawi yang berbeda dari Imam Rofi’i. Imam Suyuthi mempelajari sebagian bab
qodho’ (keputusan hakim) dari kitab ini.
6. “Takmilah Syarah
Al-Minhaj”, kitab ini merupakan kitab fiqih madzhab syafi’i yang ditulis oleh
Imam Zarkasyi, kitab ini adalah penyempunaan dari kitab “Kafil Muhtaj Ila
Syarhil Minhaj” yang ditulis oleh guru beliau, Imam Al-Isnawi, Imam Isnawi
menulis kitab tersebut hanya sampai bab musaqoh dan wafat sebelum
menyelesaikannya, kemudian Imam Zarkasyi melanjutkan penulisannya samapai
selesai
Setelah Imam Bulqini
meninggal pada tahun 878 H. beliau belajar kepada Syaikhul Islam Syarofuddin
Al-Munawi, dibawah asuhan Syaikh Munawi beliau belajar sebagian kitab
“Al-Minhaj” dan kitab “Syarah Al-Bahjah” sekaligus kitab hasyiyahnya, selain
juga mempelajari kitab “Tafsir Al-Baidhowi”.
Dalam cabang ilmu
hadits dan bahasa arab beliau belajar kepada Imam Taqiyyuddin Asy-Syamanli
Al-Hanafi selama 4 tahun, Imam Suyuthi merupakan salah satu murid kesayangan
Imam Syamanli yang diakui kepiawaiannya dalam ilmu bahasa arab dan ilmu hadits
dan menuliskan kata pengantar untuk kitab “Syarah Alfiyah Ibnu Malik” dan
“Jam’ul Jawami’ Fil Arobiyyah” yang ditulis oleh Imam Suyuthi.
Imam Suyuthi juga
merupakan murid yang kritis, pernah suatu ketika beliau membaca hasyiyah kitab
“Asy-Syifa” yang ditulis oleh gurunya, Imam Syamanli, dalam kitab itu gurunya
menuliskan hadits yang diriwayatkan oleh Abul Jamro’ mengenai kisah isro’
dikeluarkan oleh oleh Imam Ibnu Majah, setelah beliau cari hadits tersebut di
kitab Ibnu Majah dan sudah beliau baca kitab mulai awal hingga akhir sampai 3
kali beliau tidak menemukan hadits tersebut, setelah mencari dikitab-kitab
hadits lainnya beliau menemukan hadits tersebut ada di kitab “Mu’jamus
Shohabah’ karya Ibnu Qoni’. Mendapati hal seperti itu beliau menghadap kepada
gurunya untuk memberitahukan hal tersebut, seketika itu pula gurunya mengambil
pena dan mengganti tulisan “Ibnu Majah” dengan “Ibnu Qoni’”.
Guru beliau yang lain
adalah Syaikh Muhyiddin Al-Kafiji selama 14 tahun, selama belajar kepada Syaikh
Al-Kafiji beliau mempelajari berbagai cabang ilmu mulai dari tafsir, ushul,
bahasa ‘arab dll, selain itu beliau juga memperoleh banyak ijazah dari gurunya.
Selain itu beliau juga
menghadiri beberapa kali pengajian Syaikh Saifuddin Al-Hanafi yang mengajarkan
kitab;
1. “Al-Kasysyaf”, kitab
tafsir yang menjadi salah satu rujukan
utama untuk mngetahui kandungan balaghoh dalam al-qur’an. Judul asli kitab ini
adalah “Al-Kasysyaf An Haqoiq Ghowamidlit Tanzil Wa Uyunil Aqowil Fi Wujuhit
Ta'wil”.
2. “Audlohul Masalik
Syarah Alfiyah Ibnu Malik” atau yang lebih dikenal dengan nama “At-Taudlih”,
kitab nahwu karya Ibnu Hisyam yang merupakan syarah kitab Alfiyah Ibnu
Malik, beserta hasyiyahnya, “At-Tashrih
Bi Madlmunit Taudlih” yang biasa disebut “At-Tashrih Alat-Taudlih” karya Syaikh
Kholid Al-Azhari.
3. “Talkhishul Miftah”
kitab karya Imam Jalaluddin Muhammad bin Abdurrohman Al-Qozaini Asy-Syawini
yang menjelaskan tentang sastra bahasa arab, kitab ini merupakan ringkasan
kitab “Miftahul Ulum” karya Syaikh Abu Ya’qub As-Sakaki.
4. “Al-Adhud”
Guru-Guru Imam Suyuthi
Imam Suyuthi memiliki
banyak sekali guru yang tak terrtandingi jumlahnya pada masa beliau hidup.
Berikut ini nama-nama guru Imam Suyuthi yang paling masyhur baik laki-laki
maupun perempuan;
A. Guru - Guru
Laki-Laki
1. Syaikh Ahmad bn
Ibrohim bin Nashr bin Ahmad bin Muhammad bin Abul Fath Al-Kinani Al-Asqolani
Al-Qohiri Ash-Sholihi Al-Hanbali.
2. Syaikh Syihabuddin
Ahmad bin Ali bin Abu Bakar Asy-Syarimsahi Asy-Syafi’i.
3. Syaikh Taqiyyuddin
Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Ali bin Yahya Ats-Tsumunni.
4. Syaikh Taqiyyuddin
Asy-Syibli Al-Hanafi, beliau adalah guru Imam Suyuthi dalam bidang hadits.
5. Imam ‘Alamuddin
Al-Bulquni; Sholih bin Umar bin Ruslan.
6. Syaikh Abdul Aziz
bin Abdul Wahid bin Abdulloh bin Muhammad Al-Izz bin At-Taj At-Takruri Asy-Syafi’i.
7. Syaikh Abul Fadl
Abdul Aziz bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Izz Al-Miqoti.
8. Syaikh Abdul Qodir
bin Abul Qosim bin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Mu’thi Al-Anshori As-Sa’di
Al-Ubadi Al-Maliki.
9. Imam Jalaluddin
Al-Mahalli; Muhammad bin Ahmad bin Ibrohim Al-Mahalli Asy-Syafi’i.
10. Syaikh Muhammad bin
Sulaiman bin Sa’ad bin Mas’ud Ar-Rumi Al-Bar’Ami Al-Kafiji Al-Hanafi.
11. Imam Kamaluddin
Al-Hammam Al-Hanafi; Muhammad bin Abdul Wahid bin Abdul Hamid
Al-Iskandari.
12. Imam Al-Munawi;
Syarofuddin, Yahya bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad.
B. Guru - Guru Wanita
1. Amatul Kholiq (Ummul Khoir). Beliau adalah
seorang ahli hadits dan merupakan orang terakhir yang meriwayatkan Shohih
Bukhori dari ulama’ Hijaz.
2. Amatul Aziz binti
Muhammad bin Yunus Al-Amani. Beliau juga merupakan ahli hadits, Imam Suyuthi
belajar kitab “Tsulatsiyatul Bukhori” pada beliau.
3. Ummul Fadhl binti
Muhammad Al-Mishriyah. Beliau juga merupakan seorang ahli hadits. Imam Suyuthi
bercerita; “Aku bertemu dengan Ummul Fadhl binti Muhammad Al-Mishriyah, beliau
bertanya kepadaku mengenai nama, kunyah, nama, nasab, daerah asalku dan dimana
aku tinggal, aku menjawab semuanya, kemudian beliau berkata; “Aku bertemu
dengan Abdulloh bin Umar Al-Azhari, beliau menanyakan kepadaku mengenai nama,
kunyah, nasab, daerah asal dan dimana aku tinggal.... Anas -rodhiyallohu
‘anhu- berkata; “Saya bertemu dengan
Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam kemudian beliau bertanya kepadaku sebagaimana
yang aku tanyakan kepadamu, kemudian beliau bersabda; “Wahai Anas, perbanyaklah
teman, karena kelak sebagian dari kalian akan bisa member syafa’at kepada
sebagian yang lain”.
4. Ummul Fadl bin
Muhammad Al-Maqdisi. Beliau juga merupakan ahli hadits.
5. Ummu Hani’ binti
Abul Hasan Al-Hurini. Beliau adalah seorang penulis dan ahli hadits.
6. Khodijah binti Abul
Hasan bin Al-Mulqin.
7. Fathimah binti Ali
bin Al-Yasir. Beliau juga seorang ahli hadits.
8. Kamaliyah binti
Muhammad bin Abu Bakar Al-Marjani. Beliau juga seorang ahli hadits.
9. Nasywan binti
Abdulloh Al-Kanani. Beliau juga seorang ahli hadits.
10. Hajar binti
Muhammad Al-Mishriyah. Beliau juga seorang ahli hadits.
11. Hajar binti
Muhammad Al-Maqdisi. Beliau juga seorang ahli hadits.
Haji ke Baitulloh
Imam Suyuthi
menceritakan bahwa sewaktu menunaikan haji ke Baitulloh beliau minum air zamzam
dengan niat dan berdo’a agar memiliki kemampuan dalam ilmu fiqih seperti yang
dimiliki oleh guru beliau, Imam Bulqini, dan dalam ilmu hadits berharap seperti
Imam Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqolani.
Cabang-Cabang Ilmu Yang
Dikuasai Imam Suyuthi
Imam Suyuthi dikenal
dikalangan ulama’ karena penguasaannya dalam berbagai cabang ilmu. Hal tersebut
bisa diketahui dari kitab-kitab yang beliau tulis dalam beberapa cabang ilmu
agama. beliau menguasai 7 cabang ilmu agama, yaitu; tafsir, hadits, fiqih,
nahwu, ma’ani, bayan dan badi’ (nahwu, ma’ani, bayan dan badi’ adalah
cabang-cabang ilmu bahasa arab).
Beliau juga menguasai
ilmu ushul fiqih, jadal (metode diskusi), tashrif (cabang ilmu bahasa arab),
insya’ (metode penulisan), faro’idh (ilmu pembagian warisan), qiro’ah
(perbedaan tata cara pembacaan al-qur’an) dan ilmu kedokteran. Hanya saja
penguasaan ilmu-ilmu tersebut tidak secara mendalam sebagaimana 7 cabang ilmu
diatas, bahkan untuk cabang ilmu qiro’ah beliau mempelajarinya sendiri secara
otodidak tanpa berguru,
Sedangkan ilmu yang
paling suling menurut beliau, sebagaimana beliau akui sendiri, adalah ilmu
hisab (berhitung), beliau sampai mengatakan saat mempelajari satu masalah dalam
ilmu hisab rasanya seperti membawa gunung.
Kemampuan luar biasa
yang dimiliki Imam Suyuthi yang dianugerahi pikiran yang cerdas dan ketekunan
juga ditunjang dengan perpustakaan pribadi yang beliau miliki, perpustakaan
tersebut adalah warisan dari ayahnya. Namun meski memiliki perpustakaan pribadi
dengan koleksi kitab yang sangat banyak beliau dengan rutin mengunjungi
perpustakaan Mahmudiyah semenjak beliau masih kecil.Perpustakaan Mahmudiyah
berada di madrasah yang didirikan oleh Mahmud bin Ali Al-Istadar, perpustakaan
ini merupakan salah satu perpustakaan terbesar di Kairo dan memiliki banyak
koleksi kitab-kitab langka. Imam Suyuthi menulis satu kitab berjudul “Badzlul
Majhud Fi Khozanati Mahmud” untuk mendata nama-nama kitab yang ada di
perpustakaan Mahmudiyah.
Perjalanan Karir
Intelektual Imam Suyuthi
Pada usia yang masih
sangat muda, 17 tahun. beliau juga sudah mulai menulis kitab. Kitab pertama
yang beliau tulis berjudul “Syarah Al-‘Isti’adzah Wal Basmalah” yang
menjelaskan kandungan dari kalimat isti’adzah dan Basmalah. Setelah
menyelesaikan penulisannya beliau membawa kitab karyanya ini untuk ditunjukkan
dan dikoreksi oleh guru beliau, Imam Bulqini, guru beliau menuliskan kata
pengantar untuk karya perdana dari Imam Suyuthi tersebut.
Selain mulai mengajar,
pada awal tahun 866 H. dalam usia 17 tahun beliau mendapatkan ijazah dari
gurunya untuk mengajar bahasa arab, kemudian pada tahun berikutnya, 876 H.
beliau mendapatkan ijazah untuk mengajar dari guru beliau, Imam Bulqini, dimana
pengajian kitab yang pertama kali beliau adakan juga dihadiri langsung oleh
gurunya tersebut. Imam Suyuthi juga mengajar fiqih di masjid Jami’ Asy-Syaikhni
menggantikan ayah beliau, selain itu Imam Kamaluddin Al-Hammam Al-Hanafi, orang
yang diberi wasiat oleh ayah beliau agar mengurus Imam Suyuthi, juga menetapkan
sebagai pengajar hadits sebagai pengganti ayah beliau.
Murid -Murid Imam
Syuthi
Diantara murid-murid
beliau yang paling masyhur adalah :
1. Syaikh Abdul Qodir
bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syadzili Asy-Syafi’i.
2. Syaikh Ibnu Iyas,
Abul Barokat, Muhammad bin Ahmad bin Iyas Al-hanafi, penulis kitab “Badai’uz
Zuhur Fi Waqo’iud Duhur”.
3. Syaikh Al-Hajj
Muhammad Sukyah.
4. Syaikh Syamsuddin,
Muhammad bin Abdurrohman bin Ali bin Abu Bakar Al-‘Alqomi.
5. Syaikh Syamsuddin,
Muhammad bin Ali bin Ahmad Ad-Dawudi Al-Mishri.
6. Ibnu Thulun; Syaikh
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Thulun Ad-Damasyqi
Al-Hanafi.
7. Syaikh Muhammad bin
Al-Qodhi Rodhiyuddin Muhammad bin Muhammad bin Abdulloh binBadr bin Utsman bin
Jabir Al-Ghozi Al-‘Amiri Al-Qurosyi Asy-Syafi’i.
8. Syaikh Muhammad bin
Yusuf bin Ali bin Yusuf Asy-Syami.
9. Syaikh Jamaluddin,
Yusuf bin Abdulloh Al-hasani Al-Armayuni Asy-Syafi’i.
Fokus Menulis Dan
Beribadah
Pada usia empat puluh
tahun Imam Suyuthi memfokuskan dan menyibukkan dirinya untuk beribadah kepada
Allah, dan menjauhkan diri dari kehidupan dunia dan penduduknya seakan-akan
beliau tidak mengenal seorang pun, kemudian beliau mulai menulis karya-karyanya,
dan meninggalkan berfatwa dan mengajar. Dalam kitab beliau yang berjudul
“at-Tanfis” beliau menjelaskan mengenai alasan meninggalkan mengajar dan
berfatwa dan memilih menyendiri untuk menulis kitab dan beribadah.Hal tersebut
beliau lakukan sampai beliua wafat, beliau tidak membukakan pintu rumahnya di
pesisir sungai Nil.
Akhlak Imam Suyuthi
Imam Suyuthi adalah
seorang ulama’ yang dikenal dengan kezuhudannya, tekun beribadah dan menjauhi
urusan-urasan dunia. Para pemimpin dan orang-orang kaya seringkali berdatangan
kepada beliau, lalu mereka menmberikan an harta kepada beliau, namun beliau
menolaknya. Suatu ketika ada orang yang memberikan seorang budak dan uang
sebanyak seribu dinar, beliau mengembalikan uang tersebut dan mengambil budak
lalu dia memerdekakannya dan menjadikannnya sebagai pelayan di ruangan makam
Nabi, kemudian dia berkata kepada orang yang menghadiahkan uang seribu dinar
dan budak tersebut: “Janganlah kamu datang kepadakudengan hadiyah, karena
sesungguhnya Allah telah menganugerahkan kepadaku dari hadiah-hadiah tersebut.
Beliau tidak pernah membeda-bedakan
antara orang terpandang
Selain itu beliau tidak
senag terlalu sering menghadap para impinan, bahkan berkali-kali para pemimpin
mengundang beliau namun beliau enggan untuk datang. Pernah suatu ketika
seseorang bertanya kepada beliau; ”Bukankah ulama’ - ulama’ yang masyhur akan
kewaliannya juga sering mendatangi para pemimpin demi memenuhi hajat rakyat”.
Beliau menjawab; ”Mengikuti para ulama’ salaf dengan tidak mendatangi mereka
lebih menyelamatkan agama seorang muslim”. Karena itulah beliau menulis kitab
yang berjudul ”Ma Rowahul Asathin Fi ’Adamit Taroddud ’Alas Salathin”, sebuah
kitab yang menjelaskan riwayat-riwayat ulama’ salaf yang menjelaskan agar tidak
terlalu sering mendatangi para pemimpin.
Dalam muqodimah kitab
”Al-Asybah Wan Nadho’ir” imam Suyuthi mengtakan; ”Hum warotsatul anbiya’... wa
yuhtada kanujumis sama’... wahum al-muluuk? la, bal al-muluuk tahta aqdamihim
wa fi tashorifi aqwalihim wa aqlamihim” (Para ulama’ adalah pewrais para Nabi,
mereka memberikan petunjuk laksana bintang-bintang dilangit. Apakah mereka
raja? tidak, mereka bukan raja tapi para raja harus tunduk pada mereka dan
mengikuti perkataan dan tulisan mereka).
Karya-karya Imam
Suyuthi
Imam as-Suyuthi telah
meninggalkan karya-karyanya begitu banyak dalam berbagai disiplin ilmu,
dikarenakan beliau rajin menulis buku semenjak masih sangat muda. Dalam kitab
”Kasyfudh Dhunun” karya Haji Kholifah dijelaskan bahwa karya tulis Imam Suyuthi
mencapai 540 kitab. Dalam ”An-Nurus Safir ’An Akhbaril Qurnil Asyir” yang
ditulis oleh Syaikh As-Sayyid Abdul Qodir bin Abdulloh Al-Idrus dijelaskan
bahwa arya-karya beliau telah mencapai jumlah hingga 600 karya selain yang dia
perbaiki kembali dan yang dicuci (tidak jadi diedarkan)”. Sedangkan menurut
Sayyid Muhammad Abdul Hayy Al-Kattani, jumlah keseluruhan karya Imam Suyuthi
adalah 904 kitab dalam berbagai disiplin ilmu.
Diantara karya-karyanya
yang terkenal, antara lain :
”Al-Itqan Fi ’Ulum
al-Quran”. Kitab yang menjadi rujukan utama dalam disiplin ilmu ulumul qur’an,
kitab ini sebenarnya adalah muqoddimah (kata pengantar) kitab tafsir yang
beliau berikan judul ”Majma’ul Bahro’in Wa Mathla’ul Badroin Al-Jami’ Li
Tahririr Riwayah Wa Taqrirud Diroyah” satu kitab tafsir yang menggabungkan
tafsir bil ma’tsur (tafsir berdasarkan riwayat) dan tafsir bir ro’yi (tafsir
berdasarkan pemikiran) yang rencananyanya akan beliau tulis namun beliau wafat
sebelum menyelsaikan penulisan kitab tafsir tersebut, para ulama’ mengatakan;
seandainya kitab itu telah ditulis dengan sempurna tentu tak akan ada
tandingannya.
Ad-Durrul Mantsur
fit-Tafsir Bil Ma’tsur. Kitab tafsir yang mengikuti metode tafsir bil ma’tsur,
baru-baru ini kitab ini dicetak dalam 16 jilid. kitab ini adalah ringkasan dari
kitab tafsir yang lebih besar lagi yang bernama “Tarjumanul Qur’an”, sayangnya
sampai sekarang kitab tarjumanul qur’an tidak diketahui keberadaannya.
3. “Tafsir Jalalain”.
Kitab tafsir ini merupakan kitab tafsir yang dikenal dan diajarkan diseluruh
kawasan dunia islam karena tidak terlalu tebal namun sarat kandungan ilmu.
Kitab ini adalah kitab tafsir yang ditulis oleh Imam Suyuthi yang
menyempurnakan kitab tafsir yang ditulis oleh guru beliau, Imam Mahalli yang
wafat sebelum merampungkan penulisannya, karena itulah kitab ini dikenal dengan
nama; “Tafsir Jalalain” artinya kitab tafsir yang ditulis oleh 2 orang yang
agung, 2 orang yang dimaksud adalah Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin As-Suyuthi.
4.
”Al-Iklil fi Istinbath at-Tanzil”. Kitab ini termasuk dalam kategori
”Tafsir Ahkam”, maksudnya yaitu kitab tafsir yang mengkhususkan pembahasan
tafsir dari sudut pandang penunjukan suatu ayat mengenai satu hukum, sayangnya
kitab ini kurang begitu populer dikalangan para pelajar fiqih madzhab syafi’i
di Indonesia.
”Alfiyah As-Suyuthi
Fi Ilmil Hadits”. Judul asli kitab ini adalah ”Nadhmud Duror Fi ’Ilmil Atsar”,
namun lebih populer dengan sebutan ”Alfiyah As-Suyuthi” karena kitab ini memuat
1000 nadhom (bilangan tepatnya 994
nadhom) yang menjelaskan tentang ilmu hadits.
6. ”Tadribur Rowi
Syarah Taqribun Nawawi”. Kitab ini merupakan syarah dari kitab ”At-Taqrib
Wat-Taisir Li Ma’rifati Sunanil Basyir An-Nadzir” atau yang lebih dikenal
dengan sebutan ”Taqrib An-nawawi” karya Imam Nawawi. Kitab Tadriburt Rowi
merupakan salah satu rujukan utama dalam bidang ilu hadita.
7. “Jami’us Shoghir”. Kitab ini merupakan kitab
hadits yang mencantumkan lebih dari 10.000 hadits yang disusun berdasarkah
huruf hija’iyah, sehingga menjadi salah satu rujukan utama saat mencari
keberadaan matan suatu hadits dengan mencarinya dikitab ini dengan melihat
huruf pertama dari matan hadits tersebut, selain itu keistimewaannya terletak
dari ditunjukkannya dalam kitab apa hadits tersebut ditulis dan ditambah
penjelasan mengenai derajat hadits tersebut yang keduanya diisyaratkan dengan
symbol-simbol huruf dakhir setiap hadita. Kitab ini sebetulnya merupakan
ringkasan dari kitab “Jawami’ull Jawami’” yang lebih dikenal dengan sebutan
“Jamiul Kabir” yang kitabnya mencapai 25 jilid.
8. “Al-Asybah
Wan-Nadho’ir Fi Qowa’id Wa Furu’is Syafi’iyyah”. Kitab ini merupakan kitab
induk dalam bidang ilmu qo’idah fiqih dalam madzhab syafi’i secara khusus dan
dalam ilmu fiqih islam secara umum, selain itu kitab ini juga membahas mengenai
beberapa faedah-faedah yang sangat bermanfaat dalam fiqih sehingga tak heran
bila kitab ini diajarkan dihampir semua pondok pesantren salaf pada tingkat
aliyah di pulau jawa khususnya.
9. “Al-hawi
Lil-Fatawi”. Kitab ini memuat fatwa-fatwa beliau dalam berbagai disiplin ilmu,
mulai dari masalah-masalah yang berkaitan dengan tauhid, al-qur’an, hadits,
fiqih, nahwu dan tasawuf.
Mimpi Bertemu
Rasulullah
Dalam kitab
“Al-Kawakibus Sa’irohg Fi A’yanil Mi’ah Al-Asyiroh” karya Syaikh Najmuddin
Al-Ghozi diceritakan; pada suatu malam Imam Suyuthi mimpi bertemu derngan
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, beliau menanyakan kepada Nabi perihal
beberapa hadits, Nabi memanggil beliau dengan sebutan “Syaikhus Sunnah’
(guru/pakarnya sunnah Nabi).
Selain itu beliau juga
juga pernah bertemu dengan Nabi dalam keadaan terjaga (bukan dalam mimpi)
sebagaimana dikisahkan oleh Syaikh Abdul Qodir Asy-Syadzili. Imam Suyuthi
bercerita bahwa beliau pernah melihat langsung Rosululloh, kemudian beliau
bertanya; “Wahai Rosululloh, apakah aku termasuk penghuni surga” Rosululloh
menjawab; “Iya”, lalu aku bertanya lagi; “Apakah aku akan masuk surga dengan
tanpa disiksa terlebih dahulu sebelumnya?”. Rosululloh menjawab “Itulah yang
akan diberikan kepadamu”. Syaikh Abdul Qodir Asy-Syadzili pernah bertanya
beliau tentang berapa kali beliau bertemu dengan Rosululloh dalam keadaan
terjaga, beliau menjawab; “70 kali lebih”.
Berdasarkan pengalaman
tersebut Imam Suyuthi menulis kitab berjudul “tanwirul Halaq Fi Imkani Ru’yatin
Nabi Wal Malak”, isi dari kitab ini juga terdapat dalam kitab “Al-Hawi Lil
Fatawi”, dalam kitab tersebut beliau menjawab pertanyaan tentang kemungkinan
melihat Nabi dalam keadaan terjaga dan membantah pernyaan dari orang-orang yang
mengatakan bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi, beliau membantah
pernyataan mereka dengan menyebutkan dalil-dalilnya disertai kisah-kisah ulama’
yang mengalaminya..
Meninggalnya Imam
As-Suyuthi
Imam As-Suyuthi
wafat pada waktu sahur malam jum’at
tanggal 17 Jumadil Ula tahun 911 H. dirumah beliau yang berada di Roudlotul
Miqbas. Beliau dimakamkan di Haush Qushun sebelah timur pintu al-Qarafah. Nama
beliau dinisbatkan kepada daerah asal ayah beliau, yaitu Asyuth, karena itu
beliau dikenal dengan nama Imam Suyuthi.
Semoga Alloh
menempatkan beliau ditempat yang mulia di Surga, dan semoga kita mendapat barokah dan manfaat dan dapat
meneladani beliau.. Amiiin..
Referensi Utama :
1. Husnul Muhadhoroh Fi
Tarikhil Mishr Wal Qohiroh
2. Muqoddimah tahqiq
“Tafsir Ad-Durrul Mantsur” cetakan Markaz Al-Hijr
3. Muqoddimah Tahqiq
cetakan Universitas Al-Azhar