Oleh: Abdurrahman MBP
اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِيبُ التَّيسِيْر
Adanya
kesulitan menyebabkan munculnya kemudahan
Definisi:
Kaidah ini terdiri dari tiga kata yaitu المشقة (al-Masyaqqah),
تجلب(tajlibu) dan التيسير (at-Taysir).
Kata al-Masyaqqah adalah bentuk masdar dari شقَ
yang bermakna ash-sha’ubah, al-‘ana’ dan al-ta’ab
artinya adalah kesulitan, kesukaran, kepayahan dan kelelahan. Bentuk jama’-nya
adalah al-masyaq dan al-masyaqqat.[1] Hal
ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَىٰ بَلَدٍۢ
لَّمْ تَكُونُوا۟ بَٰلِغِيهِ إِلَّا بِشِقِّ ٱلْأَنفُسِ ۚ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌۭ
رَّحِيمٌۭ
Dan
ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai
kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri.
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. QS.
An-Nahl: 7.
Kata تجلب tajlib adalah kata kerja bentuk mudhari’
(sedang dan akan terjadi) dari fiil madhi جلب yang bermakna جاء به و أحضره yaitu mendatangkan, dan menghadirkan.
Sedangkan kata التيسير at-taysir
yaitu as-shuhulah wa al-layyunah[2] yang
berarti mudah dan lunak. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah
bersabda:
ﺍﻟﺪﻴﻦ ﻴﺴﺮ ﺍﺤﺐ ﺍﻟﺪﻴﻦ ﺍﻠﻰ ﺍﷲ ﺍﻟﺤﻧﻔﻴﺔ ﺍﻠﺴﻤﺤﺔ
Agama
itu memudahkan, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah.
HR. Bukhari.
Secara umum kaidah ini dapat diartikan dengan kesukaran dan kepayahan
menjadi sebab bagi adanya kemudahan. Maksudnya adalah bahwa hukum-hukum yang
dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukkallaf
(subjek hukum), sehingga syariah meringankannya sehingga mukkallaf mampu
melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran.
Sumber
Hukum:
1.
Al-Qur’an
Ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi dasar bagi kaidah ini adalah
firman Allah ta’ala:
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ
Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu Q.S.
al-Baqarah: 185.
Menurut Jalal ad-Din as-Suyuti, ayat ini merupakan dalil utama bagi
kaidah al-masyaqqah tajlib at-Taysir.[3]
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍۢ
…dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan agama itu untuk kamu suatu kesempitan. QS.
al-Hajj: 78.
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. QS.
al-Baqarah: 286.
يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ ۚ وَخُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ ضَعِيفًۭا
Allah
hendak memberi keringanan kepadamu karena manusia diciptakan bersifat lemah.
QS. An-Nisaa: 28.
Berdasarkan ayat-ayat dalam Al-Qur’an tersebut maka Allah ta’ala tidak
menginginkan kesukaran kepada umat ini, sebaliknya mereka diperintahkan untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Syariat Islam
diturunkan bukan untuk menyulitkan hamba-hambaNya. Kewajiban syariat bukanlah
suatu kewajiban yang kaku, tidak memiliki toleransi. Namun kewajiban yang disesuaikan
dengan keadaan dan kondisi seorang mukallaf. Banyak sekali rukshah
(keringanan) dalam agama Islam. Kewajiban zakat, haji, puasa dll, hanya
diperuntukkah bagi orang yang mampu dan memenuhi syarat. Orang sakit diberi
keringanan untuk sholat duduk, dan masih banyak keringanan-keringanan lainnya.
2.
As-Sunnah
Hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam yang
menunjukan dasar bagi kaidah ini sangat banyak, diantaranya adalah Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wasalam bersabda:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ
Sesungguhnya
agama Islam itu mudah. HR. Bukhari.[4]
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
Mudahkan
dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari.
HR. Bukhari.
لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ
Bukanlah
suatu kebaikan berpuasa dalam perjalanan. HR. Ad-Darimi.
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ
كُلِّ وُضُوْءٍ
Kalau
bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk
bersiwak setiap akan wudlu. HR. Bukhori dan Muslim
Nash-nash sunnah di atas merupakan petunjuk bahwa Islam
menginginkan kemudahan dan mengangkat kesulitan dari umatnya. Ada tiga hal yang
yang dapat dipetik dari hadits-hadits di atas.[5]
a.
Bahwa
Islam memberi kemudahan dan mengangkat kesulitan bagi umatnya
b.
Adanya
perintah Rasulullah untuk memberi keringanan dan melarang orang untuk
berlebih-lebihan dalam ibadah.
c.
Rasulullah
meninggalkan sesuatu bentuk ketaqarruban karena khawatir akan menjadi kewajiban
yang menyusahkan umatnya.
3.
Ijma’.
Imam Syatibi mencatat dalam Kitab Muwafaqat bahwa sudah menjadi ijma’
(kesepakatan) tidak adanya bentuk syaq (kesusahan) dalam taklif syariat.
[1] Ahmad Warson
Munawwir, al-Munawwir Kamus Indonesia, cet. 14 (Surabaya:Penerbit
Pustaka Progressif, 1997) hal. 733
[2] Dr. Shalih Ibn
Ghanim as-Sadlan, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah al-Kubra, (Riyadh: Dar
al-Balansiyyah, 1417 H) hal. 219
[3] Dr. Shalih Ibn
Ghanim as-Sadlan, al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kubra, (Riyadh: Dar
al-Balansiyyah, 1417 H) hal. 221.
[4] Ibid. hal. 224
[5] Shalih Ibn
Ghanim as-Sadlan, al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kubra, (Riyadh: Dar
al-Balansiyyah, 1417 H) hal. 227-228
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...