AYU MAHARANINGTYAS
Baduy
terletak di Pulau Jawa bagian barat, meskipun tidak jauh dari kota besar
seperti Jakarta, suku Baduy tetap menjunjung tinggi adat istiadatnya. Mereka bermukim
di pegunungan Kendeng, kecamatan Leuwidamar, Kab. Lebak – propinsi Banten
dengan ibukota Rangkas-bitung. Baduy memiliki tiga desa yang dihuni oleh
penduduknya, yaitu Cikeusik, Cikartawara, dan Cibeo. Masing – masing dari desa
tersebut dihuni oleh suku Baduy dalam dan Baduy luar. Kepala suku hanya
dimiliki Baduy dalam dimana seorang kepala suku dipilih secara langsung oleh
masyarakat suku Baduy yang dirasa handal, cakap, dan bisa memerintah atau
menggerakkan masyarakat desa baik suku Baduy Dalam maupun suku Baduy Luar.
Kepala suku bergelar Pu’un yang tinggal di Badui dalam bertugas untuk mengawasi
masyarakat Badui dan memimpin upacara keagamaan maupun adat – istiadat.
Suku Baduy terletak di pegunungan
dimana topografi tanah tidak rata dan berbatuan. Pada wilayah perkampungan
Baduy selalu diguyur hujan sehingga mempunyai tanah yang subur. Banyak
pepohonan besar dan pohon bambu disana, sehingga rumah, peralatan, sampai
jembatan juga terbuat dari bambu. Akan tetapi penggunaan paku ataupun skrup
sangat terlarang digunakan oleh baduy dalam. Dalam membangun bangunan rumahya
maupun sarana masyarakat suku baduy dalam, menggunakan pasak kayu untuk
menyambungkan. Selain menggunakan pasak kayu penggunaan tali juga dipergunakan
untuk mengikat sambungan bambu maupun kayu. Adapula jembatan penyebrangan antar
sungai dengan menggunakan akar pohon yang keluar dari tanah di dua sisi sungai.
Dalam pembuatan rumah masyarakat suku Baduy dalam maupun luar bergotong royong
bekerja sama dalam membangun rumah seseorang keluarga. Rumah penduduk suku
baduy dalam, berbahan dasar anyaman bambu pada dindingnya, lonjoran bambu pada
bagian lantai dan tangga dan pada bagian atap dipergunakan daun pohon yang
dikeringkan, penggunaan kayu digunakan pada tiang rumah. Diseluruh desa masing
– masih memiliki tempat untuk menyimpan padi atau biasa disebut lumbung. Jumlah
lumbung sendiri yang memiliki paling banyak adalah suku Baduy luar dibanding
suku baduy dalam.
Pada setiap rumah penduduk Baduy
Dalam memiliki peraturan dalam membangun rumah (hukum dan adat larangannya)
yaitu tidak boleh menggeser apapun benda alam (batu), hanya terdiri dari satu
pintu tanpa ada jendela, jendela hanya diperuntukkan rumah seorang PU’UN yang
digunakan sebagai alat pengamatan masyarakat Baduy jika ada yang melanggar adat
harus diusir dari Baduy Dalam. Saat membangun rumah suku Baduy dalam, dilarang
untuk memindahkan, meratakan, maupun merubah letak bebatuan yang sudah ada di
area consisting rumah. Jadi dalam pembangunan rumah mereka menggunakan panggung
sebelum mendirikan rumah. Di setiap rumah, baik itu suku baduy dalam maupun
luar, diatas atap bagian ujungnya ada penangkal balak yang berbentuk V maupun
berbentuk lingkaran atau O.
Pada rumah suku Baduy luar, sebuah
rumah terdiri dari pintu, jendela dan penangkal balak diatapnya. Perbedaannya
adalah pada desa suku baduy luar, rumah masyarakat boleh menggunakan paku
ataupun sekrup, dapat memindahkan batu maupun meratakan tanah sehingga panggung
yang digunakan tidak terlalu tinggi. Jikalau ada seseorang maupun seluruh
anggota keluarga yang melarang peraturan dan adat – istiadat baduy dalam,
mereka akan diusir dan menjadi Baduy luar. Walaupun diantara mereka banyak yang
menyambut pengusiran dengan penuh suka cita.
Untuk membedakan suku baduy dalam
dan luar adalah melalui baju seragam yang dikenakkan mereka. Laki laki maupun
perempuan sama. Yang pertama adalah suku Baduy dalam, mereka bercirikan
menggunakan baju dan ikat kepala bewarna putih serta menggunakan sarung bewarna
hitam atau biru tua, dimana baju, ikat kepala, dan sarung tersebut terbuat dari
kain tenun tangan. Untuk wanita suku badui dalam tidak menggunakan aksesoris
maupun penghias wajah. Kemudian untuk baduy luar menggunakan seragam yang
terbuat dari kain tenun tangan juga, namun memiliki warna yang berbeda yaitu
warna hitam atau biru tua untuk ikat kepala, baju dan sarung.Pada suku Bady
luar juga sering didapati masyarakat yang sudah memakai kemeja atau kaos,
karena suku Baduy luar lebih sering berinteraksi ke masyarakat di luar suku
Baduy sendiri. Tidak jarang suku baduy luar yang wanita sudah menggunakan lipstik, bedak dan perhiasan
emas.
Kebutuhan protein masyarakat Baduy
adalah melalui memancing disungai (ikan), ayam (sebagai hadiah jika
menyelenggarakan hajatan). Dan untuk karbohidratnya mereka mengkonsumsi beras
yang mereka tanam sendiri melalui sistem ladang. Jumlah padi yang melimpah
membuat penduduk badui membuat gubug untuk menyimpan padi selama 50 th. Mereka
membuat sebuah gubug yang memiliki panggungm sehingga tikus tidak bisa masuk,
kemudian penambahan dedaunan khusus untuk mengusir serangga/hama padi yang
disimpan.Dengan sistem ladang mereka memperoleh karbohidrat dari padi, setelah
mereka membuat sistem ladang dan kesuburan tanah mulai berkurang, mereka
melakukan pembakaran hutan setelah panen raya agar kesuburan tanah muncul
kembali. Dan apabila kesuburan dirasa berkurang sedikit mereka menggunakan
sampah rumah tangga mereka dan membakar untuk dijadika pupuk.
Saat berladang mereka menggunakan
Tugar, yaitu sebuah tongkat yang tajam dan diberi lubang untuk menaruh bibit
padi. Akan tetapi hasil panen padi tersebut tidak boleh dijual diluar, dan
hanya boleh dikonsumsi sendiri. Lauk pauk setiap hari adalah ikan, nasi (merah/
putih), dan garam. Mereka tidak mengerti akan bumbu lainnya. Garam diperoleh
dari suku baduy luar yang lebih banyak berinteraksi dengan suku lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...